BAB
I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
DPD adalah
sebuah lembaga perwakilan seperti halnya DPR yang mewakili masyarakat pada
wilayah tertentu. Seluruh anggota MPR yang sekarang adalah hasil Pemilu. DPD
merupakan alternatif baru bagi bentuk “utusan daerah” di MPR, yang lebih
merepresentasi-kan kepentingan daerah. Bila pada MPR sistem yang lama anggota
utusan daerah merupakan hasil pemilihan eksklusif anggota DPRD Provinsi, maka
anggota DPD dipilih melalui Pemilu melalui sistem distrik berwakil banyak. Dalam
sisitem ini, masyarakat langsung memilih nama kandidat, yang memang disyaratkan
untuk independen (bukan pengurus Partai Politik).
Sejalan
dengan tuntutan demokrasi guna memenuhi rasa keadilan masyarakat di daerah,
memperluas serta meningkatkan semangat dan kapasitas partisipasi daerah dalam
kehidupan nasional; serta untuk memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia,
maka dalam rangka pembaharuan konstitusi, MPR RI membentuk sebuah lembaga
perwakilan baru, yakni Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI).
Pembentukan DPD RI ini dilakukan melalui perubahan ketiga Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) pada bulan November 2001.
Sejak
perubahan itu, maka sistem perwakilan dan parlemen di Indonesia berubah dari
sistem unikameral menjadi sistem bikameral. Perubahan tersebut tidak terjadi
seketika, tetapi melalui tahap pembahasan yang cukup panjang baik di masyarakat
maupun di MPR RI, khususnya di Panitia Ad Hoc I. Proses perubahan di MPR RI
selain memperhatikan tuntutan politik dan pandangan-pandangan yang berkembang
bersama reformasi, juga melibatkan pembahasan yang bersifat akademis, dengan
mempelajari sistem pemerintahan yang berlaku di negara-negara lain khususnya di
negara yang menganut paham demokrasi.
Dalam proses
pembahasan tersebut, berkembang kuat pandangan tentang perlu adanya lembaga
yang dapat mewakili kepentingan-kepentingan daerah, serta untuk menjaga
keseimbangan antar daerah dan antara pusat dengan daerah, secara adil dan
serasi. Gagasan dasar pembentukan DPD RI adalah keinginan untuk lebih
mengakomodasi aspirasi daerah dan sekaligus memberi peran yang lebih besar
kepada daerah dalam proses pengambilan keputusan politik untuk hal-hal
terutama yang berkaitan langsung dengan kepentingan daerah. Keinginan tersebut
berangkat dari indikasi yang nyata bahwa pengambilan keputusan yang
bersifat sentralistik pada masa lalu ternyata telah mengakibatkan ketimpangan
dan rasa ketidakadilan, dan diantaranya juga memberi indikasi ancaman keutuhan
wilayah negara dan persatuan nasional. Keberadaan unsur Utusan Daerah dalam
keanggotaan MPR RI selama ini (sebelum dilakukan perubahan terhadap
Undang-Undang Dasar 1945) dianggap tidak memadai untuk menjawab
tantangan-tantangan tersebut.
I.2 Rumusan Masalah
1. Apa
tujuan dibentuknya lembaga perwakilan DPD?
2. Bagaimana
peran dari lembaga perwakilan DPD?
3. Apa
permasalahan yang dihadapi oleh lembaga perwakilan DPD?
4. Bagaimana
cara yang ditempuh lembaga perwakilan daerah DPD menyelesaikan permasalahan
tersebut?
I.3 Tujuan
1. Untuk
mengetahui tujuan dari dibentuknya lembaga perwakilan DPD.
2. Untuk
mengetahui peran dari lembaga perwakilan daerah.
3. Untuk
mengetahui permasalahan yang dihadapi oleh lembaga perwakilan DPD.
