Selasa, 01 Maret 2016

MAKALAH PERADABAN ISLAM MASA KHULAFAURRASYIDIN



BAB II
PEMBAHASAN
2.I Pengertian Khulafaurrasyidin
Kata Khulafa Ar-Rasyidin berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari kata khulafa dan rasyidin. Kata khulafa menunjukkan banyak khalifah, yang mempunyai arti pemimpin dalam arti orang yanng mengganti kedudukan Rasulullah Saw sesudah wafat untuk melindungi agama dan siasat (politik) keduniaan agar setiap orang menepati apa yang telah ditentukan oleh batas-batasnya dalam melaksanakan hukum-hukum syariat agama islam. Dalam arti lain Al-khulafa merupakan pemimpin islam dari kalangan sahabat, pasca Rasulullah SAW wafat.
Adapun kata Rasyidin itu berarti arif dan bijaksana. Jadi, khulafaurrasyidin mempunyai arti pemimpin yang bijaksana sesudah nabi Muhammad wafat. Para Khulafa Ar-Rasyidin itu adalah pemimpin yang arif dan bijaksana. Mereka merupakan pemimpin yang dipilih langsung oleh para sahabat melalui mekanisme yang demokratis. Perjalanan empat khalifah akhirnya dipimpin oleh Abu bakar Shiddiq,Umar Bin Khattab, Usman Bin Affan, dan Ali Bin Abi Thalib.
2.2 Islam Periode Abu Bakar Ash-Shidiq ( 11-13 H / 632-634 M)
A. Riwayat Singkat Abu Bakar Ash-Shiddiq
Abu Bakar Ash-Shiddiq lahir pada tahun 568 M atau 55 tahun sebelum hijrah. Dia merupakan khalifah pertama dari Al-Khulafa'ur Rasyidin, sahabat Nabi Muhammad SAW yang terdekat dan termasuk di antara orang-orang yang pertama masuk Islam (As-Sabiqun Al-Awwalun). Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Abi Kuhafah at-Tamimi. Pada masa kecilnya Abu Bakar bernama Abdul Ka'bah. Kemudian nama itu ditukar oleh Nabi Muhammad SAW menjadi Abdullah bin Kuhafah At-Tamimi.
Gelar Abu Bakar diberikan Rasulullah SAW karena ia seorang yang paling cepat masuk Islam, sedang gelar As-Shiddiq yang berarti 'amat membenarkan' adalah gelar yang diberikan kepadanya karena ia amat segera membenarkan Rasulullah SAW dalam berbagai macam peristiwa, terutama peristiwa "Isra Mikraj". Ayahnya bernama Usman (juga disebut Abi Kuhafah) Ibunya bernama Ummu Khair Salma binti Sakhr. Kedua orang tuanya berasal dari suku Taim, suku yang melahirkan banyak tokoh terhormat.
Abu Bakar adalah seorang pemikir Makkah yang memandang penyembahan berhala itu suatu kebodohan dan kepalsuan belaka, ia adalah orang yang menerima dakwah tanpa ragu dan ia adalah orang pertama yang memperkuat agama Islam serta menyiarkannya. Di samping itu ia suka melindungi golongan lemah dengan hartanya sendiri dan kelembutan hatinya. Abu Bakar juga dikenal mahir dalam ilmu nasab (pengetahuan mengenai silsilah keturunan). Ia menguasai dengan baik berbagai nasab kabilah dan suku-suku arab, bahkan ia juga dapat mengetahui ketinggian dan kerendahan masing-masing dalam bangsa arab.
Abu Bakar As-Shiddiq wafat pada tahun 13 H malam selasa, 7 Jumadil Akhir pada usia 63 tahun. Kekhalifahan Abu Bakar As-Shiddiq berjalan selama 2 tahun 3 bulan dan 10 hari, dan beliau dimakamkan di dekat rumah ‘Aisyah disamping makam Nabi Muhammad SAW.
B. Proses Pengangkatan Khalifah Abu Bakar
Berita wafatnya Nabi Muhammad SAW, bagi para sahabat dan kaum muslimin adalah seperti petir di siang bolong karena sangat cintanya mereka kepada Rasulullah. Apalagi bagi para sahabat yang biasa hidup bersama di bawah asuhannya. Sehingga ketika kabar wafatnya Rasulullah beredar ada orang tidak percaya akan kabar tersebut. Di antaranya adalah Umar bin Khattab yang dengan tegas membantah setiap orang yang membawa kabar wafatnya beliau. Di saat keadaan gempar yang luar biasa ini datanglah Abu Bakar untuk menenangkan kegaduhan itu, ia berkata di hadapan orang banyak; "Wahai manusia, siapa yang menyembah Muhammad, maka Muhammad sudah wafat, dan barang siapa menyembah Allah, Allah hidup tidak akan mati selamanya".
Sejarah mencatat, bahwa masalah yang paling krusial setelah nabi wafat adalah masalah politik, yaitu penentuan siapa yang berhak menggantikan nabi sebagai kepala Negara (khalifah). Begitu penting masalah ini, sehingga penguburan Nabi tertunda. Tentang penggantian Nabi sebagai Rasul sudah di atur oleh wahyu dan memang Muhammad SAW adalah Nabi dan Rasul terakhir, sedangkan penggantian sebagai kepala Negara tidak diatur oleh wahyu dan Nabi pun tidak ada berwasiat. Setelah kaum Muslimin dan para sahabat menyadari tentang wafatnya Rasulullah SAW, maka Abu Bakar dikagetkan lagi dengan adanya perselisihan faham antara kaum Muhajirin dan Anshar tentang siapa yang akan menggantikan Nabi sebagai khalifah kaum Muslimin.
Pihak Muhajirin menghendaki dari golongan Muhajirin dan pihak Anshar menghendaki pihak yang memimpin. Situasi yang memanas dalam pereselisihan di antara kedua pihak tersebut yakni pihak Muhajirin dan Pihak Anshar akhirnya dapat diatasi oleh Abu Bakar, dengan cara Abu Bakar menyodorkan dua orang calon khalifah untuk memilihnya yaitu Umar bin Khattab atau Abu Ubaidah bin Jarrah. Namun keduanya justru menjabat tangan Abu Bakar dan mengucapkan baiat memilih Abu Bakar.
Ada beberapa faktor yang mendasari terpilihnya Abu Bakar sebagai khalifah, yaitu:
1.      Menurut pendapat umum yang ada pada zaman itu, seorang khalifah (pemimpin) haruslah berasal dari suku Quraisy, pendapat ini didasarkan pada hadits Nabi Muhammad SAW yang berbunyi "al-aimmah min Quraisy" (kepemimpinan itu di tangan orang Quraisy.
2.      Sahabat sependapat tentang ketokohan pribadi Abu Bakar sebagai khalifah karena beberapa keutamaan yang dimilikinya, antara ia adalah laki-laki dewasa pertama yang memeluk Islam, ia satu- satunya sahabat yang menemani Nabi SAW pada saat hijrah dari Makkah ke Madinah dan ketika bersembunyi di Gua Tsur, ia yang ditunjuk oleh Rasulullah SAW untuk mengimami shalat pada saat beliau sedang uzur, dan ia keturunan bangsawan, cerdas, dan berakhlak mulia.
3.      Beliau sangat dekat dengan Rasulullah SAW, baik dalam bidang agama maupun kekeluargaan. Beliau seorang dermawan yang mendermakan hartanya untuk kepentingan Islam.
Sebagai khalifah Abu Bakar mengalami dua kali baiat. Pertama di Saqifa Bani Saidah yang dikenal dengan Bai'at Khassah dan kedua di Masjid Nabi Nabawi di Madinah yang dikenal dengan Bai’at A'mmah. Seusai acara pembaitan di Masjid Nabawi, Abu Bakar sebagai khalifah yang baru terpilih berdiri dan mengucapkan pidato. Dalam pidatonya menegaskan totalitas kepribadian dan komitmen Abu Bakar terhadap nilai-nilai Islam dan strategi meraih keberhasilan tertinggi bagi umat sepeninggal Rasulullah. Berikut ucapan Abu Bakar dalam pidatonnya tersebut:
"Wahai manusia! Aku telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu padahal Aku bukanlah orang yang terbaik di antaramu. Maka jikalau Aku dapat menunaikan tugasku dengan baik, bantulah (ikutilah) aku, tetapi jika aku berlaku salah, maka luruskanlah! Orang yang kamu anggap kuat, aku pandang lemah sampai aku dapat mengambil hak dari padanya. Sedangkan orang yang lihat kamu lemah, aku pandang kuat sampai aku dapat mengembalikan haknya kepadanya. Maka hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, namun bilamana aku tiada mematuhi Allah dan Rasul-Nya, kamu tidaklah perlu mentaatiku.”
C. Perkembangan Islam Masa Kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq
Wafatnya nabi mengakibatkan beberapa masalah bagi masyarakat muslim. Beberapa orang Arab yang lemah imannya justru menyatakan murtad, yaitu keluar dari Islam. Mereka melepaskan kesetiaan dengan menolak memberikan bai’at kepada khalifah yang baru dan bahkan menentang agama Islam, karena mereka menganggap bahwa beberapa perjanjian-perjanjian yang dibuat bersama Muhammad dengan sendirinya batal disebabkan kematian nabi. Mereka melakukan riddah, yaitu gerakan pengingkaran terhadap islam. Riddah berarti murtad, beralih agama dari Islam ke kepercayaan semula, secara politis merupakan pembangkangan terhadap lembaga khalifah. Sikap mereka adalah perbuatan makar yang melawan agama dan pemerintahan sekaligus.
Oleh karena itu, khalifah dengan tegas melancarkan operasi pembersihan terhadap mereka. Mula-mula hal itu dimaksudkan sebagai tekanan untuk mengajak mereka kembali ke jalan yang benar, lalu berkembang menjadi perang merebut kemenangan. Tindakan pembersihan juga dilakukan untuk menumas nabi-nabi palsu dan orang-orang yang enggan membayar zakat.
Selama tahun-tahun terakhir kehidupan Nabi Saw, telah muncul nabi-nabi palsu di wilayah Arab bagian selatan dan tengah. Adapun orang-orang yang tidak mau membayar zakat di antaranya karena mereka mengira bahwa zakat adalah serupa pajak yang dipaksakan dan penyerahannya ke perbendaharaan pusat di Madinah yang sama artinya dengan penurunan kekuasaan; suatu sikap yang tidak disukai oleh oleh suku-suku Arab karena bertentangan.
Terhadap semua golongan yang membangkang dan memberontak itu Abu bakar mengambil tindakan tegas. Ketegasan ini didukung oleh mayoritas umat. Untuk menumpas seluruh pemberontakan, ia membentuk sebelas pasukan masing-masing dipimpin oleh panglima perang yang tangguh, seperti Khalid bin Walid, Amr bin Ash, Ikrimah bin Abu Jahal, dan Syurahbil bin Hasanah. Dalam waktu singkat seluruh kekacauan dan pemberontakan yang terjadi dalam negeri dapat ditumpas dengan sukses.
Sesudah memulihkan ketertiban didalam negeri, Abu Bakar lalu mengalihkan perhatiannya untuk memperkuat perbatasan dengan wilayah Persia dan bizantium, yang akhirnya menjurus kepada serangkaian peperangan melawan kedua kekaisaran itu. Tentara islam dibawah pimpinan Musanna dan Khalid Bin Walid ke Syiria, suatu Negara Arab yang dikuasai Romawi timur (Bizantium). Abu bakar mengutus empat orang panglima yaitu Abu Ubaidah, Yazid Bin Abi Sufyan, Amr Bin Ash dan Surahbil. Kemudian umat Islam meraih beberapa kemenangan tersebut.
Pada saat pertempuran di Ajnadain negeri Syam berlangsung, khalifah Abu Bakar menderita sakit, sebelum wafat beliau telah berwasiat kepada para sahabatnya, bahwa khalifah pengganti setelah dirinya adalah umar bin Khattab. hal ini dilakukan guna menghindari perpecahan diantara kaum muslimin. Setelah pemerintahan 2 tahun 3 bulan 10 hari (11 – 13/632 – 634 M), khalifah Abu Bakar wafat pada tanggal 21 jumadil Akhir tahun 13H /22 Agustus 634 Masehi.
Adapun kemajuan yang telah dicapai pada masa pemerintahan Abu Bakar selama kurang lebih dua tahun, antara lain:
1.      Perbaikan sosial (masyarakat)
Perbaikan sosial yang dilakukan Abu Bakar ialah usaha untuk menciptakan stabilitas wilayah Islam dengan berhasilnya mengamankan tanah Arab dari para penyeleweng (orang- orang murtad, nabi- nabi palsu dan orang-orang yang enggan membayar zakat).
2.      Perluasan dan pengembangan wilayah Islam
Adapun usaha yang ditempuh untuk perluasan dan pengembangan wilayah Islam Abu Bakar melakukan perluasan wilayah ke luar Jazirah Arab. Daerah yang dituju adalah Irak dan Suriah yang berbatasan langsung dengan wilayah kekuasaan Islam. Kedua daerah itu menurut Abu Bakar harus ditaklukkan dengan tujuan untuk memantapkan keamanan wilayah Islam dari serbuan dua adikuasa, yaitu Persia dan Bizantium.
3.      Pengumpulan ayat-ayat Al Qur'an
Sedangkan usaha yang ditempuh untuk pengumpulan ayat-ayat Al Qur'an adalah atas usul dari sahabat Umar bin Khattab. Karena alasan Umar yang rasional yaitu banyaknya sahabat penghafal Al Qur'an yang gugur di medan pertempuran dan dikhawatirkan akan habis seluruhnya, Abu Bakar menyetujuinya, dan selanjutnya menugaskan kepada Zaid bin Sabit, penulis wahyu pada masa Rasulullah SAW, untuk mengerjakan tugas pengumpulan itu.
4.      Sebagai kepala negara dan pemimpin umat Islam
Kemajuan yang diemban sebagai kepala negara dan pemimpin umat Islam, Abu Bakar senantiasa meneladani perilaku rasulullah SAW. Bahwa prinsip musyawarah dalam pengambilan keputusan seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW selalu dipraktekkannya. Ia sangat memperhatikan keadaan rakyatnya dan tidak segan-segan membantu mereka yang kesulitan. Terhadap sesama sahabat juga sangat besar perhatiannya. Sahabat yang telah menduduki jabatan pada masa Nabi Muhammad SAW tetap dibiarkan pada jabatannya, sedangkan sahabat lain yang belum mendapatkan jabatan dalam pemerintahan juga diangkat berdasarkan kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki.
5.      Meningkatkan kesejahteraan umat
Sedangkan kemajuan yang dicapai untuk meningkatkan kesejahteraan umum, Abu Bakar membentuk lembaga "Baitul Mal", semacam kas Negara atau lembaga keuangan. Pengelolaannya diserahkan kepada Abu Ubaidah, sahabat Nabi SAW yang digelari "amin al- ummah" (kepercayaan umat). Selain itu didirikan pula lembaga peradilan yang ketuanya dipercayakan kepada Umar bin Khattab. Kebijaksanaan lain yang ditempuh Abu Bakar membagi sama rata hasil rampasan perang (ghanimah).
2.3 Islam Periode Umar Bin Khattab (13-23 H/634-644M)
A. Riwayat Singkat Ummar Bin Khattab
Umar bin Khattab memiliki nama lengkap Umar bin Khathab bin Nufail bin Abd Al-Uzza bin Ribaah bin Abdillah bin Qart bin razail bin ‘Adi bin Ka’ab bin Lu’ay, adalah khalifah kedua yang menggantikan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Umar bin khattab lahir di Mekkah pada tahun 583 M, dua belas tahun lebih muda dari Rasulullah. Umar juga termasuk kelurga dari keturunan Bani Suku Ady (Bani Ady). Suku yang sangat terpandang dan berkedudukan tinggi dikalangan orang-orang Qurais sebelum Islam.
Umar memiliki postur tubuh yang tegap dan kuat, wataknya keras, pemberani dan tidak mengenal gentar, pandai berkelahi, siapapun musuh yang berhadapan dengannya akan bertekuk lutut. Ia memiliki kecerdasan yang luar biasa, mampu memperkirakan hal-hal yang akan terjadi dimasa yang akan datang, tutur bahasanya halus dan bicaranya fasih. Umar bin Khatthab adalah salah satu sahabat terbesar sepanjang sejarah sesudah Nabi Muhammad SAW. Peranan umar dalam sejarah Islam masa permulaan merupakan yang paling menonjol kerena perluasan wilayahnya, disamping kebijakan-kebijakan politiknya yang lain.
Dalam banyak hal Umar bin Khattab dikenal sebagai tokoh yang sangat bijaksana dan kreatif, bahkan genius. Beberapa keunggulan yang dimiliki Umar, membuat kedudukannya semakin dihormati dikalangan masyarakat Arab, sehingga kaum Qurais memberi gelar ”Singa padang pasir”, dan karena kecerdasan dan kecepatan dalam berfikirnya, ia dijuluki ”Abu Faiz”.
B. Proses Pengangkatan Khalifah Ummar Bin Khattab
Pada musim panas tahun 364 M Abu Bakar menderita sakit dan akhirnya wafat pada hari senin 21 Jumadil Akhir 13 H/22 Agustus 634 M dalam usia 63 tahun. Sebelum beliau wafat telah menunjuk Umar bin Khatab sebagai penggantinya sebagai khalifah. Penunjukan ini berdasarkan pada kenangan beliau tentang pertentangan yang terjadi antara kaum Muhajirin dan Anshor. Dia khawatir kalau tidak segera menunjuk pengganti dan ajal segera datang, akan timbul pertentangan dikalangan umat Islam yang mungkin dapat lebih parah dari pada ketika Nabi wafat dahulu.
Dengan demikian, ada perbedaan antara prosedur pengangkatan Umar bin Khatab sebagai khalifah dengan khalifah sebelumnya yaitu Abu Bakar. Umar mendapat kepercayaan sebagai khalifah kedua tidak melalui pemilihan dalam sistem musyawarah yang terbuka, tetapi melalui penunjukan atau wasiat oleh pendahulunya (Abu Bakar). Pada saat itu pula Umar di bai’at oleh kaum muslimin, dan secara langsung beliau diterima sebagai khalifah yang resmi yang akan menuntun umat Islam pada masa yang penuh dengan kemajuan dan akan siap membuka cakrawala di dunia muslim. Beliau diangkat sebagai khlifah pada tahun 13H/634M.
C. Perkembangan Islam Masa Kekhalifahan Umar Bin Khattab
Selama pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium). Saat itu ada dua negara adi daya yaitu Persia dan Romawi. Namun keduanya telah ditaklukkan Islam pada zaman Umar. Sejarah mencatat banyak pertempuran besar yang menjadi awal penaklukan ini.
Pada pertempuran Yarmuk, yang terjadi di dekat Damaskus. Sebanyak 20 ribu pasukan Islam mengalahkan pasukan Romawi yang mencapai 70 ribu dan mengakhiri kekuasaan Romawi di Asia Kecil bagian selatan. Umar melakukan banyak reformasi secara administratif dan mengontrol dari dekat kebijakan publik, termasuk membangun sistem administratif untuk daerah yang baru ditaklukkan. Ia juga memerintahkan diselenggarakannya sensus di seluruh wilayah kekuasaan Islam. Tahun 638, ia memerintahkan untuk memperluas dan merenovasi Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah, dan ia juga memulai proses kodifikasi hukum Islam.
Umar dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana, alih-alih mengadopsi gaya hidup dan penampilan para penguasa di zaman itu, ia tetap hidup sangat sederhana. Pada sekitar tahun ke 17 Hijriah, tahun ke-empat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa hijrah.
Ada beberapa perkembangan peradaban Islam pada masa khalifah Umar bin Khtthab, yang meliputi Sistem pemerintahan (politik), ilmu pengetahuan, sosial, seni, dan agama.
1.      Perkembangan Politik
Pada masa khalifah Umar bin khatab, kondisi politik islam dalam keadaan stabil, usaha perluasan wilayah Islam memperoleh hasil yang gemilang. Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Kekuasaan Islam sampai ke Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yangmmengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium).
Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah propinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Pada masa Umar bin khatab mulai dirintis tata cara menata struktur pemerintahan yang bercorak desentralisasi. Mulai sejak masa Umar, pemerintahan dikelola oleh pemerintahan pusat dan pemerintahan propinsi. Karena telah banyak daerah yang dikuasai Islam maka sangat membutuhkan penataan administrasi pemerintahan, maka khalifah Umar membentuk lembaga pengadilan, dimana kekuasaan seorang hakim (yudikatif) terlepas dari pengaruh badan pemerintahan (eksekutif).
Pada masa Umar ibn Khatab juga mulai berkembang suatu lembaga formal yang disebut lembaga penerangan dan pembinaan hukum Islam. Dimasa ini juga terbentuknya sistem atau badan kemiliteran. Pada masa khalifah Umar bin Khattab ekspansi Islam meliputi daerah Arabia, syiria, Mesir, dan Persia. Karena wilayah Islam bertambah luas maka Umar berusaha mengadakan penyusunan pemerintah Islam dan peraturan pemerintah yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

2.      Perkembangan Ekonomi
Pada masa ini mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Umar juga mendirikan Baital-Mal, menempa mata uang, dan membuat tahun hijriah. Dan menghapuskan zakat bagi para Mu’allaf. Ada beberapa kemajuan dibidang ekonomi antara lain :
1)      Al kharaj, kaum muslimin diberi hak menguasai tanah dan segala sesuatu yang didapat dengan berperang. Umar mengubah peraturan ini, tanah-tanah itu harus tetap dalam tangan pemiliknya semula, tetapi bertalian dengan ini diadakan pajak tanah (Al kharaj).
2)      Ghanimah, semua harta rampasan perang (ghanimah), dimasukkan kedalam Baitul Maal Sebagai salah satu pemasukan Negara untuk membantu rakyat.
3)      Pemerataan zakat, Umar bin Khatab juga melakukan pemerataan terhadap rakyatnya dan meninjau kembali bagian-bagian zakat yang diperuntukkan kepada orang-orang yang diperjinakan hatinya (al-muallafatu qulubuhum).
4)      Lembaga perpajakan, Ketika wilayah kekuasaan Islam telah meliputi wilayah Persia, Irak dan Syria serta Mesir, yang menjadi persoalan adalah pembiayaan, baik yang menyangkut biaya rutin pemerintah maupun biaya tentara yang terus berjuang menyebarkan Islam ke wilayah tetangga lainnya. Oleh karena itu, dalam kontek ini Ibnu Khadim mengatakan bahwa institusi perpajakan merupakan kebutuhan bagi kekuasaan raja yang mengatur pemasukan dan pengeluaran.

3.      Perkembangan Pengetahuan.
Dengan meluasnya wilayah Islam sampai keluar Jazirah Arab, nampaknya khalifah memikirkan pendidikan Islam didaerah-daerah yang baru ditaklukkan itu. Untuk itu Umar bin Khatab memerintahkan para panglima perangnya, apabila mereka berhasil menguasai satu kota, hendaknya mereka mendirikan Mesjid sebagai tempat ibadah dan pendidikan.
Berkaitan dengan masalah pendidikan ini, khalifah Umar bin Khatab merupakan seorang pendidik yang melakukan penyuluhan pendidikan di kota Madinah, beliau juga menerapkan pendidikan di mesjid-mesjid dan pasar-pasar serta mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk tiap-tiap daerah yang ditaklukkan itu, mereka bertugas mengajarkan isi Al-Quran dan ajaran Islam lainnya seperti fiqh kepada penduduk yang baru masuk Islam, Pada masa ini telah terjadi mobilitas penuntut ilmu dari daerah-daerah yang jauh dari madinah, sebagai pusat agama Islam.
            Dengan demikin pelaksanaan pendidikan di masa khalifah Umar bin Khattab labih maju, karena selama Umar memerintah Negara berada dalam keadaan stabil dan aman. Ini sebabnya telah ditetapkannya masjid sebagai pusat pendidikan, juga telah terbentuknya pusat-pusat pendidikan Islam di berbagai kota dengan materi yang dikembangkan, baik dari ilmu segi bahasa, menulis dan pokok ilmu-ilmu lainnya.
4.      Perkembangan Sosial
Pada masa khalifah Umar bin Khattab, ahli Al-Dzimmah yaitu penduduk yang memeluk agama selain Islam dan berdiam di wilayah kekuasaan Islam. Mereka mendapatkan perhatian, pelayanan serta perlindungan pada masa Umar. Pada masa Umar sangat memperhatikan keadaan sekitarnya, seperti kaum fakir, miskin dan anak yatim piatu,juga mendapat perhatian dari Umar bin Khattab.
5.      Perkembangan agama
Di zaman kepemimpinan Umar bin Khattab, wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestian, Syria, sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir. Dalam kata lain Islam pada masa ini sudah mulai kondusif, dikarenakan kepemimpinannya yang loyal, adil, dan bijaksana. Pada masa ini Islam mulai merambah ke dunia luar, yaitu dengan menaklukan Negara-negara yang kuat, agar Islam dapat tersebar ke penjuru dunia.

2.4 Islam Periode Khalifah Usman Bin ‘Affan (23-36H/644-656)
A. Biografi Khalifah Usman Bin ‘Affan
Usman bin ‘Affan lahir pada tahun 576 M di Thaif. Ibunya adalah Urwah, putrinya Ummu Hakim Al-Baidha, putri Abdul Muttalib, nenek nabi SAW. Ayahnya ‘Affan adalah seorang saudagar yang kaya raya dari suku Quraisy Umayyah. Ia dilahirkan dan tumbuh dewasa ditengah lingkungan kaum Quraisy, suku yang paling terhormat di Makkah. Setelah dewasa ia menikahi putri Rosulullah, sayyidah Ruqayyah r.a., dan ketika Ruqayyah meninggal karena sakit yang dideritanya, Rosulullah menikahkan Usman dengan Ummu kulsum r.a. usia pernikahan Usman dengan Ummu kulsum pun tidak berlangsung lama, karena pada tahun kesembilan hijriyah Allah memanggil Ummu kulsum keharibaan-Nya. Karena beliau menikah dengan dua orang putri Rosulullah SAW, yaitu Roqayyah dan Ummu kulsum, sehingga ia mendapat julukan Dzu al-Nurain. Selama hidupnya, Usman pernah menikah dengan delapan wanita. Dari pernikahan itu ia dikaruniai sembilan putra dan enam putri.
Sejak sebelum masuk islam ia memang terkenal sebagai seorang pedagang yang sangat kaya raya. Ia bukan saja salah seorang sahabat terdekat Nabi, juga salah seorang penulis wahyu dan sekretarisnya. Ia berjuang bersama Rosulullah hijrah kemana saja nabi hijrah atau disuruh hijrah oleh nabi, dan berperang pada setiap peperangan kecuali perang Badar yang itupun atas perintah nabi untuk menunggui istrinya, Roqayyah yang sedang sakit keras. Sebagai seorang hartawan, Usman menghabiskan hartanya demi penyebaran dan kehormatan agama islam serta kaum muslim. Selain menyumbang biaya-biaya perang dengan angka yang sangat besar, juga pembangunan kembali Masjid al-Haram (Mekah) dan Masjid al-Nabawi (Madinah). Usman juga berperan aktif sebagai perantara dalam perjanjian Hudaybiyah sebagai utusan nabi.


B. Proses Pengangkatan Khalifah Usman Ibn Affan
Seperti janji yang dikatakan khalifah Umar dalam pidato inagurasinya sebagai khalifah, dia telah membentuk majlis khusus untuk pemilihan khalifah berikutnya. Majelis atau panitia pemilihan itu terdiri dari enam sahabat dari berbagai kelompok social yang ada. Mereka adalah Ali bin Abi thalib, Usman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Zubair, Sa’ad bin Abi waqas, dan Thalhah. Namun pada saat pemilihan berlangsung, Thalhah tidak sempat hadir, sehingga lima dari enam anggota panitia yang melakukan pemilihan.Menjelang wafatnya Umar bin khattab, ia membuat tim formatur untuk memilih calon khalifah. Akhirnya Usman ibn ‘Affan terpilih menjadi khalifah III dari Al-Khulafa Al-Rasyidin pengganti Umar.
Dalam sebuah riwayat menyebutkan bahwa Abd al-Rahman ibn ‘Auf sebagai ketua tim pelaksanaan pemilihan khalifah, pasca wafatnya Umar ibn Khattab, berkata kepada Usman ibn ‘Affan disuatu tempat sebagai berikut: Jika saya tidak memba’yarmu (usman) maka siapa yang kau usulkan? Ia (usman) berkata “Ali”. Kemudian ia (Abd al-Rahman bin Auf) berkata kepada Ali, jika saya tidak memba’iatmu, maka siapa yang kau usulkan untuk dibai’at? Ali berkata, “Usman”. Kemudian Abd al- Rahman bin Auf bermusyawarah dengan tokoh-tokoh lainnya, ternyata mayoritas memilih Usman sebagai khalifah. Memperhatikan percakapan dari dua sahabat tersebut, maka tampaklah bahwa sesungguhnya Usman dan Ali tidak ambisius menjadi khalifah, justru keduanya saling mempersilahkan untuk menentukan khalifah secara musyawarah.
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Abdurrahman bin Auf berkata kepada Ali sambil memegang tangannya,”engkau punya hubungan kerabat dengan Rosulullah dan sebagaimana diketahui, engkau lebih dulu masuk islam. Demi Allah jika aku memilihmu, engkau mesti berbuat adil. Dan jika aku memilih Usman, engkau mesti patuh dan taat.” Kemudian Ibn Auf menyampaikan hal yang sama kepada lima sahabat lainnya. Setelah itu ia berkata kepada Usman, “aku membaiatmu atas nama sunnah Allah dan Rosul-Nya, juga dua khalifah sesudahnya.” Usman berkata, ”baiklah.” Abdurrahman langsung membaiatnya saat itu juga diikuti oleh para sahabat dan kaum muslim. Orang kedua yang membaiat Usman adalah Ali bin Abi Thalib. Dengan demikian kaum muslim bersepakat menerima Usman sebagai khalifah setelah Umar bin Khattab. Haris bin Mudhrab berkata,”aku berjanji pada masa Umar, kaum muslim itu tidak merasa ragu bahwa khalifah berikutnya adalah Usman.”
C. Perkembangan Islam Masa Kekhalifahan Usman bin Affan
1. Pembukuan Al-Qur’an
Setelah kaum muslim bersepakat membaiat Usman bin Affan sebagai khalifah ketiga, ketika ditinggalkan oleh Umar bin Khattab, umat islam berada dalam keadaan yang makmur dan bahagia. Kawasan dunia muslimpun telah bertambah luas. Dan ketika Usman menjabat sebagai khalifah, ia meneruskan sebagianbesar garis politik Umar. Ia melakukan berbagai Ekspedisi untuk mendapatkan wilayah-wilayah baru. Perluasan itu memunculkan situasi sosial yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Salah satu hal yang muncul akibat perluasan wilayah islam adalah munculnya berbagai perbedaan qira’ah Al-Qur’an. Itu karena setiap daerah memiliki dialeg bahasa tersendiri, dan setiap kelompok umat islam mengikuti qiroah para sahabat terkemuka.
Pada akhir 24 H awal 25 H, Usman mengumpulkan para sahabat lalu empat orang diantara mereka menyusun mushaf yang akan menjadi rujukan umat islam. Keempat kodifikasi panitia itu adalah para penghafal al-Qur’an yang telah dikenal baik yaitu Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said ibn al-Ash dan Abdurrahman ibn al-Harist ibn Hisyam. Panitia kodifikasi itu bekerja sangat cermat dan hati-hati.mereka menghimpun berbagai qiraah yang ada ditengah umat kemudian memilih salah satunya yang dianggap paling dipercaya. Mereka langsung menuliskan dalam satu mushaf lafal atau bacaan yang disepakati bersama. Yang tersusun rapi dan sistematis. Panitia kodifikasi Al-qur’an bekerja dengan cermat, teliti, dan hati-hati sehingga menghasilkan sebuah mushaf.
2. Masa Pemerintahan
Masa pemerintahan Usman adalah yang terpanjang dari semua khalifah di zaman para Khalifah Rasyidah, yaitu 12 tahun, tetapi sejarah mencatat tidak seluruh masa kekuasannya menjadi saat yang baik dan sukses baginya. Para pencatat sejarah membagi masa pemerintahan Utsman menjadi dua periode, yaitu pada periode kemajuan dan periode kemunduran sampai ia terbunuh.
1)      Periode I
pemerintahan Usman membawa kemajuan luar biasa berkat jasa panglima yang ahli dan berkualitas dimana peta Islam sangat luas dan bendera Islam berkibar dari perbatasan Aljazair (Barqah Tripoli, Syprus di front al-maghrib bahkan ada sumber menyatakan sampai ke Tunisia). Di Al-Maghrib, diutara sampai ke Aleppo dan bagian Asia kecil, di Timur laut sampai ke Ma wara al-Nahar – Transoxiana, dan di Timur seluruh Persia bahkan sampai diperbatasan Balucistan (sekarang wilayah Pakistan), serta Kabul dan Ghazni. Selain itu ia juga berhasil membetuk armada laut dengan kapalnya yang kokoh dan menghalau serangan-serangan di laut tengah yang dilancarkan oleh tentara Bizantium dengan kemenangan pertama kali dilaut dalam sejarah islam.
2)      periode II
 Kekuasaannya identik dengan kemunduran, kemunduran dengan huruhara dan kekacauan yang luar biasa sampai ia wafat. Sebagian ahli sejarah menilai bahwa Usman melakukan nepotisme. Ia mengangkat sanak saudaranya dalam jabatan-jabatan strategis yang paling besar dan paling banyak menyebabkan suku-suku dan kabila-kabila lainnya merasakan pahitnya tindakan Usman tersebut. Namun pada kenyataannya bukan seperti apa yang telah dituduhkan kepada Usman, dengan berbagai alasan yang dapat dicatat atau digaris bawahi bahwa usman tidak melakukan nepotisme,diantaranya :
a)      Para gubernur yang diangkat oleh Usman tidak semuanya family usman. Ada yang saudara atau anak asuh,ada yang saudara susuan, ada pula saudara tiri.
b)      Ia mengangkat familinya tentunya atas pertimbangan dari beberapa faktor yang melatarbelakanginya.
c)      Meskipun sebagian pejabat diangkat dari kalangan family, namun mereka semuanya punya reputasi yang tinggi dan memiliki kemampuan. Hanya saja factor ekonomi yang menyatukan untuk memprotes guna memperoleh hak mereka.
Situasi ini dimanfaatkan oleh orang oportunis menyebarkan isu sebagai modal bahwa usman telah memberikan jabatan-jabatan penting dan strategis kepada family. Melihat fakta-fakta tersebut,jelas bahwa nepotisme Usman tidak terbukti. Karena pengangkatan saudara-saudaranya itu berangkat dari profesionalisme kinerja mereka dilapangan. Akan tetapi memang pada masa akhir kepemimpinan Usman para gubernur yang diangkat tersebut bertindak sewenang- wenang terutama dalam bidang ekonomi. Mereka diluar kontrol usman yang memang sudah berusia lanjut sehingga rakyat menganggap hal tersebut sebagai kegagalan Usman.
            Pada tahun 35H/656M, Usman di bunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang oportunis itu. Mereka mengepung rumah khalifah, dan membunuhnya ketika sedang membaca Alquran. Menurut lewis, pusat oposisi sebenarnya adalah di Madinah sendiri. Di sini Thalhah, Zubair, dan ‘Amr membuat perlawanan rahasia melawan khalifah, dengan memanfaatkan para pemberontak yang datang ke Madinah untuk melampiaskan rasa dendamnya yang meluap-luap itu.
2.5 Islam Periode Ali Bin Abi Thalib (36-41 M/656-651H)
A. Riwayat Singkat Ali Bin Abi Thalib
            Ali bin Abi Thalib nama lengkapnya adalah Ali bin Abi Thalib bin Abdul Mutthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf. Ia dilahirkan 32 tahun setelah kelahiran rasulullah SAW. Sejak usia kecil Ali bin Abi Thalib diasuh oleh Nabi Muhammad SAW. Ia diasuh sebagai anak kandung nabi sendiri. Hal ini dilakukan Rasulullah SAW untuk meringankan beban yang diderita keluarga pamannya seteelah bencana besar yang melanda kota Mekah. Dengan demikian Ali bin Abi Thalib tumbuh menjadi anak yang baik dan cerdas di bawah asuhan Rasulullah SAW. Beliau selalu memberikan kasih sayang yang besar kepadanya, sebagaimana yang ia berikan kepada anak-anaknya. Ketika NAbi Muhammad SAW diangkat menjadi nabi dan rasul, Ali bin Abi Thalib adalah orang pertama dari kalangan anak-anak yang menyatakan keislamannya, serta selalu berada di sisi Raasulullah karena sejak kecil selalu berada di bawah asuhan Rasul, maka tak heran kalau kemudian ia memiliki sifat-sifat terpuji, saleh, sabar, dan bijaksana. Kesetiaanya kepada Nabi SAW tidak diragukan lagi. Keberaniannya telah teruji pada saat peristiwa menjelang hijrah Nabi SAW ke Madinah.
B. Proses Pengangkatan Khalifah Ali bin Abi Thalib
Setelah meninggalnya khalifah Usman bin Affan, masyarakat muslim di Madinah menjadi bingung, mereka seolah-olah kehilangan tokoh yang akan menggantikan kedudukan Usman bin Affan. Pada saat itu ada lima orang yang dicalonkan. Namun  dua diantaranya telah menyatakan ketidak sediaannya, yaitu sa’ad bin Abi waqqs dan Ibnu Umar, sehingga calon yang diharapkan tinggal Ali, Thalhah dan Zuheir. Ali tampaknya yang paling kuat diantara calon yang ada, disamping Ia yang lebih dulu masuk Islam, juga kedekatan kekerabatannya dengan Nabi merupakan poin tersendiri. Bahkan kenyataan juga menunjukkan bahwa Ali juga merupakan salah seorang calon kuat ketika Usman diangkat menjadi khalifah, maka ketika kaum pemberontak mengumpulkan penduduk Madinah dan mendesak mereka untuk memilih khalifah, maka Ali lah yang serentak mereka pilih.
Ali bin Abi Thalib semula menolak usulan tersebut dan tidak mau menerima jabatan khalifah. Alasannya, situasinya kurang tepat, karena banyak terjadi kerusuhan dimana-mana. Situasi ini harus diatasi terlebih dahulu baru membicarakan masalah kepemimpinan. Namun, ia terus mendapat desakan dari para pengikutnya, akhirnya tawaran untuk menduduki jabatan khalifah diterima. Tepat pada tanggal 23 Juni 656 M. Semua orang yang menginginkan jabatan khalifah dipegang Ali bin Abi Thalib, mereka melakukan sumpah setia kepada beliau. Sejak saat itulah beliau menjadi penguasa Islam yang baru menggantikn Usman bin Affan.
C. Perkembangan Islam Masa Kekhalifahan Ali Bin Abi Thalib
            Meskipun banyak pergolakan pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib, banyak hal yang dilakukan dalam usaha pengembangan Islam, baik dalam pengembangan social, politik, militer, dan ilmu pengetahuan. Situasi umat Islam pada masa khalifah Ali sudah sangat jauh berbeda dari masa sebelumnya. Usaha-usaha khalifah Ali bin Abi Thalib dalam mengatasi pergolakan tersebut tetap dilakukannya, meskipun dmendapat tantangan yang luar biasa. Semua itu berrtujuan agar masyarakat merasa aman, tentram dan sejahtera.
            Adapun usaha-usaha yang dilakukan khalifah Ali bin Abi Thalib di masa kepemimpinannya adalah sebagai berikut :
a.       Penundaan Pengusutan Pembunuhan Usman
Setelah terbunuhnya Usman, tuntutan para sahabat terutama yang turuna Umayyah untuk segera mengusut pembunuh Usman juga sangat kuat. Namun menyadari kondisi pemerintahannya yang masih labil, Ali memilih untuk menunda pengusutan tersebut, walaupun konsekuensinya, juga sangat berat bagi pemerintahan Ali sendiri.
b.      Mengganti Pejabat dan Penataan Administrasi
Diantara pemicu terjadinya fitnah dizaman Usman adalah kecenderungan pemerintahannya yang dianggap nepotis, yang mengangkat kerabatnya untuk menduduki suatu jabatan tertentu. Hal ini antara lain yang digugat oleh kaum pemberontak. Ali segera mengambil kebijakan untuk mengganti gubernur yang diangkat Usman tersebut. Tentulah kebijakan ini dianggap cukup rawan karena pemberhentian ini bisa memicu pertikaian diranah politik.
Selain kebijakan tersebut, Ali bin Abi Thalib juga membuat kebijakan lain yang penting, yaitu memberi tunjangan kepada kaum muslimin yang diambil dari bait al mal, tanpa melihat apakah masuk Islam dulu atau belakangan, mengatur tata laksana pemerintah untuk mengambil kepentingan umat, dan menjadikan Kufah sebagai inu kota umat Islam waktu itu.
            Berikut adalah pemberontakan-pemberontakan pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib :
a.       Munculnya Gerakan Oposisi
Pemberontakan ini lebih banyak disebabkan oleh kebijakan Ali yang mereka tidak sepakati. Yang memprihatinkan adalah perlawanan itu justru dilkukan oleh para sahabat terkemuka dizaman Rasulullah.
a)      Gerakan Thalhah, Zubeir, dan Aisyah
Thalhah dan Zubeir merupakan dua sahabat besar, dan sepuluh diantara orang yang dijamin Nabi Muhammad masuk surga. Sedang Aisyah merupakan istri Nabi yang sangat dicintai. Baik Thalhah maupun Zubeir pada mulanya menerima Ali sebagai khalifah yang dibuktikan dengan pembaiatan. Namun belakangan mereka mencabut kembali baiatnya bahkan memerangi Ali, karena Ali tidak memenuhi tuntutan mereka untuk segera menghukum para pembunuh Usman. Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun berkobar. Perang ini dikenal dengan nama “Perang Jamal (Unta)” karena Aisyah dalam pertempuran ini menunggang unta. Ali berhasil mengalahkan lawannya. Zubair dan Thalhah terbunuh ketika hendak melarikan diri, sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.
b)      Pemberontakan Mu’awiyah bin Abu Sufyan
Pada saat drama perang Siffin (26 Juli 657 M) yang mempertemukan kekuatan Muawiyah dan Ali terjadi adu taktik dan kelicikan. Atas usulan Amr ibn al Ash, Muawiyah  menawarkan perdamaian dengan mengangkat al Qur’an, akhirnya perang berhenti. Peristiwa ini disebut sebagai tahkim. Tahkim tersebut berakhir dengan tragis bagi Ali. Kelicikan Amr bin Ash sebagai wakil Muawiyah mampu mengecoh Abu Musa Al-Asyari, wakil Ali. Di mana Amr menyatakan kejatuhan kekhalifahan Ali, walaupun sebelumnya mereka sepakat untuk menurunkan keduanya, Ali dan Muawiyah. Akibat tahkim inilah, sehingga pasukan Ali pecah. 
c)      Pemberontakan Orang-orang Khawarij
Sejak peristiwa tahkim pasukan Ali terpecah menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang setuju dengan tahkim, Syi’ah (pengikut), dan kelompok yang menolak tahkim, yaitu kaum Khawarij (orang orang yang keluar dari barisan Ali), karenanya mereka sebenarnya merupakan bagian dari pasukan Ali dalam menumpas pemberontakan Muawiyah. Mereka berkeyakinan bahwa Ali adalah Amir Al mu’minin dan mereka yang setuju dengan tahkim, berarti mereka telah melanggar ajaran agama. Ali dan sebagian pasukannya dinilai telah berani membuat keputusan hukum, yaitu berunding dengan lawan. Bagi mereka, Ali, Muawiyah, Abu Musa al Asy’ari adalah kafir, sebab mereka tidak lagi menjadikan al Qur’an sebagai sumber hukum.
Peristiwa pertempuran antara pasukan Ali dan Khawarij terjadi di Nahrawan tahun 685 M, dan berakhir dengan kemenangan dipihak Ali. Dan pimpinan mereka, Abdullah bin Wahab Al-Rasibi juga terbunuh. Kekalahan ini menambah dendam sebagian mereka yang berhasil meloloskan diri, sehingga mereka berniat membunuh tiga orang yang dianggap biang keladi perpecahan umat, yaitu Ali, Muawiyah dan Amr bin Ash.
Ibnu Hujam  berhasil memenuhi tugasnya, yaitu membunuh Ali ketika Ia sedang shalat Subuh di Masjid Kufah. Ali wafat pada tanggal 14 Ramadhan tahun 40H/661 M, atau sekitar 4 tahun setelah menjadi Khalifah. Maka berakhir pulalah masa masa khulafaur Rasyidin, yang dimulai sejak sepeninggalan Rasulullah, masa Abu Bakar Ashshiddiq sampai Khalifah keempat umat Islam, Ali ibn Abi Thalib..

1 komentar: