Jumat, 20 Mei 2016

Makalah Pembidangan Ilmu Fiqh



Ilmu Fiqh merupakan kumpulan aturan yang meliputi berbagai hal perbuatan manusia[1], memberi ketentuan hukum terhadap semua perbuatan manusia, baik dalam urusan pribadinya sendiri maupun dalam hubungannya sebagai umat dengan umat yang lain.
Para ulama masa dahulu telah mencoba mengadakan pembidangan ilimu Fiqh ini. Ada yang membaginya menjadi tiga bidang yaitu ibadah, Muamalah,(Perdata Islam) dan Uqubah (Pidana Islam), ada pula yang membaginya menjadi empat bidang yaitu Ibadah, Muamalah, Munakahat, dan Uqubah. Walaupun demikian, “dua bidang pokok hukum Islam sudah disepakati oleh semua Fuqaha yaitu bidang ibadah dan bidang muamalah. Bidang muamalah ini kadang-kadang disebut bidang adat (al-adat) yaitu aturan-aturan yang dimaksudkan untuk mengatur hubungan manusia sebagai peerorangan maupun sebagai golongan, atau dengan perkataan lain, aturan-aturan untuk mewujudkan kepentingan-kepentingan duniawi” .
Apabila pembidangan itu hanya dua yaitu bidang ibadah dan muamalah, maka pengertian muamalah disini adalah muamalah dalam arti yang luas, didalamnya termasuk bidang-bidang hukum keluarga, pidana, perdata, acara, hukum internasional dan lain sebagainya. Sebab ada pula pengertian bidang muamalah dalam arti sempit, yaitu hanya meliputi hukum perdata saja.
A.    Bidang Ibadah
Telah menjadi suatu kewajiban kita sebagai Mukholakun(yang diciptakan) oleh sang Khalik untukberibdah kepadanya, dan pada dasar Alloh menciptakan makhluknya semata-mata untuk beribadah kepadanya sebagai mana firmannya dalam Q.S Adzariyat ayat 56.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. ( Q.S Adzariyat;56)
Belandaskan ayat di atas, jelas sekali bahwa manusia dalam hidupnya mengemban amanah ibadah, baik dalam hubungannya dengan Allah, sesama manusia, alam serta lingkungannya[2]
Menurut ulama fiqih, ibadah adalah semua bentuk pekerjaan yang bertujuan memperoleh keridlaan Allah Swt dan mendapatkan pahala darinya di akhirat.
Sedangkan menurut bahasa ibadah adalah patuh, tunduk, taat,mengikuti, dan doa. Ibadah dalam arti taat diungkapkan dalam Al-Quran, antara lain dalam surat yasin ayat 60
Artinya : “Bukankah aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan adalah musuh yang nyata bagi kamu
Ibadah ditinjau dari segi bentuk dan sifatnya ada lima macam, yaitu:
a.       Ibadah dalam bentuk perkataan atau lisan(ucapan), seperti berdzikir, berdoa, tahmid, dan membaca Al-Quran.
b.      Ibadah dalam bentuk perbuatan yang tidak ditentukan bentuknya, seperti: jihad, menolong orang lain, membantu, dan tajhiz al- janazah(mengurus jenazah.
c.       Ibadah dalam bentuk pekerjaan yang telah ditentukan wujud perbuatannya, seperti: shalat, puasa, zakat, dan haji.
d.      Ibadah yang tata cara dan pelaksanaannya berbentuk menahan diri seperti: puasa, iktikaf, dan ihram.
e.       Ibadah yang berbentuk menggugurkan hak, seperti memaafkan orang yang telah melakukan kessalahan terhadapdirinya dan membebaskan seseorang yang berutang kepadanya.
Ibnu Rusyd dalam kitabnya bidayatul Al-mujtahid mensistematisasikan bidang ilmu fiqh yang meliputi:
1)      Pembahasan Tharah,
Thaharah menurut  bahasa berarti bersuci. Menurut syara’ atau istilah adalah membersihkan diri, pakaian, tempat, dan benda-benda lain dari najis dan hadas menurut cara-cara yang ditentukan oleh syariat islam.
Soal thaharah atau bersuci dan segala seluk beluknya termasuk bagian ilmu yang paling penting, terutama karena syarat-syarat shalat telah ditetapkan bahwa seseorang yang akan mengerjakan shalat bersuci dari hadas dan pula badan, pakaian, dan tempatnya dari najis[3]. Penulis menyimpulkan pembahsan tharah meliputi tharah dari najis maupun dari hadas baik hadas kecil maupun hadas besar yaitu dengan cara berwudhu’, mandi dan bertayamum serta membahas perangkat-perangkat lainnya seperti macam-macam air, benda-benda yang termasuk najis, istinja’, darah yang keluar dari Rahim perempuan, amal yang dilarang karena hadas[4].
2)      Pembahasan Sholat
Secara etimologi shalat berarti do’a dan secara terminology atau istilah, para ahli fiqih mengartikan secara lahir dan hakiki. Secara lahiriah shalat berarti beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, yang dengannya kita beribadah kepada Allah menurut syarat – syarat yang telah ditentukan (Sidi Gazalba,88)
Adapun secara hakikinya ialah “berhadapan hati (jiwa) kepada Allah, secara yang mendatangkan takut kepada-Nya serta menumbuhkan di dalam jiwa rasa kebesarannya dan kesempurnaan kekuasaan-Nya” atau “mendahirkan hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah dengan perkataan dan pekerjaan atau dengan kedua – duanya” (Hasbi Asy-Syidiqi, 59)
Adapun pembahsan mengenai Sholat meliputi pembahasan sholat lima waktu dan sholat-sholat sunnahnya, syarat sah sholat, rukun-rukun sholat, tata cara sholat, serta hal-hal yang berhubungan dengan sholat, termasuk didalamnya sholat jenazah.
3)      Pembahasan sekitar zakat.
Zakat (Bahasa Arab: زكاة transliterasi: Zakah) dalam segi istilah adalah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir miskin dan sebagainya).Zakat dari segi bahasa berarti bersih,suci,subur,berkat dan berkembang.Menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh syariat Islam.Adapun pembahsannya meliputi Tentang wajib zakat, harta-harta yang wajib dizakati, nisab, haul, dan mustahik zakat, serta zakat fitrah.
4)      Pembahasan sekitar shiyam.
Shiyam atau Puasa menurut bahasa Arab artinya adalah menahan diri dan arti yang lain adalah angin yang tidak bertiup. Shiyam itu menahan segala keinginan yang zhahir ataupun yang bathin. Ketika melaksanakan shiyam, kita menahan makan secara zhahir, maka kita juga harus menahan membayangkan makanan di dalam bathin. Ketika melaksanakan shiyam kita menahan pandangan untuk melihat hal-hal zhahir yang dilarang, maka kita pun harus mampu menahan hati untuk membayangkannya di dalam bathin. Shiyam adalah suatu proses latihan pengendalian diri untuk mengoptimalkan penjagaan hati supaya lebih mengerti nilai suatu kehidupan dan supaya lebih dekat kepada Allah.
Adapun pembahsan mengenai Shiyam yaitu klasifikasi Puasa wajib dan Sunnah, rukun-rukunnya dan hal-hal yang terkait sekitar shiyam.
5)      Pembahasan tentang I’tikaf
I’tikaf  berasal dari Bahasa arab yang berarti menetap, mengurung diri atau terhalangi. Pengertiannya dalam konteks ibadah dalam Islam adalah berdiam diri di dalam masjid dalam rangka untuk mencari keridhaan Allah SWT dan bermuhasabah (introspeksi) atas perbuatan-perbuatannya. Orang yang sedang beriktikaf disebut juga mutakif.[5]
Pembasahan tentang I’tikaf meliputi cara dan susila tentang ber-I’tikaf.
6)      Pembahasan tentang Ibadah Haji.
Haji adalah salah satu rukun Islam yang lima. Menunaikan ibadah haji adalah bentuk ritual tahunan bagi kaum muslim yang mampu secara material, fisik, maupun keilmuan dengan berkunjung ke beberapa tempat di Arab Saudi dan melaksanakan beberapa kegiatan pada satu waktu yang telah ditentukan yaitu pada bulan Dzulhijjah.[6]
Dalam pembahsannya membicarakan tentang hukum dan syarat-syarat haji, perbuatan yang dilakukan dan yang ditinggalkan saat melakukan ibadah haji dan hal-hal yang berhubungan denggan ibadah haji.
7)      Pembahasan sekitar jihad. Membicarakan tentang hukumnya, cara-carnya, syarat-syaratnya, tentang harta ghanimah, fay’, dan jizyah.
8)      Pembahsan tentang sumpah, tata cara sumpah, macammacam sumpah dan kifarah sumpah.
9)      Pembahasan nazar, macam macam nazar dan akibat hukum nazar.
10)  Pembahasan tentang kurban. Hukumnya, macamnya binatang untuk kurban, umur binatan untuk dikurbankan, dan jumlahnya sertahukumnya tentang daging kurban.
11)  Pembahasan sembelihan.
12)  Pembahsan tentang berburu.
13)  Pembahsan tentang makanan dan minuman.
Dalam pandangannya para ulama memiliki pendapat berbeda-beda dalam mensistematisasikan fiqh ibadah, adakalanya pembahasan tentang jihad termasuk dalam bidang jinayah, atau termasuk dalam bidang mu’amlah. Ketidaksamaan penyusunan sitematika antara lain disebabkan perbedaan tinjauan dan penekanan terhadap masalah tertentu[7]. Namun kebanyakan para ulama mensistematisasikan bidang fiqh ibadah, masalah tharah, shalat, shiyam, shiyam, haji, itikaf, nazar, kurban, sembelihan, a’qidah, berburu dan makanan.
B.     Bidang Muamalah dalam arti luas
Secara etimologi kata  muamalah  berasal  dari  bahasa  arab  yaitu dari Fiil Madli  عمل  yang berarti beramal[8] dan ada pada mauzun  عامل secara  ilmu shorof   ada pada wazan  فاعل yang mempunyai ma’na musyarokah atau saling jadi dapat diartikan saling berbuat.  Kata  ini  menggambarkan  suatu aktifitas yang dilakukan oleh seseorang dengan seseorang atau beberapa orang dalam memenuhi kebutuhan masing-masing.[9]
Diantara  definisi fiqh muamalah dalam artian luas yang dikemukakan oleh parulama ialah sebagai berikut :
·         Menurut Zuhaily, pembahasan fiqh muamalah sangat luas, mulai dari hukum pernikahan, transaksi jual beli, hukum pidana, hukum perdata, hukum perundang- undangan, hukum kenegaraan, ekonomi, keuangan, hingga akhlak dan etika.
·         Ad-Dimyati mendefinisikan fikih muamalah sebagai aktivitas untukmenghasilkan duniawi yang menyebabkan keberhasilan masalah ukhrawi.
·         Menurut  Muhammad  Yusuf  Musa  sebagaimana  dikutip  oleh  Dr.  Hendi Suhendi berpendapat bahwa muamalah adalah peraturan-peraturan Allah yang harus diikuti dan ditaati dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia.
Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa fiqh muamlah adalah aturan-aturan (hukum) Allah swt .yang ditujukan untuk mengatur kehidupan manusia dalam urusan keduniaan atau urusan yang berkaitan dengan urusan duniawi dan sosial kemasyarakatan.

Adapun cabang-cabangnya sebagai berikut.
a.       Bidang Al-Ahwal Asyakhsiyah
Bidang al-ahwal asyakhsiyah, yaitu hikum keluarga, yaitu yang mengatur hubungan antara suami, istri, anak, dan keluarganya. Pokok kajiannya meliputi :
1)      Fiqh Munakahat
Munakahat atau pernikahan merupakan “aqad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan seorang perempuan serta menetapkan hak-hak dan kewajiban diantara keduanya”. Pembahasan fiqh munakahat, meliputi topik-topik hukum nikah, meminang, aqad nikah, wali nikah, saksi nikah, mahar (maskawin). Wanita-wanita yang haram dinikahi baik haram maupun nasab, mushaharah (persemendaan), dan radha’ah (persesusuan) dan hadhanah. Soal-soal yang berkaitan dengan putusnya pernikahan, dengan iddah, ruju, hakamain, ila, dzhihar, li’an, nafakahah, dan iddah, yaitu berkabung dan masa berkabung.
Di Indonesia, masalah-masalah yang berkaitan dengan masalah pernikahan ini diatur didalam Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-undang No. 1 tahun 1952 dan No. 4 tahun 1952, kedua-duanya tentang wali hakim.
2)      Fiqh Mawaris
Mengandung pengertian tentang hak dan kewajiban ahli waris terhadap harta warisan, menentukan siapa saja yang berhak terhadap warisan, bagaimana cara pembagiannya dan berapa bagiannya masing-masing. Fiqh mawaris disebut juga ilmu faraidh, karena berbicara tentang bagian-bagian tertentu yang menjadi hal ahli waris.