4. Untuk
mengetahui cara yang ditempuh lembaga perwakilan DPD menyelesaikan masalah
tersebut.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Tujuan Dibentuknya DPD
Adanya reformasi yang digulirkan
tahun 1998 yang dipelopori oleh mahasiswa telah berhasil merubah UUD 1945 untuk
menyempurnakan aturan dasar mengenai ketatanegaraan yang lebih menjamin kedaulatan
rakyat dan perkembangan demokrasi modern. Salah satu perubahan yang cukup
signifikan adalah dibentuknya Lembaga Dewan Perwakilan Daerah Republik
Indonesia (DPD RI). Dibentuknya DPD RI itu dimaksudkan untuk memperkuat ikatan
daerah-daerah dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan
memperteguh persatuan kebangsaan seluruh daerah-daerah. Juga untuk meningkatkan
agregasi dan akomodasi aspirasi dan kepentingan daerah-daerah dalam perumusan
kebijakan nasional berkaitan dengan negara dan daerah-daerah. Disamping itu
untuk mendorong percepatan demokrasi, pembangunan dan kemajuan daerah-daerah
secara serasi dan seimbang untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Sementara
dasar pertimbangan teoritis dibentuknya DPD antara lain adalah untuk membangun
mekanisme kontrol dan keseimbangan (check and balances) antar cabang
kekuasaan negara dan antar lembaga legislatif sendiri.
Namun, dalam perjalanannya, sangat
dirasakan bahwa fungsi dan wewenang sebagaimana tercantum dalam pasal 22 D UUD
1945 setelah amandemen sulit mewujudkan maksud dan tujuan pembentukan DPD RI.
Demikian juga sulit bagi anggota DPD RI untuk mempertanggungjawabkan secara
moral dan politik kepada pemilih dan daerah pemilihannya. Pasal 22 D tersebut
juga tidak dapat mencerminkan prinsip checks and balances antara dua
lembaga perwakilan (legislatif). Padahal, DPD RI sebagai lembaga negara
memiliki legitimasi yang sangat kuat karena anggotanya dipilih secara langsung
oleh rakyat. Sebagai lembaga negara, tentunya DPD RI harus memiliki kedudukan
yang sama dengan lembaga negara lainnya, yang membedakannya adalah fungsi dan
tugasnya. Karena mengalami keterbatasan itu, wajarlah apa yang dilakukan DPD RI
untuk penguatan peran dan kewenangannya.
2.2 Peran
Lembaga Perwakilan DPD
2.2.1 Kedudukan
Lembaga DPD
Pasal 22D UUD 1945 sangat melemahkan peran DPD dalam bidang legislasi
karena hanya memberikan wewenang sangat terbatas. Dalam pasal 40 diatur bahwa
DPD merupakan lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai lembaga
Negara.
2.2.2 Fungsi Lembaga DPD
DPD merupakan lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai lembaga
Negara dan mempunyai fungsi: Pengajuan usul, ikut dalam pembahasan dan
memberikan pertimbangan yang berkaitan dengan bidang legislasi tertentu,
Pengawasan atas pelaksanaan undang-undang tertentu (UU No.22 Tahun 2003 Pasal
41).
2.2.3 Visi dan Misi DPD
Konsensus politik bangsa Indonesia melalui reformasi
1998 telah menghasilkan perubahan struktur ketatanegaraan Indonesia yang
dituangkan dalam konstitusi. Perubahan tersebut antara lain menghadirkan Dewan
Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) sebagai lembaga perwakilan selain
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI)
Lembaga DPD RI dibentuk melalui Perubahan Ketiga UUD
1945 tahun 2001 dalam rangka penguatan kelembagaan dari semula hanya setingkat
Fraksi Utusan Daerah di MPR RI untuk mengatasi masalah hubungan pusat-daerah
dan memperkuat ikatan daerah-daerah dalam NKRI serta membangun mekanisme check
and balances antar cabang kekuasaan negara dan dalam cabang kekuasaan legislatif
itu sendiri.
Berdasarkan hal tersebut maka visi DPD RI adalah
sebagai berikut :
Menjadikan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia sebagai lembaga
perwakilan yang mampu secara optimal dan akuntabel memperjuangkan aspirasi
daerah untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan negara
kesatuan Republik Indonesia
Berdasarkan visi tersebut, rumusan misi DPD RI
disepakati sebagai berikut:
1. Memperkuat kewenangan DPD RI melalui amandemen UUD 1945;
2. Mengoptimalkan pelaksanaan fungsi legislasi, pengawasan dan penganggaran
sesuai kewenangan yang ditetapkan oleh UUD 1945 dan Undang-Undang;
3. Memperkuat kapasitas pelaksanaan fungsi representasi yang mencakup
penampungan dan penindaklanjutan aspirasi daerah dan pengaduan masyarakat serta
peningkatan pemahaman masyarakat tentang kelembagaan DPD RI dalam rangka
akuntabilitas publik;
4. Meningkatkan hubungan dan kerjasama dengan lembaga-lembaga
negara/pemerintah dan non pemerintah di dalam negeri dan lembaga perwakilan
negara-negara sahabat termasuk masyarakat parlemen internasional;
5. Meningkatkan kinerja dan kapasitas kelembagaan baik yang menyangkut
tampilan perorangan para anggota DPD RI maupun pelaksanaan fungsi
kesekretariatan jenderal termasuk tunjangan fungsional/keahlian.
2.2.4 Tugas dan Wewenang Lembaga DPD
(UUD 1945 Pasal 22D dan UU No.22 Tahun 2003 Pasal
42,43 dan 45)
(1)
Dewan
Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan
undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelelolaan sumber daya
alam dan suimber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan
keuangan pusat dan daerah.
(2)
Dewan
Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan
dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan
penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya; serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan
pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang
anggaraan pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan pajak, pendidikan , dan agama.
(3)
Dewan
Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang
mengenai: otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah,
hubungan pusat dan daerah, pengelelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak,
pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasan itu kepada Dewan
Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
(4)
Anggota
Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat
dan tata caranya diatur dalam undang-undang.
Berbagai hal tentang tugas dan wewenang DPD ini
kemudian diatur lebih lanjut dalam UU No 22 Tahun 2003 Pasal 42, Pasal 43,
Pasal 44, Pasal 46, Pasal 47 yakni sebagai berikut:
Pasal 42:
(1)
DPD dapat mengajukan
kepada DPR rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran, dan penggabungan daerah,
pengelelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya serta yang
berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
(2)
DPD mengusulkan
rancangan undang-undang sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) kepada DPR dan
DPR mengundang DPD untuk membahas sesuai tata tertib DPR.
(3)
Pembahasan rancangan
undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sebelum DPR membahas
rancangan undang-undang dimaksud pada ayat (1) dengan pemerintah.
Pasal 43:
(1)
DPD ikut membahas
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat
dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber
daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya serta yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah, yang diajukan baik oleh DPR maupun oleh
pemerintah.
(2)
DPD diundang oleh DPR
untuk melakukan pembahasan rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bersama dengan pemerintah pada awal Pembicaraan Tingkat I sesuai
peraturan tata tertib DPR.
(3)
Pembicaraan Tingkat I
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan bersama antara DPR, DPD, dan
pemerintah dalam hal penyampaian pandangan dan pendapat DPD atas rancangan
undang-undang, serta tanggapan atas pandangan dan pendapat dari masing-masing
lembaga.
(4)
Pandangan, pendapat,
dan tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dijadikan sebagai bahan
masukan untuk pembahasan lebih lanjut antara DPR dan pemerintah.
Pasal 44:
(1)
DPD memberikan
pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang APBN dan rancangan
undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
(2)
Pertimbangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk tertulis sebelum
memasuki tahapan pembahasan antara DPR dan pemerintah.
(3)
Pertimbangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi bahan bagi DPR dalam melakukan
pembahasan dengan pemerintah.
Pasal 45:
(1)
DPD memberikan
pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan.
(2)
Pertimbangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis sebelum
pemilihan anggota BPK.
Pasal 46:
(1)
DPD dapat melakukan
pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan,
pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak,
pendidikan, dan agama.
(2)
Pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang.
(3)
Hasil pengawasan
sebagaimana dimaksud pasa ayat (1) disampaikan kepada DPR sebagai bahan
pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
Pasal 47:
DPD menerima hasil pemeriksaan keuangan negara dari BPK untuk dijadikan bahan
membuat pertimbagan bagi DPR tentang rancangan undang-undang yang berkaitan
dengan APBN.
Atau tugas dan
kewenangan DPD antara lain :
1.
DPD dapat mengajukan
RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah
2.
DPD ikut membahas RUU
yang berkaitan dengan otonomi daerah
3.
DPD memberikan
pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan.
2.2.5 Keanggotaan Lembaga DPD
· 1) Pemilihan
Pemilu anggota DPD merupakan satu fenomena baru dalam dunia politik
Indonesia. Tetapi, tidak seperti pemilu yang lain, pemilu DPD tidak melibatkan
partai politik, baik sebagai institusi. Untuk dapat menjadi calon anggota DPD,
peserta pemilu dari perseorangan harus memenuhi syarat dukungan dengan
ketentuan:
(1)
Provinsi yang
berkependudukan sampai dengan 1.000.000 (satu juta) orang harus didukung
sekurang-kurangnya oleh 1.000 (seribu) orang pemilu.
(2)
Provinsi yang berpenduduk
lebih dari 5.000.000 (lima juta) sampai dengan 10.000.000 (sepuluh juta) orang
harus didukung sekurang-kurangnya oleh 3.000 (tiga ribu) orang pemilih.
(UU No.12 Tahun 2003
tentang pemilihan umum angoota DPR, DPD, DPRD, Pasal II)
· Syarat Keanggotaan :
(1)
Berdomisili di provinsi
yang bersangkutan sekurang-kurangnya tiga tahun secara berturut-turut yang
dihitung sampai dengan tanggal pengajuan calon atau berdomisili selama sepuluh
tahun sejak berusia 17 tahun di provinsi yang bersangkutan.
(2)
Tidak menjadi pengurus
partai politik sekurang-kurangnya empat tahun yang dihitung sampai dengan
tanggal pengajuan calon.
(Ketentuan pasal 63 UU No.12 Tahun 2003)
2) Pemberhentian
Anggota dewan perwakilan daerah dapat diberhentikan dari jabatannya, yang
syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang.
· 3) Masa Jabatan
Masa jabatan Anggota DPD adalah lima tahun dan berakhir bersamaan pada saat
Anggota DPD yang baru mengucapkan sumpah/janji.
DPD juga memiliki hak, yaitu:
a)
Menyampaikan usul dan pendapat
b)
Memilih dan dipilih
c)
Membela diri
d)
Imunitas
e)
Protokoler dan
Adapun kewajibannya, yaitu:
a)
Mengamalkan Pancasila
b)
Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan menaati segala peraturan perundang-undangan.
c)
Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan
d)
Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan
keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia.
e)
Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat
f)
Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti
aspirasi masyarakat dan daerah.
g)
Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan
pribadi, kelompok, dan golongan.
h)
Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis
kepada pemilih dan daerah pemilihannya.
i)
Menaati kode etik dan Peraturan Tata Tertib DPD, dan
j)
Menjaga etika dan norma adat daerah yang diwakilinya.
2.3 Permasalahan
yang Dihadapi DPD
Dalam sistem
ketatanegaraan di negara-negara demokrasi modern yang berdasarkan konstitusi,
lazimnya memberikan peran, fungsi, dan kewenangan yang memadai pada
lembaga-lembaga perwakilan sebagai wujud kedaulatan rakyat, yang diwujudkan
dalam mekanisme saling mengawasi dan mengimbangi (check and balances). Fungsi
legislatif yang dimiliki DPD masih terbatas yaitu mengajukan dan membahas
rancangan undang-undang tertentu saja dan itupun tidak ikut dalam pengambilan
keputusan. Demikian juga dalam fungsi penganggaran, dan fungsi pengawasan.
Dalam UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yang sudah diamandemen,
dinyatakan dalam pasal 22 D bahwa DPD memiliki fungsi bidang legeslasi,
pengawasan, dan pertimbangan, yaitu:
(1)
Dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang
yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan
dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan
sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan
pusat dan daerah.
(2)
Ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan
dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran dan
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan
pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang pendapatan dan belanja
negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan
agama.
(3)
Dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan
undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan
daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak,
pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada DPR
sebagai bahan pertimbangan untuk ditidak lanjuti.
Namun, bukan
berarti dengan adanya keterbatasannya selama ini DPD tidak berbuat apa-apa.
Banyak hal yang telah dilakukan oleh DPD sebagaimana diamanatkan oleh
konstitusi. Salah satu contoh adalah telah banyak mengajukan rencana
undang-undang (RUU). Namun tidak memperoleh respon yang memadai dari DPR dan
hanya dimasukkan ke dalam daftar tunggu di program legislasi nasionl
(Prolegnas). Hal ini menimbulkan kesan seoleh-olah RUU yang diusulkan oleh DPD
RI itu disamakan dengan RUU yang diajukan oleh masyarakat di luar lembaga
negara, misalnya Lembaga Swadaya Masyarakat yang terkadang juga berkualitas.
Apa yang
disebutkan dalam pasal 22D UUD 1945 di atas menunjukkan bahwa fungsi dan
kewenangan DPD sangat terbatas jika dikaitkan bahwa DPD adalah sebagai lembaga
perwakilan yang ditetapkan oleh UUD 1945. Hal itu merupakan kendala yang
dihadapi DPD. Kendala itu secara ringkas bisa disebutkan antara lain:
kewenangannya di bidang legislasi hanya sebatas mengusulkan dan membahas tetapi
tidak ikut dalam pengambilan keputusan; dalam bidang pengawasan hanya sebatas
memberikan masukan kepada DPR sebagai bahan pertimbangan; tidak ada ketentuan
yang mengatur hak DPD untuk meminta keterangan dari pejabat negara, pejabat
pemerintah dan lainnya seperti yang diberikan kepada DPR. Padahal anggota
DPD berkewajiban menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi
masyarakat dan daerah. Sementara harapan kepada DPD besar sekali karena
diharapkan dapat menjadi solusi atas praktik sentralisme pada masa lalu yang
dialami oleh masyarakat di daerah dengan adanya ketimpangan dan ketidakadilan.
Bahkan, pernah timbul gejolak di daerah yang dikenal dengan pemberontakan
daerah yang mengarah pada indikasi ancaman terhadap keutuhan wilayah negara dan
persatuan nasional. Pada hal keberadaan DPD juga dimaksudkan untuk memperkuat
integrasi nasional dan mengembangkan demokrasi khususnya yang berkaitan dengan
daerah.
2.4 Upaya
yang Ditempuh DPD dalam Menyelesaikan Masalah
2.4.1 Upaya Penguatan Kapasitas Kelembagaan DPD RI
Di samping
DPD RI ta’at konstitusi dengan melaksanakan tugas sesuai amanat yang sudah ada dalam konstitusi, secara
berlanjut berjuang agar memiliki peran, fungsi dan kewenangan yang lebih kuat
sebagai lembaga parlemen dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat dan daerah
serta dalam rangka penguatan demokrasi di Indonesia. Untuk itu DPD telah
berupaya mengusulkan perubahan UUD khususnya pasal 22 D. Ini artinya diperlukan
mengamandemen lagi UUD 1945. Hal ini dimungkinkan sebagaimana ketentuan pasal
37 ayat 1 UUD 1945. Usul itu tersebut dilandasi pertimbangan: Bahwa DPD RI
memiliki legitimasi yang kuat karena dipilih secara langsung oleh rakyat,
karena itu seharusnya memiliki kewenangan formal yang tinggi. Usul pemberian
kewenangan yang memadai itu karena DPD sebagai lembaga negara kedudukannya sama
dengan lembaga negara lainnya. Dengan kewenangan yang sangat terbatas, mustahil
bagi DPD untuk memenuhi harapan masyarakat dan daerah serta mewujudkan maksud
dan tujuan pembentukan DPD RI. Penerapan prinsip check ang balances antar
lembaga legislatif harus diwujudkan. Namun, usul perubahan konstitusi tersebut
belum berhasil.
Upaya lain
yang telah membuahkan hasil antara lain adalah dengan ditetapkannya
Undang-Undang Nomor: 27 Tahun 2009 tentang MPR RI, DPR RI, DPD RI dan DPRD.
Dalam UU itu antara lain telah membuka ruang peran DPD RI untuk ikut membahas
RUU tertentu dalam pembahasan tingkat I meskipun tidak ikut dalam pengambilan
keputusan; adanya kantor di setiap ibukota provinsi untuk memperkuat otonomi
daerah dan penguatan sistem negara kesatuan dengan prinsip desentralisasi; dan
adanya “hak bertanya.” walaupun tidak sama dengan hak ”mengajukan pertanyaaan”
anggota DPR. Meskipun sudah ada kemajuan, namun perkembangan itu masih
dirasakan tidak memberikan peran dan kewenangan kepada DPD RI secara optimal.
Dalam rangka
penguatan kapasitas DPD RI yang memadai dan lebih mantap, diperlukan
penyempurnaan tatanan negara yang lebih menjamin kedaulatan rakyat dan prinsip chek
and balances antar lembaga negara. Dalam kekuasaan legislatif, perlu ditata
kembali prinsip kesetaraan, saling mengontrol dan mengimbagi antara DPR RI
dengan DPD RI. Tujuan ke arah tersebut akan berujung perlunya melakukan
perubahan UUD 1945 secara komprehensif, dan dalam konteks DPD RI perlu
penyempurnaan pasal 22 D.
2.4.2 Eksistensi DPD RI Kedepan
Dalam
kondisi keterbatasannya, DPD telah memberikan penguatan kehidupan demokrasi,
khususnya yang berkaitan dengan daerah dengan menyerap aspirasi dan kepentingan
daerah, serta memperjuangkan kepentingan masyarakat dan daerah kepada
Pemerintah atau di tingkat nasional. Hal ini juga akan mendekatkan pemerintah
pusat dan pemerintah daerah, dan antara masyarakat dengan pemerintah. Pada
kelanjutannya akan dapat memupuk dan memperkuat perasaan akan manfaat
pemerintah serta memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional. Bahwa DPD RI juga
menunjukkan perkuatan demokrasi dapat dilihat dari beberapa segi, antara lain:
Sistem pemilihan anggota DPD dilakukan secara langsung oleh rakyat sebagai
pemilik kedaulatan. Selain itu, DPD sebagai perwakilan daerah menunjukkan
akomodasi dan representasi wilayah artinya ada penyebaran perwakilan dari
seluruh wilayah/provinsi di Indonesia.
Penguatan
DPD RI tidak perlu dikaitkan dengan bentuk federalisme dengan sistem perwakilan
bikameral. Memang benar bahwa banyak negara yang menganut federalisme
menggunakan sistem perwakilan bikameral, tetapi juga banyak negara yang
berbentuk negara kesatuan menganut sistem perwakilan bikameral. Penelitian yang
dilakukan oleh IDEA hasilnya menunjukkan bahwa dari 54 negara demokratis yang
diteliti terdapat 22 negara yang menganut sistem perwakilan unikameral,
sedangkan sebanyak 32 negara memilih sistem bikameral. Banyak juga negara
dengan bentuk negara kesatuan memilih sistem bikameral di samping juga ada yang
memilih unikameral. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa semua negara
demokratis yang memiliki wilayah luas memiliki dua majelis (bikameral) kecuali
Muzambique.
Dalam
konteks Indonesia, yang memiliki wilayah sangat luas, terdiri dari ribuan pulau
dengan tingkat heteroginitas tinggi, penduduknya banyak (empat besar di dunia),
kiranya tidak salah jika Indonesia memilih sistem bikameral. Eksistensi DPD RI
yang kuat ke depan harus dipertahankan, dan pilihan sistem perwakilan bikameral
tidak perlu dikhawatirkan akan menuju federalisme. Tentu saja harus secara
berlanjut dilakukan sosialisasi aturaan sistem ketatanegaraan yang disepakati
dan menjaga dan memperkokoh jati di bangsa yaitu Pancasila, UUD NRI Tahun 1945,
NKRI dan Bhineka Tunggal Ika.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesmpulan
Sejak
berdirinya NKRI sudah ada perwakilan daerah tetapi hanya berbentuk utusan
daerah. Hal itu dipandang tidak memadai dan tidak efektif. Kehadiran DPD RI
yang anggotanya dipilih secara langsung oleh rakyat diharapkan dapat menjadi
perwakilan masyarakat dan daerah yang dapat secara optimal mencerminkan
kedaulatan rakyat dan efektif dapat menghubungkan antara daerah dengan
pemerintah serta membawa kepentingan daerah pada tingkat nasional. Namun, DPD
masih banyak mengalami kendala yang diakibatkan adanya keterbatasan fungsi dan
kewenangan untuk mewujudkan harapan masyarakat dan daerah.
Keterbatasan
kewenangan DPD juga tidak sesuai dengan semangat dan jiwa yang terkandung
maksud dan tujuan diadakannya DPD sebagai lembaga perwakilan daerah serta
perwujudan prinsip check and balances. Berbagai upaya yang dilakukan,
telah menunjukkan perkembangan dengan sinyal positif hubungan DPR dan DPD.
Hubungan yang baik itu diharapkan akan wujud dalam kesederajatan dan
kebersamaan DPR dan DPD dalam lembaga legislatif atas dasar prinsip check
and balances dalam kerangka melaksanakan Pancasila, UUD 1945, koridor
kokohnya NKRI yang berbhineka Tunggal Ika untuk mewujudkan kesejahteraan
rakyat. Atas dasar hal tersebut di atas dan dengan niat yang kuat untuk
mengembangkan demokrasi modern berdasarkan konstitusi dalam tata kenegaraan,
maka eksistensi DPD RI harus dipertahankan dan diperkuat kapasitas
kelembagaannya sebagai badan legislatif.
3.2 Saran
Melalui DPD ini diharapkan hubungan
dengan otonomi daerah dan pusat dan daerah,pembentukan,dan pemekaran serta penggabungan
daerah ,pengelolaan sumber daya alam,dan sumber daya ekonomi lainnya,serta yang
berkaitan dengan perimbangan keungan pusat dan daerah bisa berjalan dengan
baik.
DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie,
Jimly, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan Dalam UUD 1945, UII
Press, 2005.
Undang-undang
Dasar 1945 Amandemen.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2014 tentang
Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
http://www.dpd.go.id/
http://www.kompasiana.com/ikhwanulparis/dpd-harus-lebih-peka_55a6329ddd22bdb808c558f3
[10 Maret 2016]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar