A.
Dalil
Yang
menetapkan hukum itu adalah Allah SWT, Allah adalah hakim yang maha tinggi dan
maha kuasa. Rasulullah menyampaikan huku-hukum allah kepada manusia. Oleh
karena Allah yang menetapkan hukum, maka sumber hukum yang pertama dan yang
paling utama adalah wahyu Allah yaitu Al-Qura’an al-karim. Kemudian, di susul
dengan sumber yang ke dua yaitu Sunnah Nabi. Yang ke tiga yaitu ijtihad.
Istilah
sumber hukum ini dengan Ushulal-Hukm (al-Adillah atau dalil-dalil Hukum). Yang
di maksud dengan dalil adalah Hukum Syara yang amaliah dari dalil. Untuk sampai
kepada madlul memerlukan pemahaman atau tanda penunjuknya (dalalah).
Dalil
di tinjau dari beberapa segi, yaitu:
1.
Ditinjau dari Segi Asalnya
Dalil
di tinjau dari segi asalnya ada dua macam yaitu:
a. Dalil
Naqli yaitu dalil-dalil yang berasal dari nash langsung, yaitu Al-Qur’an dan
Sunnah.
b. Dalil
Aqli yaitu dalil-dalil yang bukan dari nash langsung, tetapi dengan menggunakan
akal pikiran, yaitu ijtihad.
Dalam fiqh, dalil akal bukanlah dalil
yang lepas sama sekali dari Al-Quran dan hadits. Akan tetapi, kembali kepada
Al-Quran dan Hadits. Setidak-tidaknya, prinsip-prinsip umumnya terdapat dalam
Al-Quran dan Hadits.[1]
2.
Ditinjau dari Ruang Lingkupnya
Dalil
di tunjau dari segi ruang lingkupnya ada dua macam yaitu:
a. Dalil
Kuli, adalah dalil yang mencakup banyak satuan hukum. Dalil Kulli ini ada
lalanya ayat Al-Quran, ada kalanya Hadits dan adakalanya Kaidah-kaidah kulliyah
b. Dalil
Juz’i atau Tashili adalah dalil yang menunjukan kepada satu persoalan dan satu
hukum tertentu, seperti dalam QS Al-Baqarah:183
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kalian agar kamu bertakwa”
Ayat
ini di sebut Dalil Juz’i karena hanya menunjuk kepada perbuatan puasa saja.
3.
Di tinjau dari Segi Daya Kekuatannya
Dalil
di tinjau dari segi daya kekuatannya dapat di bagi menjadi dua yaitu:
1. Dalil
Qathi ini ada dua macam yaitu:
a. Dalil
al-warud yaitu dalil yang meyakinkan bahwa datanya dari Allah (Al-Quran) atau
dari Rasulullah (Hadits Mutawatir). Al-Quran seluruhnya qathi di lihat dari
segi wurudnya. Tidak semua Hadits qathi wurudnya.
b. Qath’i
Dalalah, yaitu dalil yang kata-katanya atau ungkapan kata-katanya menunjukan
arti dan maksud tertentu dengan tugas
dan jelas sehingga tidak mungkin di pahamkan lain. Seperti ayat An-Nisa:12
Artinya:
“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari
harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak.
Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari
harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan)
seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu
tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para
isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi
wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika
seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah
dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu
saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari
kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu
lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah
dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak
memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu
sebagai) syari´at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Penyantun.”
Ayat
ini tidak bisa di artikan lain, kecuali menunjukan bahwa bagi suami mendapat ½
harta peninggalan apabila istri tidak mempunyai anak.
2. Dalil
Dhani dalil ini pun ada dua macam yaitu:
a. Dhani
al-warud yaitu dalil yang hanya memberi kesan yang kuat (sedangkan yang kuat)
bahwa datangnya dari Nabi. Tidak ada ayat Al-Quran yang dhani warud-nya, adapun
Hadits yang dhani warudnya, seperti Hadits ahad.
b. Dhani
al-Dalalah, yaitu dalil yang kata-katanya atau ungkapan kata-katanya memberikan
kemungkinan-kemungkinan arti dan maksud. Tidak menunjukan kepada satu arti dan
maksud tertentu. Seperti ayat QS Al-Baqarah:228
Artinya:
“Wanita-wanita
yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. Tidak boleh
mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka
beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya
dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para
wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang
ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada
isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
Quru
dalam ayat di atas bisa di artikan haid dan bisa pula bersuci. Oleh karena itu,
sering para ulama berbeda pendapat dalam hukum yang di ambil dari dalil yang
dhani dalalah-nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar