BAB II
PEMBAHASAN
2.I Pengertian
Khulafaurrasyidin
Kata Khulafa
Ar-Rasyidin berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari kata khulafa dan rasyidin. Kata khulafa
menunjukkan banyak khalifah, yang mempunyai arti pemimpin dalam arti orang
yanng mengganti kedudukan Rasulullah Saw sesudah wafat untuk melindungi agama
dan siasat (politik) keduniaan agar setiap orang menepati apa yang telah
ditentukan oleh batas-batasnya dalam melaksanakan hukum-hukum syariat
agama islam. Dalam arti lain Al-khulafa merupakan pemimpin islam dari kalangan
sahabat, pasca Rasulullah SAW wafat.
Adapun kata Rasyidin
itu berarti arif dan bijaksana. Jadi, khulafaurrasyidin mempunyai arti pemimpin
yang bijaksana sesudah nabi Muhammad wafat. Para Khulafa Ar-Rasyidin itu adalah
pemimpin yang arif dan bijaksana. Mereka merupakan pemimpin yang dipilih
langsung oleh para sahabat melalui mekanisme yang demokratis. Perjalanan empat
khalifah akhirnya dipimpin oleh Abu bakar Shiddiq,Umar Bin Khattab, Usman Bin
Affan, dan Ali Bin Abi Thalib.
2.2 Islam Periode Abu
Bakar Ash-Shidiq ( 11-13 H / 632-634 M)
A. Riwayat Singkat Abu
Bakar Ash-Shiddiq
Abu Bakar Ash-Shiddiq lahir pada
tahun 568 M atau 55 tahun sebelum hijrah. Dia merupakan khalifah pertama dari
Al-Khulafa'ur Rasyidin, sahabat Nabi Muhammad SAW yang terdekat dan termasuk di
antara orang-orang yang pertama masuk Islam (As-Sabiqun Al-Awwalun). Nama
lengkapnya adalah Abdullah bin Abi Kuhafah at-Tamimi. Pada masa kecilnya Abu
Bakar bernama Abdul Ka'bah. Kemudian nama itu ditukar oleh Nabi Muhammad SAW
menjadi Abdullah bin Kuhafah At-Tamimi.
Gelar Abu Bakar diberikan
Rasulullah SAW karena ia seorang yang paling cepat masuk Islam, sedang gelar
As-Shiddiq yang berarti 'amat membenarkan' adalah gelar yang diberikan
kepadanya karena ia amat segera membenarkan Rasulullah SAW dalam berbagai macam
peristiwa, terutama peristiwa "Isra Mikraj". Ayahnya bernama Usman
(juga disebut Abi Kuhafah) Ibunya bernama Ummu Khair Salma binti Sakhr. Kedua
orang tuanya berasal dari suku Taim, suku yang melahirkan banyak tokoh
terhormat.
Abu Bakar adalah seorang pemikir
Makkah yang memandang penyembahan berhala itu suatu kebodohan dan kepalsuan
belaka, ia adalah orang yang menerima dakwah tanpa ragu dan ia adalah orang
pertama yang memperkuat agama Islam serta menyiarkannya. Di samping itu ia suka
melindungi golongan lemah dengan hartanya sendiri dan kelembutan hatinya. Abu
Bakar juga dikenal mahir dalam ilmu nasab (pengetahuan mengenai silsilah
keturunan). Ia menguasai dengan baik berbagai nasab kabilah dan suku-suku arab,
bahkan ia juga dapat mengetahui ketinggian dan kerendahan masing-masing dalam
bangsa arab.
Abu Bakar As-Shiddiq wafat pada
tahun 13 H malam selasa, 7 Jumadil Akhir pada usia 63 tahun. Kekhalifahan Abu
Bakar As-Shiddiq berjalan selama 2 tahun 3 bulan dan 10 hari, dan beliau
dimakamkan di dekat rumah ‘Aisyah disamping makam Nabi Muhammad SAW.
B. Proses
Pengangkatan Khalifah Abu Bakar
Berita wafatnya Nabi Muhammad SAW, bagi para sahabat
dan kaum muslimin adalah seperti petir di siang bolong karena sangat cintanya
mereka kepada Rasulullah. Apalagi bagi para sahabat yang biasa hidup bersama di
bawah asuhannya. Sehingga ketika kabar wafatnya Rasulullah beredar ada orang
tidak percaya akan kabar tersebut. Di antaranya adalah Umar bin Khattab yang
dengan tegas membantah setiap orang yang membawa kabar wafatnya beliau. Di saat
keadaan gempar yang luar biasa ini datanglah Abu Bakar untuk menenangkan
kegaduhan itu, ia berkata di hadapan orang banyak; "Wahai manusia, siapa
yang menyembah Muhammad, maka Muhammad sudah wafat, dan barang siapa menyembah
Allah, Allah hidup tidak akan mati selamanya".
Sejarah mencatat, bahwa masalah yang paling krusial
setelah nabi wafat adalah masalah politik, yaitu penentuan siapa yang berhak
menggantikan nabi sebagai kepala Negara (khalifah). Begitu penting masalah ini,
sehingga penguburan Nabi tertunda. Tentang penggantian Nabi sebagai Rasul sudah
di atur oleh wahyu dan memang Muhammad SAW adalah Nabi dan Rasul terakhir,
sedangkan penggantian sebagai kepala Negara tidak diatur oleh wahyu dan Nabi
pun tidak ada berwasiat. Setelah kaum Muslimin dan para sahabat menyadari
tentang wafatnya Rasulullah SAW, maka Abu Bakar dikagetkan lagi dengan adanya
perselisihan faham antara kaum Muhajirin dan Anshar tentang siapa yang akan
menggantikan Nabi sebagai khalifah kaum Muslimin.
Pihak Muhajirin menghendaki dari golongan Muhajirin
dan pihak Anshar menghendaki pihak yang memimpin. Situasi yang memanas dalam
pereselisihan di antara kedua pihak tersebut yakni pihak Muhajirin dan Pihak
Anshar akhirnya dapat diatasi oleh Abu Bakar, dengan cara Abu Bakar menyodorkan
dua orang calon khalifah untuk memilihnya yaitu Umar bin Khattab atau Abu
Ubaidah bin Jarrah. Namun keduanya justru menjabat tangan Abu Bakar dan
mengucapkan baiat memilih Abu Bakar.
Ada beberapa faktor yang mendasari terpilihnya Abu
Bakar sebagai khalifah, yaitu:
1. Menurut
pendapat umum yang ada pada zaman itu, seorang khalifah (pemimpin) haruslah
berasal dari suku Quraisy, pendapat ini didasarkan pada hadits Nabi Muhammad
SAW yang berbunyi "al-aimmah min Quraisy" (kepemimpinan itu di tangan
orang Quraisy.
2. Sahabat
sependapat tentang ketokohan pribadi Abu Bakar sebagai khalifah karena beberapa
keutamaan yang dimilikinya, antara ia adalah laki-laki dewasa pertama yang
memeluk Islam, ia satu- satunya sahabat yang menemani Nabi SAW pada saat hijrah
dari Makkah ke Madinah dan ketika bersembunyi di Gua Tsur, ia yang ditunjuk
oleh Rasulullah SAW untuk mengimami shalat pada saat beliau sedang uzur, dan ia
keturunan bangsawan, cerdas, dan berakhlak mulia.
3. Beliau
sangat dekat dengan Rasulullah SAW, baik dalam bidang agama maupun
kekeluargaan. Beliau seorang dermawan yang mendermakan hartanya untuk
kepentingan Islam.
Sebagai khalifah Abu Bakar
mengalami dua kali baiat. Pertama di Saqifa Bani Saidah yang dikenal dengan
Bai'at Khassah dan kedua di Masjid Nabi Nabawi di Madinah yang dikenal dengan
Bai’at A'mmah. Seusai acara pembaitan di Masjid Nabawi, Abu Bakar sebagai
khalifah yang baru terpilih berdiri dan mengucapkan pidato. Dalam pidatonya
menegaskan totalitas kepribadian dan komitmen Abu Bakar terhadap nilai-nilai Islam
dan strategi meraih keberhasilan tertinggi bagi umat sepeninggal Rasulullah.
Berikut ucapan Abu Bakar dalam pidatonnya tersebut:
"Wahai
manusia! Aku telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu padahal Aku bukanlah
orang yang terbaik di antaramu. Maka jikalau Aku dapat menunaikan tugasku
dengan baik, bantulah (ikutilah) aku, tetapi jika aku berlaku salah, maka
luruskanlah! Orang yang kamu anggap kuat, aku pandang lemah sampai aku dapat
mengambil hak dari padanya. Sedangkan orang yang lihat kamu lemah, aku pandang
kuat sampai aku dapat mengembalikan haknya kepadanya. Maka hendaklah kamu taat
kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, namun bilamana aku tiada
mematuhi Allah dan Rasul-Nya, kamu tidaklah perlu mentaatiku.”
C. Perkembangan Islam
Masa Kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq
Wafatnya nabi mengakibatkan
beberapa masalah bagi masyarakat muslim. Beberapa orang Arab yang lemah imannya
justru menyatakan murtad, yaitu keluar dari Islam. Mereka melepaskan kesetiaan
dengan menolak memberikan bai’at kepada khalifah yang baru dan bahkan menentang
agama Islam, karena mereka menganggap bahwa beberapa perjanjian-perjanjian yang
dibuat bersama Muhammad dengan sendirinya batal disebabkan kematian nabi.
Mereka melakukan riddah, yaitu gerakan pengingkaran terhadap islam. Riddah
berarti murtad, beralih agama dari Islam ke kepercayaan semula, secara politis
merupakan pembangkangan terhadap lembaga khalifah. Sikap mereka adalah
perbuatan makar yang melawan agama dan pemerintahan sekaligus.
Oleh karena itu, khalifah dengan
tegas melancarkan operasi pembersihan terhadap mereka. Mula-mula hal itu
dimaksudkan sebagai tekanan untuk mengajak mereka kembali ke jalan yang benar,
lalu berkembang menjadi perang merebut kemenangan. Tindakan pembersihan juga
dilakukan untuk menumas nabi-nabi palsu dan orang-orang yang enggan membayar
zakat.
Selama tahun-tahun terakhir
kehidupan Nabi Saw, telah muncul nabi-nabi palsu di wilayah Arab bagian selatan
dan tengah. Adapun orang-orang yang tidak mau membayar zakat di antaranya
karena mereka mengira bahwa zakat adalah serupa pajak yang dipaksakan dan
penyerahannya ke perbendaharaan pusat di Madinah yang sama artinya dengan
penurunan kekuasaan; suatu sikap yang tidak disukai oleh oleh suku-suku Arab
karena bertentangan.
Terhadap semua golongan yang
membangkang dan memberontak itu Abu bakar mengambil tindakan tegas. Ketegasan
ini didukung oleh mayoritas umat. Untuk menumpas seluruh pemberontakan, ia
membentuk sebelas pasukan masing-masing dipimpin oleh panglima perang yang
tangguh, seperti Khalid bin Walid, Amr bin Ash, Ikrimah bin Abu Jahal, dan
Syurahbil bin Hasanah. Dalam waktu singkat seluruh kekacauan dan pemberontakan
yang terjadi dalam negeri dapat ditumpas dengan sukses.
Sesudah memulihkan ketertiban didalam negeri, Abu
Bakar lalu mengalihkan perhatiannya untuk memperkuat perbatasan dengan wilayah
Persia dan bizantium, yang akhirnya menjurus kepada serangkaian peperangan
melawan kedua kekaisaran itu. Tentara islam dibawah pimpinan Musanna dan Khalid
Bin Walid ke Syiria, suatu Negara Arab yang dikuasai Romawi timur (Bizantium).
Abu bakar mengutus empat orang panglima yaitu Abu Ubaidah, Yazid Bin Abi
Sufyan, Amr Bin Ash dan Surahbil. Kemudian umat Islam meraih beberapa
kemenangan tersebut.
Pada saat pertempuran di Ajnadain negeri Syam berlangsung,
khalifah Abu Bakar menderita sakit, sebelum wafat beliau telah berwasiat kepada
para sahabatnya, bahwa khalifah pengganti setelah dirinya adalah umar bin
Khattab. hal ini dilakukan guna menghindari perpecahan diantara kaum muslimin.
Setelah pemerintahan 2 tahun 3 bulan 10 hari (11 – 13/632 – 634 M), khalifah
Abu Bakar wafat pada tanggal 21 jumadil Akhir tahun 13H
/22 Agustus 634 Masehi.
Adapun kemajuan yang telah dicapai pada masa
pemerintahan Abu Bakar selama kurang lebih dua tahun, antara lain:
1. Perbaikan
sosial (masyarakat)
Perbaikan sosial yang dilakukan Abu
Bakar ialah usaha untuk menciptakan stabilitas wilayah Islam dengan berhasilnya
mengamankan tanah Arab dari para penyeleweng (orang- orang murtad, nabi- nabi
palsu dan orang-orang yang enggan membayar zakat).
2. Perluasan
dan pengembangan wilayah Islam
Adapun usaha yang ditempuh untuk
perluasan dan pengembangan wilayah Islam Abu Bakar melakukan perluasan wilayah
ke luar Jazirah Arab. Daerah yang dituju adalah Irak dan Suriah yang berbatasan
langsung dengan wilayah kekuasaan Islam. Kedua daerah itu menurut Abu Bakar
harus ditaklukkan dengan tujuan untuk memantapkan keamanan wilayah Islam dari
serbuan dua adikuasa, yaitu Persia dan Bizantium.
3. Pengumpulan
ayat-ayat Al Qur'an
Sedangkan usaha yang ditempuh untuk
pengumpulan ayat-ayat Al Qur'an adalah atas usul dari sahabat Umar bin Khattab.
Karena alasan Umar yang rasional yaitu banyaknya sahabat penghafal Al Qur'an
yang gugur di medan pertempuran dan dikhawatirkan akan habis seluruhnya, Abu
Bakar menyetujuinya, dan selanjutnya menugaskan kepada Zaid bin Sabit, penulis
wahyu pada masa Rasulullah SAW, untuk mengerjakan tugas pengumpulan itu.
4. Sebagai
kepala negara dan pemimpin umat Islam
Kemajuan yang diemban sebagai
kepala negara dan pemimpin umat Islam, Abu Bakar senantiasa meneladani perilaku
rasulullah SAW. Bahwa prinsip musyawarah dalam pengambilan keputusan seperti
yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW selalu dipraktekkannya. Ia sangat
memperhatikan keadaan rakyatnya dan tidak segan-segan membantu mereka yang
kesulitan. Terhadap sesama sahabat juga sangat besar perhatiannya. Sahabat yang
telah menduduki jabatan pada masa Nabi Muhammad SAW tetap dibiarkan pada
jabatannya, sedangkan sahabat lain yang belum mendapatkan jabatan dalam
pemerintahan juga diangkat berdasarkan kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki.
5. Meningkatkan
kesejahteraan umat
Sedangkan kemajuan yang dicapai
untuk meningkatkan kesejahteraan umum, Abu Bakar membentuk lembaga "Baitul
Mal", semacam kas Negara atau lembaga keuangan. Pengelolaannya diserahkan
kepada Abu Ubaidah, sahabat Nabi SAW yang digelari "amin al- ummah"
(kepercayaan umat). Selain itu didirikan pula lembaga peradilan yang ketuanya
dipercayakan kepada Umar bin Khattab. Kebijaksanaan lain yang ditempuh Abu Bakar
membagi sama rata hasil rampasan perang (ghanimah).
2.3 Islam Periode Umar
Bin Khattab (13-23 H/634-644M)
A. Riwayat Singkat
Ummar Bin Khattab
Umar bin Khattab memiliki nama lengkap Umar bin
Khathab bin Nufail bin Abd Al-Uzza bin Ribaah bin Abdillah bin Qart bin razail
bin ‘Adi bin Ka’ab bin Lu’ay, adalah khalifah kedua yang menggantikan Abu Bakar
Ash-Shiddiq. Umar bin khattab lahir di Mekkah pada tahun 583 M, dua belas tahun
lebih muda dari Rasulullah. Umar juga termasuk kelurga dari keturunan Bani Suku
Ady (Bani Ady). Suku yang sangat terpandang dan berkedudukan tinggi dikalangan
orang-orang Qurais sebelum Islam.
Umar memiliki postur tubuh yang tegap dan kuat,
wataknya keras, pemberani dan tidak mengenal gentar, pandai berkelahi, siapapun
musuh yang berhadapan dengannya akan bertekuk lutut. Ia memiliki kecerdasan
yang luar biasa, mampu memperkirakan hal-hal yang akan terjadi dimasa yang akan
datang, tutur bahasanya halus dan bicaranya fasih. Umar bin Khatthab adalah
salah satu sahabat terbesar sepanjang sejarah sesudah Nabi Muhammad SAW.
Peranan umar dalam sejarah Islam masa permulaan merupakan yang paling menonjol
kerena perluasan wilayahnya, disamping kebijakan-kebijakan politiknya yang
lain.
Dalam banyak hal Umar bin Khattab dikenal sebagai
tokoh yang sangat bijaksana dan kreatif, bahkan genius. Beberapa keunggulan
yang dimiliki Umar, membuat kedudukannya semakin dihormati dikalangan
masyarakat Arab, sehingga kaum Qurais memberi gelar ”Singa padang pasir”, dan
karena kecerdasan dan kecepatan dalam berfikirnya, ia dijuluki ”Abu Faiz”.
B. Proses Pengangkatan
Khalifah Ummar Bin Khattab
Pada musim panas tahun 364 M Abu Bakar menderita
sakit dan akhirnya wafat pada hari senin 21 Jumadil Akhir 13 H/22 Agustus 634 M
dalam usia 63 tahun. Sebelum beliau wafat telah menunjuk Umar bin Khatab
sebagai penggantinya sebagai khalifah. Penunjukan ini berdasarkan pada kenangan
beliau tentang pertentangan yang terjadi antara kaum Muhajirin dan Anshor. Dia
khawatir kalau tidak segera menunjuk pengganti dan ajal segera datang, akan
timbul pertentangan dikalangan umat Islam yang mungkin dapat lebih parah dari
pada ketika Nabi wafat dahulu.
Dengan demikian, ada perbedaan antara prosedur
pengangkatan Umar bin Khatab sebagai khalifah dengan khalifah sebelumnya yaitu
Abu Bakar. Umar mendapat kepercayaan sebagai khalifah kedua tidak melalui
pemilihan dalam sistem musyawarah yang terbuka, tetapi melalui penunjukan atau
wasiat oleh pendahulunya (Abu Bakar). Pada saat itu pula Umar di bai’at oleh
kaum muslimin, dan secara langsung beliau diterima sebagai khalifah yang resmi
yang akan menuntun umat Islam pada masa yang penuh dengan kemajuan dan akan
siap membuka cakrawala di dunia muslim. Beliau diangkat sebagai khlifah pada
tahun 13H/634M.
C. Perkembangan Islam
Masa Kekhalifahan Umar Bin Khattab
Selama pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh
dengan sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari
tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid)
serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari
kekaisaran Romawi (Byzantium). Saat itu ada dua negara adi daya yaitu Persia
dan Romawi. Namun keduanya telah ditaklukkan Islam pada zaman Umar. Sejarah
mencatat banyak pertempuran besar yang menjadi awal penaklukan ini.
Pada pertempuran Yarmuk, yang terjadi di dekat
Damaskus. Sebanyak 20 ribu pasukan Islam mengalahkan pasukan Romawi yang
mencapai 70 ribu dan mengakhiri kekuasaan Romawi di Asia Kecil bagian selatan.
Umar melakukan banyak reformasi secara administratif dan mengontrol dari dekat
kebijakan publik, termasuk membangun sistem administratif untuk daerah yang
baru ditaklukkan. Ia juga memerintahkan diselenggarakannya sensus di seluruh
wilayah kekuasaan Islam. Tahun 638, ia memerintahkan untuk memperluas dan
merenovasi Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah, dan ia juga
memulai proses kodifikasi hukum Islam.
Umar dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana,
alih-alih mengadopsi gaya hidup dan penampilan para penguasa di zaman itu, ia
tetap hidup sangat sederhana. Pada sekitar tahun ke 17 Hijriah, tahun ke-empat
kekhalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan Islam hendaknya
mulai dihitung saat peristiwa hijrah.
Ada beberapa perkembangan peradaban Islam pada masa
khalifah Umar bin Khtthab, yang meliputi Sistem pemerintahan (politik), ilmu
pengetahuan, sosial, seni, dan agama.
1. Perkembangan
Politik
Pada masa khalifah Umar bin khatab, kondisi politik
islam dalam keadaan stabil, usaha perluasan wilayah Islam memperoleh hasil yang
gemilang. Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar segera mengatur
administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang
terutama di Persia. Kekuasaan Islam sampai ke Mesopotamia dan sebagian Persia
dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yangmmengakhiri masa kekaisaran
sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan
Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium).
Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan
wilayah propinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah Basrah, Kufah, Palestina, dan
Mesir. Pada masa Umar bin khatab mulai dirintis tata cara menata struktur
pemerintahan yang bercorak desentralisasi. Mulai sejak masa Umar, pemerintahan
dikelola oleh pemerintahan pusat dan pemerintahan propinsi. Karena telah banyak
daerah yang dikuasai Islam maka sangat membutuhkan penataan administrasi
pemerintahan, maka khalifah Umar membentuk lembaga pengadilan, dimana kekuasaan
seorang hakim (yudikatif) terlepas dari pengaruh badan pemerintahan
(eksekutif).
Pada masa Umar ibn Khatab juga mulai berkembang
suatu lembaga formal yang disebut lembaga penerangan dan pembinaan hukum Islam.
Dimasa ini juga terbentuknya sistem atau badan kemiliteran. Pada masa khalifah
Umar bin Khattab ekspansi Islam meliputi daerah Arabia, syiria, Mesir, dan
Persia. Karena wilayah Islam bertambah luas maka Umar berusaha mengadakan
penyusunan pemerintah Islam dan peraturan pemerintah yang tidak bertentangan
dengan ajaran Islam.
2. Perkembangan
Ekonomi
Pada masa ini mulai diatur dan ditertibkan sistem
pembayaran gaji dan pajak tanah. Umar juga mendirikan Baital-Mal, menempa mata
uang, dan membuat tahun hijriah. Dan menghapuskan zakat bagi para Mu’allaf. Ada
beberapa kemajuan dibidang ekonomi antara lain :
1) Al
kharaj, kaum muslimin diberi hak menguasai tanah dan segala sesuatu yang
didapat dengan berperang. Umar mengubah peraturan ini, tanah-tanah itu harus
tetap dalam tangan pemiliknya semula, tetapi bertalian dengan ini diadakan
pajak tanah (Al kharaj).
2) Ghanimah,
semua harta rampasan perang (ghanimah),
dimasukkan kedalam Baitul Maal Sebagai salah satu pemasukan Negara untuk
membantu rakyat.
3) Pemerataan
zakat, Umar bin Khatab juga melakukan pemerataan terhadap rakyatnya dan
meninjau kembali bagian-bagian zakat yang diperuntukkan kepada orang-orang yang
diperjinakan hatinya (al-muallafatu
qulubuhum).
4) Lembaga
perpajakan, Ketika wilayah kekuasaan Islam telah meliputi wilayah Persia, Irak
dan Syria serta Mesir, yang menjadi persoalan adalah pembiayaan, baik yang
menyangkut biaya rutin pemerintah maupun biaya tentara yang terus berjuang
menyebarkan Islam ke wilayah tetangga lainnya. Oleh karena itu, dalam kontek
ini Ibnu Khadim mengatakan bahwa institusi perpajakan merupakan kebutuhan bagi
kekuasaan raja yang mengatur pemasukan dan pengeluaran.
3. Perkembangan
Pengetahuan.
Dengan meluasnya wilayah Islam sampai keluar Jazirah
Arab, nampaknya khalifah memikirkan pendidikan Islam didaerah-daerah yang baru
ditaklukkan itu. Untuk itu Umar bin Khatab memerintahkan para panglima
perangnya, apabila mereka berhasil menguasai satu kota, hendaknya mereka
mendirikan Mesjid sebagai tempat ibadah dan pendidikan.
Berkaitan dengan masalah pendidikan ini, khalifah
Umar bin Khatab merupakan seorang pendidik yang melakukan penyuluhan pendidikan
di kota Madinah, beliau juga menerapkan pendidikan di mesjid-mesjid dan
pasar-pasar serta mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk tiap-tiap daerah yang
ditaklukkan itu, mereka bertugas mengajarkan isi Al-Quran dan ajaran Islam
lainnya seperti fiqh kepada penduduk yang baru masuk Islam, Pada masa ini telah
terjadi mobilitas penuntut ilmu dari daerah-daerah yang jauh dari madinah,
sebagai pusat agama Islam.
Dengan demikin pelaksanaan
pendidikan di masa khalifah Umar bin Khattab labih maju, karena selama Umar
memerintah Negara berada dalam keadaan stabil dan aman. Ini sebabnya telah
ditetapkannya masjid sebagai pusat pendidikan, juga telah terbentuknya
pusat-pusat pendidikan Islam di berbagai kota dengan materi yang dikembangkan,
baik dari ilmu segi bahasa, menulis dan pokok ilmu-ilmu lainnya.
4. Perkembangan
Sosial
Pada masa khalifah Umar bin Khattab, ahli Al-Dzimmah
yaitu penduduk yang memeluk agama selain Islam dan berdiam di wilayah kekuasaan
Islam. Mereka mendapatkan perhatian, pelayanan serta perlindungan pada masa
Umar. Pada masa Umar sangat memperhatikan keadaan sekitarnya, seperti kaum
fakir, miskin dan anak yatim piatu,juga mendapat perhatian dari Umar bin
Khattab.
5. Perkembangan
agama
Di zaman kepemimpinan Umar bin Khattab, wilayah
kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestian, Syria, sebagian besar
wilayah Persia, dan Mesir. Dalam kata lain Islam pada masa ini sudah mulai
kondusif, dikarenakan kepemimpinannya yang loyal, adil, dan bijaksana. Pada
masa ini Islam mulai merambah ke dunia luar, yaitu dengan menaklukan
Negara-negara yang kuat, agar Islam dapat tersebar ke penjuru dunia.
2.4 Islam Periode
Khalifah Usman Bin ‘Affan (23-36H/644-656)
A. Biografi Khalifah
Usman Bin ‘Affan
Usman bin ‘Affan lahir pada tahun 576 M di Thaif.
Ibunya adalah Urwah, putrinya Ummu Hakim Al-Baidha, putri Abdul Muttalib, nenek
nabi SAW. Ayahnya ‘Affan adalah seorang saudagar yang kaya raya dari suku
Quraisy Umayyah. Ia dilahirkan dan tumbuh dewasa ditengah lingkungan kaum
Quraisy, suku yang paling terhormat di Makkah. Setelah dewasa ia menikahi putri
Rosulullah, sayyidah Ruqayyah r.a., dan ketika Ruqayyah meninggal karena sakit
yang dideritanya, Rosulullah menikahkan Usman dengan Ummu kulsum r.a. usia pernikahan
Usman dengan Ummu kulsum pun tidak berlangsung lama, karena pada tahun
kesembilan hijriyah Allah memanggil Ummu kulsum keharibaan-Nya. Karena beliau
menikah dengan dua orang putri Rosulullah SAW, yaitu Roqayyah dan Ummu kulsum,
sehingga ia mendapat julukan Dzu al-Nurain. Selama hidupnya, Usman pernah
menikah dengan delapan wanita. Dari pernikahan itu ia dikaruniai sembilan putra
dan enam putri.
Sejak sebelum masuk islam ia memang terkenal sebagai
seorang pedagang yang sangat kaya raya. Ia bukan saja salah seorang sahabat
terdekat Nabi, juga salah seorang penulis wahyu dan sekretarisnya. Ia berjuang
bersama Rosulullah hijrah kemana saja nabi hijrah atau disuruh hijrah oleh
nabi, dan berperang pada setiap peperangan kecuali perang Badar yang itupun atas
perintah nabi untuk menunggui istrinya, Roqayyah yang sedang sakit keras.
Sebagai seorang hartawan, Usman menghabiskan hartanya demi penyebaran dan
kehormatan agama islam serta kaum muslim. Selain menyumbang biaya-biaya perang
dengan angka yang sangat besar, juga pembangunan kembali Masjid al-Haram
(Mekah) dan Masjid al-Nabawi (Madinah). Usman juga berperan aktif sebagai
perantara dalam perjanjian Hudaybiyah sebagai utusan nabi.
B. Proses Pengangkatan
Khalifah Usman Ibn Affan
Seperti janji yang dikatakan khalifah Umar dalam
pidato inagurasinya sebagai khalifah, dia telah membentuk majlis khusus untuk
pemilihan khalifah berikutnya. Majelis atau panitia pemilihan itu terdiri dari
enam sahabat dari berbagai kelompok social yang ada. Mereka adalah Ali bin Abi
thalib, Usman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Zubair, Sa’ad bin Abi waqas, dan
Thalhah. Namun pada saat pemilihan berlangsung, Thalhah tidak sempat hadir,
sehingga lima dari enam anggota panitia yang melakukan pemilihan.Menjelang
wafatnya Umar bin khattab, ia membuat tim formatur untuk memilih calon
khalifah. Akhirnya Usman ibn ‘Affan terpilih menjadi khalifah III dari
Al-Khulafa Al-Rasyidin pengganti Umar.
Dalam sebuah riwayat menyebutkan bahwa Abd al-Rahman
ibn ‘Auf sebagai ketua tim pelaksanaan pemilihan khalifah, pasca wafatnya Umar
ibn Khattab, berkata kepada Usman ibn ‘Affan disuatu tempat sebagai berikut:
Jika saya tidak memba’yarmu (usman) maka siapa yang kau usulkan? Ia (usman)
berkata “Ali”. Kemudian ia (Abd al-Rahman bin Auf) berkata kepada Ali, jika
saya tidak memba’iatmu, maka siapa yang kau usulkan untuk dibai’at? Ali
berkata, “Usman”. Kemudian Abd al- Rahman bin Auf bermusyawarah dengan
tokoh-tokoh lainnya, ternyata mayoritas memilih Usman sebagai khalifah.
Memperhatikan percakapan dari dua sahabat tersebut, maka tampaklah bahwa
sesungguhnya Usman dan Ali tidak ambisius menjadi khalifah, justru keduanya
saling mempersilahkan untuk menentukan khalifah secara musyawarah.
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Abdurrahman bin
Auf berkata kepada Ali sambil memegang tangannya,”engkau punya hubungan kerabat
dengan Rosulullah dan sebagaimana diketahui, engkau lebih dulu masuk islam.
Demi Allah jika aku memilihmu, engkau mesti berbuat adil. Dan jika aku memilih
Usman, engkau mesti patuh dan taat.” Kemudian Ibn Auf menyampaikan hal yang
sama kepada lima sahabat lainnya. Setelah itu ia berkata kepada Usman, “aku
membaiatmu atas nama sunnah Allah dan Rosul-Nya, juga dua khalifah sesudahnya.”
Usman berkata, ”baiklah.” Abdurrahman langsung membaiatnya saat itu juga
diikuti oleh para sahabat dan kaum muslim. Orang kedua yang membaiat Usman
adalah Ali bin Abi Thalib. Dengan demikian kaum muslim bersepakat menerima
Usman sebagai khalifah setelah Umar bin Khattab. Haris bin Mudhrab berkata,”aku
berjanji pada masa Umar, kaum muslim itu tidak merasa ragu bahwa khalifah
berikutnya adalah Usman.”
C. Perkembangan Islam
Masa Kekhalifahan Usman bin Affan
1.
Pembukuan Al-Qur’an
Setelah kaum muslim bersepakat membaiat Usman bin
Affan sebagai khalifah ketiga, ketika ditinggalkan oleh Umar bin Khattab, umat
islam berada dalam keadaan yang makmur dan bahagia. Kawasan dunia muslimpun
telah bertambah luas. Dan ketika Usman menjabat sebagai khalifah, ia meneruskan
sebagianbesar garis politik Umar. Ia melakukan berbagai Ekspedisi untuk
mendapatkan wilayah-wilayah baru. Perluasan itu memunculkan situasi sosial yang
tidak pernah terjadi sebelumnya. Salah satu hal yang muncul akibat perluasan
wilayah islam adalah munculnya berbagai perbedaan qira’ah Al-Qur’an. Itu karena
setiap daerah memiliki dialeg bahasa tersendiri, dan setiap kelompok umat islam
mengikuti qiroah para sahabat terkemuka.
Pada akhir 24 H awal 25 H, Usman
mengumpulkan para sahabat lalu empat orang diantara mereka menyusun mushaf yang
akan menjadi rujukan umat islam. Keempat kodifikasi panitia itu adalah para
penghafal al-Qur’an yang telah dikenal baik yaitu Zaid bin Tsabit, Abdullah bin
Zubair, Said ibn al-Ash dan Abdurrahman ibn al-Harist ibn Hisyam. Panitia
kodifikasi itu bekerja sangat cermat dan hati-hati.mereka menghimpun berbagai
qiraah yang ada ditengah umat kemudian memilih salah satunya yang dianggap
paling dipercaya. Mereka langsung menuliskan dalam satu mushaf lafal atau
bacaan yang disepakati bersama. Yang tersusun rapi dan sistematis. Panitia
kodifikasi Al-qur’an bekerja dengan cermat, teliti, dan hati-hati sehingga
menghasilkan sebuah mushaf.
2.
Masa Pemerintahan
Masa pemerintahan Usman adalah yang terpanjang dari
semua khalifah di zaman para Khalifah Rasyidah, yaitu 12 tahun, tetapi sejarah
mencatat tidak seluruh masa kekuasannya menjadi saat yang baik dan sukses
baginya. Para pencatat sejarah membagi masa pemerintahan Utsman menjadi dua
periode, yaitu pada periode kemajuan dan periode kemunduran sampai ia terbunuh.
1) Periode
I
pemerintahan Usman membawa kemajuan luar biasa
berkat jasa panglima yang ahli dan berkualitas dimana peta Islam sangat luas
dan bendera Islam berkibar dari perbatasan Aljazair (Barqah Tripoli, Syprus di
front al-maghrib bahkan ada sumber menyatakan sampai ke Tunisia). Di Al-Maghrib,
diutara sampai ke Aleppo dan bagian Asia kecil, di Timur laut sampai ke Ma wara
al-Nahar – Transoxiana, dan di Timur seluruh Persia bahkan sampai diperbatasan
Balucistan (sekarang wilayah Pakistan), serta Kabul dan Ghazni. Selain itu ia
juga berhasil membetuk armada laut dengan kapalnya yang kokoh dan menghalau
serangan-serangan di laut tengah yang dilancarkan oleh tentara Bizantium dengan
kemenangan pertama kali dilaut dalam sejarah islam.
2) periode
II
Kekuasaannya
identik dengan kemunduran, kemunduran dengan huruhara dan kekacauan yang luar
biasa sampai ia wafat. Sebagian ahli sejarah menilai bahwa Usman melakukan
nepotisme. Ia mengangkat sanak saudaranya dalam jabatan-jabatan strategis yang
paling besar dan paling banyak menyebabkan suku-suku dan kabila-kabila lainnya
merasakan pahitnya tindakan Usman tersebut. Namun pada kenyataannya bukan
seperti apa yang telah dituduhkan kepada Usman, dengan berbagai alasan yang
dapat dicatat atau digaris bawahi bahwa usman tidak melakukan
nepotisme,diantaranya :
a) Para
gubernur yang diangkat oleh Usman tidak semuanya family usman. Ada yang saudara
atau anak asuh,ada yang saudara susuan, ada pula saudara tiri.
b) Ia
mengangkat familinya tentunya atas pertimbangan dari beberapa faktor yang
melatarbelakanginya.
c) Meskipun
sebagian pejabat diangkat dari kalangan family, namun mereka semuanya punya
reputasi yang tinggi dan memiliki kemampuan. Hanya saja factor ekonomi yang
menyatukan untuk memprotes guna memperoleh hak mereka.
Situasi ini dimanfaatkan oleh orang oportunis
menyebarkan isu sebagai modal bahwa usman telah memberikan jabatan-jabatan
penting dan strategis kepada family. Melihat fakta-fakta tersebut,jelas bahwa
nepotisme Usman tidak terbukti. Karena pengangkatan saudara-saudaranya itu
berangkat dari profesionalisme kinerja mereka dilapangan. Akan tetapi memang
pada masa akhir kepemimpinan Usman para gubernur yang diangkat tersebut
bertindak sewenang- wenang terutama dalam bidang ekonomi. Mereka diluar kontrol
usman yang memang sudah berusia lanjut sehingga rakyat menganggap hal tersebut
sebagai kegagalan Usman.
Pada tahun 35H/656M, Usman di bunuh
oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang oportunis itu. Mereka
mengepung rumah khalifah, dan membunuhnya ketika sedang membaca Alquran.
Menurut lewis, pusat oposisi sebenarnya adalah di Madinah sendiri. Di sini
Thalhah, Zubair, dan ‘Amr membuat perlawanan rahasia melawan khalifah, dengan
memanfaatkan para pemberontak yang datang ke Madinah untuk melampiaskan rasa dendamnya
yang meluap-luap itu.
2.5 Islam Periode Ali Bin
Abi Thalib (36-41 M/656-651H)
A. Riwayat Singkat Ali
Bin Abi Thalib
Ali bin Abi Thalib nama lengkapnya
adalah Ali bin Abi Thalib bin Abdul Mutthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf. Ia
dilahirkan 32 tahun setelah kelahiran rasulullah SAW. Sejak usia kecil Ali bin
Abi Thalib diasuh oleh Nabi Muhammad SAW. Ia diasuh sebagai anak kandung nabi
sendiri. Hal ini dilakukan Rasulullah SAW untuk meringankan beban yang diderita
keluarga pamannya seteelah bencana besar yang melanda kota Mekah. Dengan
demikian Ali bin Abi Thalib tumbuh menjadi anak yang baik dan cerdas di bawah
asuhan Rasulullah SAW. Beliau selalu memberikan kasih sayang yang besar
kepadanya, sebagaimana yang ia berikan kepada anak-anaknya. Ketika NAbi
Muhammad SAW diangkat menjadi nabi dan rasul, Ali bin Abi Thalib adalah orang
pertama dari kalangan anak-anak yang menyatakan keislamannya, serta selalu
berada di sisi Raasulullah karena sejak kecil selalu berada di bawah asuhan
Rasul, maka tak heran kalau kemudian ia memiliki sifat-sifat terpuji, saleh, sabar,
dan bijaksana. Kesetiaanya kepada Nabi SAW tidak diragukan lagi. Keberaniannya
telah teruji pada saat peristiwa menjelang hijrah Nabi SAW ke Madinah.
B. Proses Pengangkatan
Khalifah Ali bin Abi Thalib
Setelah meninggalnya khalifah Usman bin Affan, masyarakat
muslim di Madinah menjadi bingung, mereka seolah-olah kehilangan tokoh yang
akan menggantikan kedudukan Usman bin Affan. Pada saat itu ada lima orang yang
dicalonkan. Namun dua diantaranya telah
menyatakan ketidak sediaannya, yaitu sa’ad bin Abi waqqs dan Ibnu Umar,
sehingga calon yang diharapkan tinggal Ali, Thalhah dan Zuheir. Ali tampaknya
yang paling kuat diantara calon yang ada, disamping Ia yang lebih dulu masuk
Islam, juga kedekatan kekerabatannya dengan Nabi merupakan poin tersendiri. Bahkan
kenyataan juga menunjukkan bahwa Ali juga merupakan salah seorang calon kuat
ketika Usman diangkat menjadi khalifah, maka ketika kaum pemberontak
mengumpulkan penduduk Madinah dan mendesak mereka untuk memilih khalifah, maka
Ali lah yang serentak mereka pilih.
Ali bin Abi Thalib semula menolak usulan tersebut
dan tidak mau menerima jabatan khalifah. Alasannya, situasinya kurang tepat,
karena banyak terjadi kerusuhan dimana-mana. Situasi ini harus diatasi terlebih
dahulu baru membicarakan masalah kepemimpinan. Namun, ia terus mendapat desakan
dari para pengikutnya, akhirnya tawaran untuk menduduki jabatan khalifah
diterima. Tepat pada tanggal 23 Juni 656 M. Semua orang yang menginginkan
jabatan khalifah dipegang Ali bin Abi Thalib, mereka melakukan sumpah setia
kepada beliau. Sejak saat itulah beliau menjadi penguasa Islam yang baru
menggantikn Usman bin Affan.
C. Perkembangan Islam
Masa Kekhalifahan Ali Bin Abi Thalib
Meskipun banyak pergolakan pada masa
khalifah Ali bin Abi Thalib, banyak hal yang dilakukan dalam usaha pengembangan
Islam, baik dalam pengembangan social, politik, militer, dan ilmu pengetahuan.
Situasi umat Islam pada masa khalifah Ali sudah sangat jauh berbeda dari masa
sebelumnya. Usaha-usaha khalifah Ali bin Abi Thalib dalam mengatasi pergolakan
tersebut tetap dilakukannya, meskipun dmendapat tantangan yang luar biasa.
Semua itu berrtujuan agar masyarakat merasa aman, tentram dan sejahtera.
Adapun usaha-usaha yang dilakukan
khalifah Ali bin Abi Thalib di masa kepemimpinannya adalah sebagai berikut :
a. Penundaan
Pengusutan Pembunuhan Usman
Setelah terbunuhnya Usman, tuntutan para sahabat
terutama yang turuna Umayyah untuk segera mengusut pembunuh Usman juga sangat
kuat. Namun menyadari kondisi pemerintahannya yang masih labil, Ali memilih
untuk menunda pengusutan tersebut, walaupun konsekuensinya, juga sangat berat
bagi pemerintahan Ali sendiri.
b. Mengganti
Pejabat dan Penataan Administrasi
Diantara pemicu terjadinya fitnah dizaman Usman
adalah kecenderungan pemerintahannya yang dianggap nepotis, yang mengangkat
kerabatnya untuk menduduki suatu jabatan tertentu. Hal ini antara lain yang
digugat oleh kaum pemberontak. Ali segera mengambil kebijakan untuk mengganti
gubernur yang diangkat Usman tersebut. Tentulah kebijakan ini dianggap cukup
rawan karena pemberhentian ini bisa memicu pertikaian diranah politik.
Selain kebijakan tersebut, Ali bin Abi Thalib juga
membuat kebijakan lain yang penting, yaitu memberi tunjangan kepada kaum
muslimin yang diambil dari bait al mal, tanpa melihat apakah masuk Islam dulu
atau belakangan, mengatur tata laksana pemerintah untuk mengambil kepentingan
umat, dan menjadikan Kufah sebagai inu kota umat Islam waktu itu.
Berikut adalah
pemberontakan-pemberontakan pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib :
a. Munculnya
Gerakan Oposisi
Pemberontakan ini lebih banyak disebabkan oleh
kebijakan Ali yang mereka tidak sepakati. Yang memprihatinkan adalah perlawanan
itu justru dilkukan oleh para sahabat terkemuka dizaman Rasulullah.
a) Gerakan
Thalhah, Zubeir, dan Aisyah
Thalhah dan Zubeir merupakan dua sahabat besar, dan
sepuluh diantara orang yang dijamin Nabi Muhammad masuk surga. Sedang Aisyah
merupakan istri Nabi yang sangat dicintai. Baik Thalhah maupun Zubeir pada
mulanya menerima Ali sebagai khalifah yang dibuktikan dengan pembaiatan. Namun
belakangan mereka mencabut kembali baiatnya bahkan memerangi Ali, karena Ali
tidak memenuhi tuntutan mereka untuk segera menghukum para pembunuh Usman.
Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun berkobar. Perang ini dikenal dengan nama
“Perang Jamal (Unta)” karena Aisyah dalam pertempuran ini menunggang unta. Ali
berhasil mengalahkan lawannya. Zubair dan Thalhah terbunuh ketika hendak
melarikan diri, sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.
b) Pemberontakan
Mu’awiyah bin Abu Sufyan
Pada saat drama perang Siffin (26 Juli 657 M) yang
mempertemukan kekuatan Muawiyah dan Ali terjadi adu taktik dan kelicikan. Atas
usulan Amr ibn al Ash, Muawiyah
menawarkan perdamaian dengan mengangkat al Qur’an, akhirnya perang
berhenti. Peristiwa ini disebut sebagai tahkim. Tahkim tersebut berakhir dengan
tragis bagi Ali. Kelicikan Amr bin Ash sebagai wakil Muawiyah mampu mengecoh
Abu Musa Al-Asyari, wakil Ali. Di mana Amr menyatakan kejatuhan kekhalifahan
Ali, walaupun sebelumnya mereka sepakat untuk menurunkan keduanya, Ali dan
Muawiyah. Akibat tahkim inilah, sehingga pasukan Ali pecah.
c) Pemberontakan
Orang-orang Khawarij
Sejak peristiwa tahkim pasukan Ali terpecah menjadi
dua kelompok, yaitu kelompok yang setuju dengan tahkim, Syi’ah (pengikut), dan
kelompok yang menolak tahkim, yaitu kaum Khawarij (orang orang yang keluar dari
barisan Ali), karenanya mereka sebenarnya merupakan bagian dari pasukan Ali
dalam menumpas pemberontakan Muawiyah. Mereka berkeyakinan bahwa Ali adalah Amir Al mu’minin dan mereka yang setuju
dengan tahkim, berarti mereka telah melanggar ajaran agama. Ali dan sebagian
pasukannya dinilai telah berani membuat keputusan hukum, yaitu berunding dengan
lawan. Bagi mereka, Ali, Muawiyah, Abu Musa al Asy’ari adalah kafir, sebab
mereka tidak lagi menjadikan al Qur’an sebagai sumber hukum.
Peristiwa pertempuran antara pasukan Ali dan
Khawarij terjadi di Nahrawan tahun 685 M, dan berakhir dengan kemenangan
dipihak Ali. Dan pimpinan mereka, Abdullah bin Wahab Al-Rasibi juga terbunuh.
Kekalahan ini menambah dendam sebagian mereka yang berhasil meloloskan diri,
sehingga mereka berniat membunuh tiga orang yang dianggap biang keladi
perpecahan umat, yaitu Ali, Muawiyah dan Amr bin Ash.
Ibnu Hujam
berhasil memenuhi tugasnya, yaitu membunuh Ali ketika Ia sedang shalat
Subuh di Masjid Kufah. Ali wafat pada tanggal 14 Ramadhan tahun 40H/661 M, atau
sekitar 4 tahun setelah menjadi Khalifah. Maka berakhir pulalah masa masa
khulafaur Rasyidin, yang dimulai sejak sepeninggalan Rasulullah, masa Abu Bakar
Ashshiddiq sampai Khalifah keempat umat Islam, Ali ibn Abi Thalib..