Pembahasan fiqh mawaris, meliputi masalah-masalah ta’hij yaitu pengurusan mayat, pembayaran utang dan wasiat, kemudian pembagian harta. Dibahas pula tentang halangan-halangan mendapat warisan. Kemudian dibicarakan tentang orang-orang yang mendapat bagian-bagian tertentu dari harta waris yang disebut Ashabul Furudh, tentang ashabah, hijab pewarisan dzawil arkam, hak anak didalam kandungan, masalah mafqud/orang yang hilang, anak hasil zina/li’an, serta masalah-masalah khusus, seperti aul, masalah musyarakah, tsulusul baqi, dan lain sebagainya.
3)      Fiqh Wasiat
Merupakan suatu pesan seseorang terhadap sebagian hartanya yang diberikan kepada oranglain atau lembaga tertentu, sedangkan pelaksanaannya ditangguhkan setelah ia meninggal dunia.
Dalam wasiat dibicarakan tentang orang yang berwasiat serta syarat-syaratnya, tentang orang-orang yang diberi wasiat dan bagaimana hukumnya apabila yang diberi wasiat itu membunuh pemberi wasiat. Dibicarakan pula tentang harta yang diwasiatkan dan bagaimana apabila yang diwasiatkan itu berupa manfaat, serta hubungan antara wasiat dan harta waris. Tentang lapad wasiat yang disyaratkan dengan kalimat yang dapat dipahamkan untuk wasiat. Tentang penarikan wasiat dan lain sebagainya.
4)         Wakaf
Tentang wakaf ini ada kemungkinan masuk bidang ibadah apabila dilihat dari maksud yang mewakafkan, ada kemungkinan masuk al-ahwal asyakhsiyah apabila itu wakaf dzuri yaitu wakaf keluarga.
Wakaf Adalah penyisihan sebagian harta benda yang kekal zatnya dan mungkin diambil manfaatnya untuk maksud kebaikan. Dalam kitab-kitab fiqh dikenal dengan adanya wakaf dzuri (keluarga) dan wakaf khairi yaitu wakaf untuk kepentingan umum. Dibahas pula tentang orang yang mewakafkan serta syarat-syaratnya, barang yang diwakafkan dan syarat-syaratnya, orang yang menerima wakaf, dan syarat-syaratnya, shigat atau ucapan yang mewakafkan dan syarat-syaratnya.  Kemudian dibicarakan tentang macam-macam wakaf dan siapa yang mengatur wakaf dan siapa yang mengatur barang wakaf, serta kewajiban dan hak-haknya. Selanjutnya dibicarakan tentang penggunaan harta wakaf dan lain sebagainya.
Di Indonesia khusus tentang wakaf tanah milik telah diatur dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 28 tahun 1977. Dalam peraturan pemerintah tersebut ditegaskan tentang fungsi wakaf tanah, tatacara mewakafkan dan pendaftarannya, perubahan, penyelesaian, perselisihan, dan pengawasan perwakafan tanah milik, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.
b.      Al-Ahkam Al-Madaniyah
Al-Ahkam Al-Madaniyah atau sering di sebut juga Bidang Fiqh Muamalah (Dalam Arti Sempit), Bidang ini membahas tentang jual beli (ba’i), memberi barang yang belum jadi, dengan disebutkan sifat-sifatnya dan jenisnya (sallam), gadai (ar-rahn), kefailitan (tafis), pengampunan (hajru), perdamaian (al-sulh), pemindahan utang (al-hiwalah), jaminan utang (ad-dhaman al-kafalah), perseroan dagang (syarikah), perwakilan (wikalah), titipan (al-wadhiah), pinjam-meminjam (al-ariyah), merampas atau merusak harta oranglain (al-ghasb), hak membeli paksa (syif’ah), memberi modal dengan bagi untung (qiradh), penggarapan tanah (al-muzaro’ah musaqoh), sewa menyewa (al-ijaaroh), mengupah orang untuk menemukan barang yang hilang (al-ji’alah), membuka tanah baru (ihya al-mawat) dan barang temuan (luqathah).
Apabila kita lihat sistematika pembahasan Hukum Perdata yang terdiri dari : Hukum, orang pribadi dan Hukum keluarga, Hukum benda, dan Hukum waris, Hukum perikatan, bukti dan daluwarsa, maka materi-materi tersebut dalam hukum islam, terdapat dalam al ahwal al syakhsiyah, muamalah dan qadla. Oleh karena itu tidak tepat mempersamakan bidang fiqh muamalah dengan hukum perdata. Bahkan ada sebagian materi hukum perdata oleh para ulama dibahas dalam kitab Ushul Fiqh, seperti subjek hukum atau orang mukallaf. Sistematika hukum perdata seperti juga halnya sistematika fiqh, bukanlah suatu hal yang mutlak yang tidak  bisa dirubah lagi. Sebab sistematika itu dibuat oleh para ahli sesuai dengan perkembangan ilmu itu sendiri.
c.       Bidang Fiqh Jinayah atau Al-Ahkam Al-Jinayah
Fiqh Jinayah adalah Fiqh yang mengatur cara-cara menjaga dan melindungi Hak Allah. Hak Masyarakat dan Hak individu dari tindakan-tindakan yang tidak dibenarkan menurut hukum.[10]
Jinayat dalam istilah hukum sering disebut dengan delik atau tindak pidana. Jinahah merupakan bentuk verbal noun (mashdar) dari kata jana. Secara etimologi jana berarti berbuat dosa atau salah, sedangkan jinayah diartikan perbuatan dosa atau perbuatan salah. Secara terminologi kata jinayat mempunyai beberapa pengertian, seperti yang diungkapkan oleh Abd al Qodir Awdah bahwa jinayat adalah perbuatan yang dilarang oleh syara' baik perbuatan itu mengenai jiwa, harta benda, atau lainnya.
Dalam asas-asas hukum islam dibicarakan tentang pentingnya hukum pidana (jarimah) macam-macam jarimah, unsur-unsur jarimah yang meliputi aturan pidana, perbuatan pidana dan pelaku pidana. Kemudian dibahas tentang sumber-sumber aturan pidana dan lingkungan berlakunya aturan pidana. Percobaan melakukan tindak pidana, turutberbuat dalam tindak pidana, pertanggung jawaban, pidana hukuman, dan sebab-sebab terhapusnya hukuman.
Adapun materi fiqh jinayah meliputi pembunuhan sengaja, semi sengaja dan kesalahan disertai dengan rukun dan syaratnya. Sanksi pembunuhan, kemudian dibahas tentang penganiayaaan sengaja dan penganiayaan tidak sengaja, pembuktiannya, pelaksanaan hukuman, hapusnya hukuman zina.
d.      Bidang Qadha atau Al-Ahkam Al-Murafaat
Fiqh Qadha ini membahas tentang proses penyelesaian perkara di pengadilan. Oleh karena itu unsur pokok yang dibahas adalah tentang hakim, putusan yang dijatuhkan, hak yang dilanggar, penggugat dalam kasus perdata atau penguasa dalam kasus pidana dan tergugat dalam kasus perdata atau tersangka dalam kasus perdata atau tersangka dalam kasus pidana.
e.       Bidang Fiqh Siyasah
Fiqh siyasah membahas tentang hubungan antara seseorang pemimpin dengan yang dipimpinnya atau antara lembaga-lembaga kekuasaan di dalam masyarakat dengan rakyatnya. Oleh karena itu pembahasan Fiqh siyasah ini luas sekali, yang meliputi antara lain soal: hak dan kewajiban Imam, bai’ah, wuzarah ahl-halli wal-aqdi, hak dan kewajiban rakyat, kekuasaan peradilan, pengaturan orang-orang yang pergi haji, kekuasaan yang berhubungan dengan pengaturan ekonomi, fai, ghanimah, jizyah, kharaj, baitulmal, hubungan muslim dan non-muslim dalam aqad, hubungan muslim dan non-muslim dalam kasus-kasus pidana, hubungan Internasional dalam keadan perang dan damai, perjanjian internasional, penyerahan penjahat, perwakilan-perwakilan asing serta tamu-tamu asing.


[1]  Djazuli, Ilmu Fiqh (Jakarta:kharisma putra utama, 2005) cet. IX, hlm.43
[2] ibid
[3] Sulaiman rasjid, fiqh islam, (Bandung:sinar baru algensindo, 2014)cet.69 hlm.13
[4] Disarikan dari daftar isi buku fiqh islam
[5] wikipedia
[6] Sulaiman rasjid, fiqh islam, (Bandung:sinar baru algensindo, 2014)cet.69 hlm.247
[7] Djazuli, Ilmu Fiqh (Jakarta:kharisma putra utama, 2005) cet. IX, hlm. 47
[8] Ahmad Warson, Kamus Al-Munawir(Surabaya: Pustaka Progresif, 2009)
[9]Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama,2007), hlm. 7
[10] Djazuli, Ilmu Fiqh (Jakarta:kharisma putra utama, 2005) cet. IX, hlm.51

3 komentar: