Minggu, 08 Mei 2016

Makalah Aliran-Aliran Hukum



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Jika berbicara tentang aliran-aliran dalam ilmu hukum atau teori hukum berarti membicarakan kembali pemikiran-pemikiran tentang hukum yang telah muncul sejak zaman kerajaan Yunani dan Romawi beberapa abad yang lalu. Yunani terkenal sebagai pancak pemikiran tentang hukum sampai ke akar filsafatnya. Masalah-masalah teori hukum yang utama pada masa sekarang bisa dikaitkan ke belakang pada bangsa tersebut, karena teori hukum telah mendapatkan rumusannya pada masa itu.
Kondisi ini berbeda dengan yang terjadi pada bangsa Romawi. Bangsa Romawi tidak banyak memberikan sumbangan pemikirannya tentang Teori Hukum. Pemikiran yang timbul justru Nampak menonjol pada bidang penciptaan konsep-konsep dan teknik yang berhubungan dengan hukum positif (kontrak, ajaran tentang kebendaan dan sebagainya).
Tugas pokok hakim adalah mengadili, memeriksa, dan memutuskan suatu perkara. Hakim tidak boleh menolak perkara dengan alasan hukumnya tidak jelas atau belum ada. Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa bagi hakim, memutuskan setiap perkara yang diajukan kepadanya merupakan sebuah kewajiban. Selain itu, hakim juga bertugas untuk menghubungkan aturan abstrak dalam undang-undang dengan fakta konkret dari perkara yang diperiksanya. Dalam hubungan ini, apakah hakim, seperti yang digambarkan oleh Trias Politica Montesquie hanya menerapkan undang-undang, atau hakim harus menggunakan pikirannya atau penalaran logisnya untuk membuat interpretasi atau penafsiran terhadap aturan yang ada dalam perundang-undangan? Perdebatan yang timbul dari pertanyaan tersebut sudah berlangsung dalam waktu yang lama dan melahirkan berbagai aliran pemikiran dalam ilmu hukum. Maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai hubungan Undang-undang, Hakim dan Hukum berdasarkan kepada aliran-aliran hukum.
B.     Rumusan masalah
1.      Aliran hukum Legisme
2.      Aliran hukum Freiredits schule
3.      Aliran hukum Bregtijuriprudens
4.      Aliran hukum Freisrahbewing
5.      Aliran hukum Rechfinding
6.      Aliran hukum Sosiologis Me Recht Schule
7.      Aliran Sistem hokum terbuka

C.    Tujuan penulisan
Makalah ini disusun dengan harapan dapat memenuhi tugas kelompok mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum dan memberikan wawasan tentang aliran-aliran hukum yang akan dibahas dalam tulisan ini.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Aliran Paham Legisme
Dalam ilmu hukum ada berbagai macam azas, paham hukum, dan berbagai macam pedoman yang digunakan oleh para penegak hukum di dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, agar sesuai dangan aturan hukum dan dasar-dasar penegakan hukum yang berpedoman kepada keadilan yang hakiki. Dan salah satu yang banyak digunakan oleh para tokoh hukum di dunia adalah dengan mengunakan paham legisme sebagai dasar pola penegakan hukum. Pada mulanya sejarah paham legisme di mulai pada abad pertengahan, dimana para penganut paham legisme yang mengaplikasikan paham legisme tersebut didalam menjalankan sistem penegakan hukum, lebih  sering diberikan julukan atau pangilan singkat atau nama terkenalnya dengan istilah legister oleh masyarakat umum pada saat itu, dimana para penganut paham legisme atau legister mengacu pada hukum romawi yang digunakan sebagai dasar pola pemikirannya. Akan tetapi muncul suatu pertanyaan, yaitu apa sebenarnya yang terkandung didalam paham legisme itu...? baik dari segi pergertiannya, kelebihan dari paham legisme, kekurangan dari paham legisme dan pendapat para tokoh mengenai paham legisme itu sendiri. Berikut ini akan dijabarkan secara sederhana.
Pengertian paham legisme yaitu adalah menjujung tinggi azas legalitas dan atau mengedepankan peraturan perundang-undangan yang berlaku di dalam suatu wilayah tertentu sebagai sumber hukum yang paling utama di dalam prosese penegakan hukum. Tokoh aliran paham legisme yaitu Hans Kelsen dan Nawiasky.
Kelebihan paham legisme yaitu sebagai berikut ini:
§  Kepastian hukum yang akan diperoleh bagi setiap individu akan lebih terjamin dan memperoleh kepastian hukum yang lebih baik.
§  Jaminan yang akan diperoleh bagi setiap individu untuk memperoleh hak perorangan terhadap kesewenang-wenangan yang akan dilakukan oleh penguasa
Kelemahan aliran paham legisme yaitu sebagai berikut ini:
§  Para hakim akan mempelajari, menganalisa, dengan mengunakan deduksi logis.
§  Banyak peraturan perundang-undangan yang relatif terbatas atau minimnya undang-undang yang digunakan untuk menghukum.
§  Pendapat para tokoh terhadap paham aliran legisme yaitu sebagai berikut ini:
§  Semua kaidah hukum yang mengikat penduduk maupun penguasa ditetapkan didalam undang-undang
§  Undang-undang itu merupakan suatu supremasi hukum 
§  Pengadilan hanya bersifat pasif
§  Tidak adanya sumber hukum lain kecuali yang bersumber dan berdasarkan pada aturan perundang-undangan
§  Kalaupun ada hukum kebiasaan hanya jika diakui oleh peraturan perundang-undangan 
§  Kekuatan yang bersifat mengikat undang-undang semata atas kehendak nagara atau pemerintah.
Aliran legisme ini menganggap bahwa semua hukum terdapat dalam undang-undang. Yang berarti hukum identik dengan undang-undang, sehingga hakim dalam melakukan tugasnya terikat pada undang-undang, dalam melakukan pekerjaannya harus sesuai dengan undang-undang. Aliran ini berkeyakinan bahwa semua persoalan sosial akan dapat diselesaikan dengan undang-undang.
Bahwa undang-undang itu sebagai sumber hukum formal, dalam hal undang-undang itu dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu :
§  Undang-undang dalam arti formal adalah setiap keputusan pemerintah yang karena bentuknya disebut undang-undang.
§  Undang-undang dalam bentuk material aalah keputusan pemerintah karena isinya (materi) langsung mengikat masyarakat.
Tegasnya bahwa undang-undang formal dilihat dari siapa yang membentuknya sedangkan undang-undang material dilihat dari isinya (materi).
B.     Aliran hukum Freiredits Schule
Sebagai kritikan terhadap aliran Begriffsjurisprudenz, muncul aliran Interessenjurisprudenz (Freirechtsshule). Menurut aliran ini, undang-undang jelas tidak lengkap. Undang-undang bukan satu-satunya sumber hukum, sedangkan hakim dan pejabat lainnya mempunyai kebebasan yang seluas-luasnya untuk melakukan “penemuan hukum” dengan memperluas dan membentuk peraturan melalui putusannya. Untuk mencapai keadilan yang setinggi-tingginya, hakim bahkan boleh menyimpang dari undang-undang demi kemanfaatan masyarakat. Hanya saja, adanya kebebasan hakim dalam membuat keputusan dan peraturan, memungkinkan terjadi kesewenang-wenangan hakim dalam membuat keputusan. Itulah salah satu kelemahan yang dialamatkan pada aliran ini.
Ini adalah contoh aliran Freiredits Schule: Fauzi menjadi hakim (amin), terus ada kasus tentang seseorang yang mencuri uang dengan menggunakan internet (Crack/hacker). lalu didalam kodifikasi tidak diatur pencurian dengan menggunakan internet, tetapi karena Fauzi menggunakan aliran bebas sebagai pencipta hukum, maka Fauzi memutus bahwa itu termasuk tindakan pidana pencurian walaupun lewat dunia internet. Sehingga keputusan Fauzi ini disebut Aliran bebas dan menjadi Sumber Yurisprudensi.
Freirechtsschule memiliki kurang dan lebihnya. Kelebihannya adalah hukumnya selalu mengikuti perkembangan zaman  sehingga dirasakan lah keadilan sedangkan kekurangannya adalah tidak ada sebuah kepastian hukum karena tidak ada kodifikasi secara lengkap dan sangat memerlukan hakim yang memiliki rasa keadilan yang tulus tidak mau terbujuk oleh KKN (Korupsi , Kolusi dan Nepotisme).
C.    Aliran hukum Bregtijuriprudens
Pada pertengahan abad 19 lahirlah aliran yang dipelori oleh Rudolf von Jhering (1818-1890) yang menekankan pada sistematik hukum yaitu Aliran Begriffjurisprudenz. Setiap putusan baru dari hakim harus sesuai dengan system hukum. Berdasarkan ketentuan yang dibentuk oleh system hukum, maka setiap ketentuan undang-undang yang lain, sehingga kententuan undang-undang itu merupakan suatu kesatuan yang utuh. Menurut aliran ini yang ideal adalah apabila system yang ada itu berbentuk suatu piramida dengan pada puncaknya asas yang utama, dari situlah dapat dibuat pengertian-pengertian baru (Begriff).
            Khas bagi aliran ini adalah hukum yang dilihat sebagai suatu system tertutupmengatur segala-galanya yang mengatur semua perbuatan social. Pendekatan hukum secara ilmiah dengan sarana pengertian-pengertian yang diperhalus ini merupakan dorongan timbulnya postivisme hukum, tetapi juga memberi argument-argument yang berasal dari ilmuhukum, dan dengan demikian objektif, sebagai dasar putusan-putusan. Pasal-pasal yang tidak sesuai dengan system dikembangkan secara ilmiah dan diterapkan.

D.    Aliran hukum Freisrahbeweging
Aliran hukum freires rahbeweging atau hukum administrasi negara ini merupakan salah satu cabang dari ilmu hukusecara umum. Sebagai ilmupengetahuan hukum yang masih sangat muda berdiri, hukum administrasi negara masih ada suatu terminologiistilah demi kesatuan dan kepastian hukum. Istilah hukum administrasi negara sering disamakan dengan istilah Hukum Tata Usaha Indonesia ataupun Hukum Tata Negara Indonesia.
Sedangkan pengertianna sendiri beberapa ahli berpendapat sebagai berikut :
§  Oppen Hein mengatakan “ Hukum Administrasi Negara adalah sebagai suatu gabungan ketentuan-ketentuan yang mengikat badan-badan yang maupun yyang rendah apabila badan-badan itu menggunakan wewenangnya yang telah diberikan kepadana oleh Hukum Tata Negara”.
§  Bachsan Mustofa mengatakan “ Hukum Tata Negara adalah sebagai gabungan jabatan-jabatan yang dibentuk dan disusun secara bertingkat yang diserahi tugas melakukan sebagian darii pekerjaan pemerintahan dalam arti luas ang tidak diserahkan pada badan-badan pembuat undang-undang dan badan-badan kehakiman.
§  Prajudi Atmosudirjo mengatakan “ Hukum Tata Negara adalah hukum menenai operasi dan pengendalian dari kekuasaan-kekuasaan administrasi atau pengawasan terhadap penguasa-penguasa aadministrasi”.
Aliran Freie Raechtsbeweging itu beranggapan bahwa di dalam melakanakan tugasnya seorang hakim bebas untuk melakukan menurut undang-undang atau tidak. Ini disebabkan pekerjaan hakim adalah menciptakan hukum. Menurut aliran ini, hakim benar-benar sebagai pencipta hukum (judge made law), setiap keputusan berdasarkan keyakinan merupakan hukum. Dengan demikian, yurisprudensi merupakan hal yang penting dan dianggap primer, sedangkan undang-undang merupakan hal yang sekunder.

E.     Aliran hukum Rechvinding
Aliran hukum Rechvinding adalah suatu aliran yang berada di Antara aliran legisme dan aliran freie rechtsbewegung. Aliran ini berpendapat bahwa hakim terikat kepada undang-undang tetapi tidak seketat pada aliran legisme, dikarenakan hakim juga mempunyai kebebasan. Dalam hal ini kebebasan hakim tidaklah seperti pendapat freie rechtsbewegung, sehingga hakim didalam melaksanakan tugasnya mempunyaikebebasan yang terikat, (geboden vrijheid) atau keterikatan yang bebas. Jadi tugas hakim merupakan melakuka rechisvinding, yakni menyelaraskan undang-undang yang mempunyai arti luas.
Kebebasan yang terikata dari karakteriskik yang bbas terbukti dari adanya beberapa kewenangan hakim, seperti penafsiran undang-undang. Menurut aliran reschisvinding bahwa yurisprudensi sangat penting untuk dipelajari disamping undang-undang, karena didalam yurispudensi terdapat makna khusus yang konkret diperlukan dalam hidup bermasyarakat.
Aliran Rechisvinding (Penemuan Hukum) termasuk aliran hukum yang berlaku di Indonesia, bahwa hakim dalam memutuskan suatu perkara berpegang kepada undang-undang dan hukum lainnya yang berlaku didalam masyarakat secara kebebasan yang terikat (gebonden vrijheid). Tindakan hakim tersebut berdasarkan pada pasal 20,22 AB dan pasal 16 ayat (1) dan pasal 28 ayat (1) undang-undang nomer 4 tahun 2004 tentang kekuaaan hakim.

F.     Aliran hukum Sosiologische Rechtsschule
Aliran ini lahir akibat aliran Freirechtbewegung, aliran ini juga disebut aliran sosiologi hukum. Penganutnya Hamaker dan Hymans dari Negeri Belanda dan dari Amerika misalnya : Roscoe Pound.
Pokok pikiran dari aliran ini ialah terutama hendak menahan dan menolak kemungkinan kesewenang-wenangan dari hakim, berhubungan dengan adanya “freies Ermessen” dari aliran hukum bebas di atas. Mereka pada dasarnya tidak setuju dengan kebebasan bagi para pejabat hukum untuk menyampingkan undang-undang sesuai dengan perasaannya. Undang-undang harus tetap dihormati, tetapi sebaliknya memang benar hakim mempunyai kebebasan dalam menyatakan hukum, akan tetapi kebebasan tersebut terbatas dalam rangka undang-undang.
Menurut penganut aliran ini, hakim hendaknya mendasarkan putusan-putusannya pada peraturan undang-undang, tapi tidak kurang pentingnya, supaya putusan-putusan tersebut dapat dipertanggung jawabkan terhadap asas-asas keadilan, kesadaran dan perasaan hukum yang sedang hidup dalam masyarakat.
Aliran Sociologische Rechtsschule pada dasarnya tidak setuju dengan adanya kebebasan bagi para pejabat hukum untuik menyampingkan undang-undang sesuai dengan perasaannya. Oleh karena itu, aliran ini hendak menahan dan menolak kemungkinan sewenang-wenang dari hakim, sehubungan dengan adanya freiesermessen dalam aliran rechtsschule. Undang-undang tetap harus dihormati, memang benar hakim mempunyai kebebasan dalam menyatakan hukum, tetapi kebebaan tersebut terbatas dalam kerangka undang-undang. Pandangan mereka hakim hendaknya mendasarkan putusan-putusannya pada pertauran undang-undang, tapi tidak kurang pentingnya supaya putusan-putusan itu dapat dipertanggungjawabkan terhadap asas-asas keadilan, kesadaran, dan perasaan hukum yang sedang hidup dalam masyarakat. Dan hanya yang seperti itulah yang dapat disebut hukum yang sebenarnya. Pengikut aliran ini adalah A. Aurburtin,G. Gurvitch dan J. Valkhof.
Pada akhirnya aliran ini menghimbau suatu masyarakat bagi pejabat-pejabat hukum dipertinggi berkenaan dengan pengetahuan tentang ekonomi, sosiologi, dan lain-lainnya, supaya kebebasan dari hakim ditetapkan batas-batasnya (seperti tentang hukuman maksimal/minimal, keadaan belum dewasa, jangka kadaluwaras dan lain-lain) dan supaya putusan-putusan hakim dapat diuji oleh public opinion (pemeriksaan putusan terbuka, tindakan apel, kasasi, dan alin-lain).
Prof. Dr. Achmad Sanusi,S.H. (1984:95) berpendapat bahwa aliran ini yang primair bagi hukum itu ialah penyesuaiannya dengan keadaan masyarakat, dalam hal ini kita menghadapi pendemokrasian atau penyolisasian dari hukum.


G.    Aliran Sistem Hukum Terbuka
Aliran Sistem Hukum Terbuka (Open System Van Het Recht) merupakan satu sistem yang berarti  semua aturan saling berkaitan aturan-aturan dapat di susun. Sistem hukum membutuhkan putusan-putusan atau penetapan-penetapan yang senantiasa menambah luasnya system hukum tersebut. Karena sistem hukum bersifat terbuka.
Aliran sistem hukum terbuka meletakkan persoalan Undang-undang Hakim-Hukum secara lebih tepat. Karena pandangan dan pendapat dari semua aliran-aliran terdahulu adalah berat sebelah; kadang-kadang cerderung mengutamakan dogma, kepastian hukum, dengan mendudukkan Hakim sebagai otomat-susuban saja, dan kadang-kadang sebaliknya terlalu mementingkan peranan Hakim atau kenyataan-kenyataan sosial.
Paul Scholten (dalam Achmad Sanusi, 1984: 96) berpandangan bahwa: Hukum itu merupakan suatu sistim, yang semua peraturan-peraturannya saling berhubungan, yang satu ditetapkan oleh yang lain, dapat disusun secara mantik dan untuk yang bersifat khusus dapat dicarikan aturan-aturan umumnya, sehingga sampailah pada azas-azasnya. Sistem hukum itu bersifat logis, akan tetapi karena sifatnya sendiri, hukum tidak tertutup, tidak beku, sebab ia memerlukan putusan-putusan atau penetapan-penetapan yang akan menambah luasnya sistem hukum. Oleh karenanya, lebih tepat apabila hukum dikatakan sistem terbuka.
Pandangan Paul Scholten diatas, mengisyaratkan kepada kita bahwa sistem hukum  itu sebenarnya dinamis, bukan saja karena pembentukan baru secara sadar oleh badan perundang-undangan, tetapi juga karena pelaksanaannya di dalam masyarakat tidak boleh berpandangan bahwa badan perundang-undangan pekerjaannya membentuk hukum dan hakim hanya mempertahankannya semata-mata, atau bahwa badan perundang-undangan merupakan kebebasan yang lebih primair, sedangkan hakim adalah kebebasan terikat.
Badan perundang-undangan dalam membentuk hukum yang baru senantiasa terikat untuk menemukan kontunuitas dengan yang lama, sedangkan hakim dalam mempertahankan hukum itu, turut menambah sesuatu yang baru seraya mendapatkan hubungan (aansluiting) pada yang telah ada. Pelaksanaan itu selalu di sertai dengan penilaian, baik sambil membuat kontruksi-kontruksi hukum ataupun penafsiran. Badan perundang-undangan dalam membentuk hukum Yang baru terikat untuk menemukan kontinuitas dengan yang lama. Sedangkan hakim dalam mempertahankan hukum itu turut menambahkan sesuatu yang baru seraya mendapatkan hubungan yang telah ada.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari uraian tersebut diatas kami sebagai penulis dapat menarik kesimpulan yakni bahwa di dalam tiap-tipa aliran itu terdapat sesuatu yang dapat dibenarkan serta dapat diambil manfaatnya serta aliran sistem hukum terbukalah yang meletakkan persoalan undang-undang, hakim, dan hukum ini secara lebih tepat sebagaiman yang telah dijelakan oleh Prof. Achmad sanusi diatas. Berdasarkan pandangan ini, maka hukum perdata merupakan bagian dari subsistem dari hukum nasional oleh karena itu asas hukum perdata harus sesuai dan seirama denagn asas hukum nasional.
Dalam menjalankan aktivitas kehidupan kita sehari-hari, sebagai seorang warganegara yang baik hendaklah kita mematuhi dan mentaati hukum yang berlaku baik itu hukum tertulis maupun hukum yang tidak tertulis di dalam masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA
Sanusi, Achnad. 1977. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata hukum Indonesia. Bandung : Transito.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar