Jumat, 20 Mei 2016

Makalah Bidang-Bidang Hukum



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Seiring denga berjalannya waktu dan perkembangan zaman, kebudayaan manusia mengalami perkembangan pula. Termasuk perkembangan hukum. Peradaban yang semakin berkembang membuat kehidupan manusai sangat membutuhkan aturan yang dapat membatasi prilaku manusia itu sendiri yang telah banyak menyimpang seiring dengan perkembangan pemikiran manusia yang semakin maju.
Aturan atau hukum tersebut mengalami perubahan dan terus mengalami perubahan yang disesuaikan dengan kemajuan zaman. Untuk itu, suatu negara hukum sangat perlu mengadakan pembangaunan terutama dibidang hukum.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana penjelasan mengenai bidang Sosiologi Hukum?
2.      Bagaimana penjelasan mengenai bidang Antropologi Hukum?
3.      Bagaimana penjelasan mengenai bidang Psikologi Hukum?
4.      Bagaimana penjelasan mengenai bidang Sejarah Hukum?
5.      Bagaimana penjelasan mengenai bidang Perbandingan Hukum?
6.      Bagaimana penjelasan mengenai bidang Filsafat Hukum?
7.      Bagaimana penjelasan mengenai bidang Politik Hukum?
C.    Tujuan
1.       Untuk mengetahui penjelasan mengenai bidang Sosiologi Hukum
2.      Untuk mengetahui penjelasan mengenai bidang Antropologi Hukum
3.      Untuk mengetahui penjelasan mengenai bidang Psikologi Hukum
4.      Untuk mengetahui penjelasan mengenai bidang Sejarah Hukum
5.      Untuk mengetahui penjelasan mengenai bidang Perbandingan Hukum
6.      Untuk mengetahui penjelasan mengenai bidang Filsafat Hukum
7.      Untuk mengetahui penjelasan mengenai bidang Politik Hukum
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sosiologi Hukum
1.      Pengertian Sosiologi Hukum
Sosiologi hukum merupakan ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala sosial secara analitis dan empiris (adanya gejala sosial). Gejala sosiologi merupakan tanda-tanda yang muncul dalam kehidupan sosial yang disebut sebagai masyarakat. Dengan konteks yang seperti tu maka dapat dikatakan sosiologi hukum adalah sebagai alat untuk mengubah dan mengontrol gejala sosial yang ada di masyarakat. Gejala-gejala sosial itu dapat dipengaruhi dan dapat pula saling mempengaruhi satu sama lainnya.
      Menurut Satjipto Rahardjo, sosiologi hukum dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari fenomena hukum. Dari sudut pandang yang demikian itu, Satjipto Rahardjo memberikan beberapa karakteristik studi secara sosiologis, sebagai berikut:
·         Sosiologi hukum bertujuan untuk memberikan penjelasan terhadap praktik-praktik hukum. Apabila praktik itu dibedakan dalam pembuatan undang-undang dan penerapannya di pengadilan, maka sosiologi hukum itu mempelajari bagaimana praktik tersebut dapat terjadi pada masing-masing kegiatan tersebut. Dalam hal ini sosiologi hukum berusaha untuk menjelaskan mengapa praktik yang demikian itu dapat terjadi, apa sebab-sebabnya ataupun faktor-faktor yang mempengaruhinya, latar belakangnya. Dan dengan demikian mempelajari hukum secara sosiologis adalah menyelidiki tingkah laku orang dalam bidang hukum, baik yang sesuai dengan hukum maupun yang menyimpang dari hukum.
·         Sosiologi hukum senantiasa mengkaji kesahian empiris. Sifat khas yang muncul disini adalah mengenai bagaimana kenyataan peraturan itu, apakah kenyataan seperti yang tertera dalam bunyi peraturan atau tidak.
·         Sosiologi hukum tidak melakukan penilaian terhadap hukum terapi hanya memberikan penjelasan dari objek yang dipelajarinya.
Satjipto Rahardjo juga mengemukakan objek yang menjadi sasaran studi hukum yaitu mengkasi pengorganisasian sosial hukum. Objek sasaran di sini adalah badan-badan yang terlibat dalam penyelenggaraan hukum, yaitu pembuat undang-undang, pengadilan, polisi, dan advokat.
Sementara bagi Roscoe Pound, permasalahan utama yang dewasa ini menjadi perhatian dari para praktisi sosiologi hukum adalah bagaimana mendorong pembuat hukum menafsirkan atau menerapkan aturan-aturan hukum yang lebih mengacu kepada fakta-fakta sosial.
2.      Ruang Lingkup Sosiologi Hukum
Secara analitis, sosiologi hukum memiliki lingkup kajian yang tidak hanya mempersoalkan analisa-analisa normatif, akan tetapi juga memiliki daya jelajah dalam hal efektifitas hukum itu sendiri. Dengan demikian, dalam konteks ini ruang lingkup sosiologi hukum dapat meliputi :
·         Dasar-dasar sosial dari hukum (the genetic sociology of law) dengan anggapan bahwa hukum timbul sebagai hasil dan proses sosial. Sebagai contoh; Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum, yang mana semua hukum di Indonesia haruslah hukum yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang bercorak Bhinneka Tunggal Ika, yang berkerakyatan, dan yang adil.
·         Efek hukum terhadap masyarakat (the operational sociology of law). Pada ruang ini dilihat bagaimana pengaruh hukum terhadap masyarakat. Sebagai contoh;
-          Pengaruh undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi terhadap gejala tindak pidana asusila dan pencabulan;
-          Pengaruh Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD terhadap gejala politik tindak pidana Pemilu;
-          Pengaruh Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta terhadap gejala sosial budaya.
3.      Pembidangan Sosiologi Hukum
Sosiologi hukum itu dapat dibedakan atas:
a.       Sosiologi hukum teoritis, yang dalam kajiannya senantiasa berupaya untuk menghasilkan generalisasi atau kesimpulan setelah melalui pengumpulan data, pemeriksaan terhadap keteraturan sosial, dan pengembangan hipotesis.
b.      Sosiologi hukum empirik, yang dalam kajiannya bertujuan untuk menguji hipotesis tersebut melalui pendekatan yang sistematis dan metodologis. Dengan menggunakan metode-metode kuantitatif, sosiologi hukum ini mencoba meregistrasi, menata materi untuk menarik kesimpulan-kesimpulan tentang hubungan antara kaidah-kaidah hukum dan kenyataan masyarakat. Dengan menggunakan metode ini, maka akan membuahkan hasil penelitian yang lebih murni atau objektif, karena teori yang digunakan adalah dengan memakai teori korespodensi. Sebagai contoh; Ada seorang peneliti yang berpendapat bahwa berdasarkan hasil penelitiannya dalam upaya menurunkan jumlah korban pencemaran akibat limbah industri di suatu daerah yakni dengan mengubah ketetapan baku mutu lingkungan setempat dan dengan memperketat Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)-nya. Penelitian itu menunjukkan bahwa pengusaha-pengusaha industri mematuhi ketentuan-ketentuan dari penetapan Baku Mutu Lingkungan (BML) dan AMDAL memang telah menunjukkan jumlah korban pencemaran yang berkurang.
c.       Sosiologi hukum evaluatif, yang lebih memberikan penekanan pada perspektif internal, yakni perspektif partisipan yang berbicara. Para sosiolog evaluatif ini lebih jauh mempersoalkan kemurnian hasil-hasil penelitian empirik. Penelitian sosiologi hukum evaluatif ini menyapa apakah betul penelitian empirik itu tidak berpihak kepada siapa pun. Sosiologi hukum evaluatif ini merupakan corak penelitian hukum yang kualitatif. Sebagai contoh apakah betul penelitian hukum yang menyebutkan bahwa gejala hukum yang terkandung pada undang-undang ketenagakerjaan telah mencapai dampak yang diinginkan, apakah undang-undang itu lebih berpihak kepada golongan tertentu.
4.      Pendekatan Terhadap  Sosiologi Hukum
Untuk menpelajari sosiologi hukum dapat didekati dengan tiga pendekatan yaitu:
a.       Pendekatan instrumentalik, yakni pendekatan yang menekankan kepada fungsi hukum sebagai sarana/alat pengambilan keputusan oleh penguasa. Oleh karena itu, studi instrumentalik terhadap hukum dan perilaku harus dapat membantu pembentuk hukum agar dapat mengadakan prediksi terhadap akibat-akibat diberlakukannya hukum-hukum tertentu. Sebagai contoh  misalnya, ada beberapa fraksi DPR RI yang peduli terhadap anak-anak korban kekerasan dalam rumah tangga itu maka dibuatkanlah aturan hukum yang mengatur tentang kekerasan dalam rumah tangga tersebut. Menurut Roscoe Pound, hukum harus lebih peka terhadap situasi sosial sehingga hukum dapat dipergunakan untuk menjalankan perencanaan –perencanaan perkembangan ekonomi dan sosial.
b.      Pendekatan hukum alam, yang menitikberatkan pada proses pembentukan hukum yang seharusnya didasarkan pada nilai-nilai moral yang didasarkan pada keseimbangan hak dan kewajiban yang berorientasi pada keadilan. Dalan mengoptimalkan potensi hukum untuk mengkonkretkan nilai-nilai moral, maka kegiatan-kegiatan ilmiah untuk menemukan kondisi sosial yang sesuai atau tidak sesuai dengan hukum, serta cara menyesuaikannya, merupakan tugas utama dari kegiatan ilmiah sosiologi hukum. Menurut Roscoe Pound, penggunaan hukum itu memiliki keterbatasan-keterbatasan tertentu yang tidak dapat dilanggar karena sikap tindak yang terlampau ambisius. Oleh karena itu, setiap masyarakat harus dapat menentukan batas-batas penggunaan hukum.
c.       Pendekatan paradigmatik, yaitu dengan mempelajari dan mengkritik paradigma yang ada, mempelajari kenyataan hukum dan membandingkannya dengan paradigma yang berlaku serta mengadakan rekomendasi untuk merubah norma atau perilaku yang ada, dan mengajukan paradigma baru.
5.      Paradigma Sosiologi Hukum
Secara umum dalam ilmu sosiologi, dikatakan bahwa objek dari sosiologi adalah masyakat. Lebih jauh, masyarakat yang dimaksud adalah masyarakat dalam arti statis dan dalam arti dinamis. Dalam arti statis, masyarakat memunculkan gejala sosial dalam bentuk struktur sosial yang terdiri dari kelompok sosial, lembaga kemasyarakatan, kekuasaan dan wewenang, stratifikasi sosial, dan kebudayaan. Dalam arti dinamis, masyarakat memunculkan gejala sosial, dan interaksi sosial.




B.     Antropologi Hukum
Sebagai fitur penting dalam ilmu tentang kenyataan, antropologi hukum dalam ruang pembahasaannya melihat tentang bagaimana keterkaitan antara hubungan manusia dengan budaya hukum sehingga turut pula mempengaruhi hukum itu sendiri. Menurut Hilman Hadikusuma, budaya hukum itu sendiri merupakan segala bentuk perilaku budaya manusia yang mempengaruhi atau yang berkaitan dengan masalah hukum. Sorotan utama antropologi hukum terhadap masalah hukum tersebut berada pada ranah pola-pola sengketa dan cara-cara penyelesaian sengketa dalam masyarakat.
1.      Ruang Lingkup Antropologi Hukum
            Menurut Laura Nader, dalam bukunya the anthropological study of law (1965) dikemukakan bahwa ruang lingkup antropologi hukum itu berkisar pada pembahasan tentang:
a.       Apakah dalam setiap masyarakat terdapat hukum,  dan bagaimana karakteristik hukum yang universal.
b.      Bagaimana hubungan antara hukum dengan aspek kebudayaan dan organisasi social.
c.       Mungkinkah mengadakan tipologi hukum tertentu, sedangkan variasi karakteristik hukum terbatas.
d.      Apakah tipologi hukum itu berguna untuk menelaah hubungan antara hukum dan aspek kebudayaan dan orgaisasi social. Mengapa pula hukum itu berubah.
            Menurut T.O. Ihromi, antropologi hukum sebagai suatu cabang spesialisasi dari antropologi budaya yang secara khusus menyoroti segikebudayaan manusia yang berkaitan dengan hukum sebagai alat pengendalian social, hal mana akan mempunyai makna bahwa hukum di pandang secara intgrasi dalam kebudayaan, dimana hukum tidak terpisah dari katagori pengendalian social lainnya dan hukum yang ditekuni adalah hukum dalam aneka jenis masyarakat. Dengan demikian manusialah yang merupakan tema pusat dalam penelitian atropologi hukum. Dalam artian perilaku manusia dalam kaitannya dengan aturan hukum dalam kehidupan bermasyarakat.
2.      Manfaat Antropologi Hukum
                        Studi antropologi hukum menaruh minat terhadap hukum dari segi intelektual dan filosofis. Antropologi hukum bukan diarah pada penegetahuan mengenai hukum yang langsung dapat diterapkan kepada urusan praktis. Dengan begitu manfaat penekunan hukum dari segi antropologis ini adalah gambaran yang lebih mendalam menegenai bekerjanya hukum sebagai penegndalian sosial dan bagaimana hal itu berkaitan dengan nilai-nilai budaya.
3.      Metode Pendekatan
Menurut Hilman Hadikisuma, car ilmiah untuk melihat pola-pola sengketa dan bagaimana cara penyelesaian sengketa dalam antropologi hukum ini dapat dilakukan dengan pendekatan historis dan normatif eksploratif.
a.       Metode Historis
Cara pendekatan dengan metode historis dengan dimaksud ialah dengan mempelajari perilaku manusia dan budaya hukumnya dengan kecamat sejarah. Di mana perkembangan manusia dan hukum itu berlaku secara evolusi, artinya berkembang dengan lambat dan berangsur-angsur.
b.      Metode Normatif-ekploratif
     Cara pendekatan dengan metode normatif eksploratif yang dimaksud ialah mempelajari manusia dan budaya hukumnya dengan bertitik tolak kepada kaidah-kaidah hukum yang sudah ada, baik dalam bentuk kelembagaan maupun dalam bentuk perilaku.
     Dengan demikian untuk dapat memahami perilaku manusia yang berkaitan dengan hukum, maka yang pertama harus dilakukan ialah penjajakan ideologis terhadap kaidah-kaidah hukum, sehingga memudahkan untuk menemukan jalur pengamatan terhadap perilaku hukum itu. Atas dasar tersebut, kaidah kaidah hukum yang dijajaki itu bukan semata-mata untuk mengetahui kaidah-kaidah yang mana yang akan diterapkan terhadap pelaku peristiwa hukumnya, melainkan kaidah-kaidah hukum yang mana yang akan digunakan dalam mengamati perilaku-perilaku kebudayaannya.
c.       Metode Deskriptif Pelaku
     Metode ini bertitik tolak dari hukum eksplisit (terang dan jelas) aturannya, yang fositif dinyatakan berlaku, tetapi yang diutamakannya adalah kenyataan-kenyataan hukum yang benar benar nempak dalam situasi hukum atau peristiwa hukumnya.
     Jadi yang perlu menjadi perhatian bukan hanya melakukan studi tentang bagaiman hidup manusia itu tunduk kepada aturan-aturan hukum, akan tetapi terutama mempertanyakan mengapa aturan-aturan hukum itu sesuai dengan hidup mereka.
d.      Metode Studi Kasus
     Dalam pendekatan antropologi hukum dengan metode studi kasus dipelajari kasus-kasus peristiwa hukum yang terjadi, terutama kasus-kasus perselisihan. Studi kasus ini sufatnya induktif, artinya dari berbagai kasus  yang dapat dikumpulkan, kemudian data-datnya dianalisis secara khusus lalu dibandingkan dengan ketentuan-ketentuan yang umum.

C.    Psikologi Hukum
            Psikologi hukum adalah suatu cabang pengetahuan yang mempelajari hukum  sebagai suatu perwujudan dari perkembangan jiwa manusia. Psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang perilaku manusia (human behaviour) maka dalam kaitannya dengan studi hukum, ia akan melihat hukum sebagai salah satu dari pencerminan perilaku manusia. Suatu kenyataan bahwa salah satu yang menonjol pada hukum, terutama pada hukum modern adalah penggunaannya secara sadar sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan yang dikehendaki. Dengan demikian sadar atau tidak, hukum telah memasuki bidang psikologi, terutama psikologi sosial. Sebagai contoh hukum pidana misalnya merupakan bidang hukum yang berkait rapat dengan psikologi, seperti tentang paksaan psikologis, peranan sanksi pidana terhadap kriminalitas dan lain-lain sebagainya yang menunjukkan hubungan antara hukum sengan psikologi. Contoh studi yang jelas misalnya yang diketengahkan dalam pendapat Leon Petrazycki ( 1867-1931) , ahli filsafat hukum yang menggarap unsur psikologis dalam hukum dengan menempatkannya sebagai unsur utama. Leon beranggapan bahwa fenomena-fenomena hukum itu terdiri dari proses psikis yang unik, yang tepat dilihat dengan menggunakan metode introspeksi. Apabila kita mempersoalkan tentang hak-hak kita serta hak-hak orang lain dan melakukan perbuatan sesuai dengan itu, maka semua itu bukan karena hak-hak itu dicantumkan dalam peraturan-peraturan saja, melainkan karena keyakinan sendiri bahwa kita harus berbuat seperti itu. Leon Petrazycki memandang hak-hak dan kewajiban sebagai hal yang hanya ada dalam pikiran manusia, tetapi yang mempunyai arti sosial.
Selain Leon Petrazycki masih ada beberapa sarjana atau penulis lain yang membicarakan dan mengupas masalah psikologi hukum, di antaranya adalah Jerome Frank dalam bukunya ‘’Law an the Modern Mind (1930)’’ yang sangat terkenal bahkan ada yang menamakan suatu karya klasik dalam ilmu hukum umum. Frank mengupas apa yang disebutnya sebagai suatu ‘’mitos dasar’’ dalam hukum. Sebagai seorang hakim, Frank melihat bahwa hukum itu tidak akan pernah bisa memuaskan keinginan kita untuk memberikan kepastian. Dan pada umunya orang akan selalu mengharapkan bahwa hukum bisa memberikan kepastian yang berlebihan. Menurut Frank masalah ini tentunya tidak akan berakhir pada sesuatu yang nyata, melainkan menginginkan sesuatu yang tidak nyata (unreal).
Dalam usahanya untuk menjawab masalah diatas Frank mulai memasuki bidang psikologi. Dalam hal ini ia menarik pelajaran dari karya-karya tentang psikologi anak-anak dari Freud dan Piaget, khususnya yang menyangkut soal ketergantungan kepada sang ayah dari seorang anak dan hasil dari ketergantungan yang demikian itu, pada saat anak tersebut menjadi dewasa, berupa kecenderungan (hanker) kepada pengganti sang ayah.
D.    Sejarah Hukum
Sejarah hukum adalah salah satu bidang studi hukum yang mempelajari perkembangan dan asal-usul sistem hukum dalam masyarakat tertentu dan memperbandingkan atara hukum yang berbeda karena dibatasi waktu yang berbeda pula.
Sebagai suatu cabang ilmu sejarah, sejarah hukum terus berkembang dari zaman ke zaman. Perkembangan sejarah tentang hukum terjadi dengan berbagai model, sebagai berikut:
1.      Pada umumnya, perkembangan hukum terjadi secara evolutif linier menuju ke arah yang lebih baik, logis, efektif, dan efisien.
2.      Dalam keadaan linier, sekali-sekali terjadi perkembangan dengan arah zig-zag, semacam revolusi dalam perkembangan hukum dengan melaju secara cepat dan linier.
3.      Banyak juga perkembangan hukum terjadi secara evolutif, tetapi dengan arah melingkar, sehingga menghasilkan hukum yang berorientasi kembali ke masa lalu.
Perkembangan metode dan ilmu sejarah hukum terbilang relatif lambat, karena sejarah hukum ini baru dikenal semenjak ahli hukum, yaitu Von Savigny, mencetuskan teori historical jurisprudence. Keterlambatan lahir dan perkembangan sejarah hukum disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut.
a)      Kuatnya pengaruh ajaran hukum alam yang modern maupun klasik, dengan mengandalkan logika, dengan mengembangkan cara berfikir bahwa seolah-olah semua masalah hukum dapat dipecahkan dengan akal sehat menuju satu hukum yang rasional yang dapat berlaku dimana-mana. Dalam hal ini, hukum yang baik dapat direnungkan di tempat-tempay sepi, tanpa perlu melihat kenyataan dalam sejarah umat manusia.
b)      Kuatnya pengaruh paham agama dalam bidang hukum terjadi sejak dahulu kala. Namun, terutama dizaman pertengahan, manusia memandang hukum berasal dari atas (dari Tuhan), dimana manusia wajib mengikutinya tanpa syarat. Hal itu memutus mata rantai hukum dengan masa lalu secara revolutif.
c)      Kuatnya pengaruh paham positivisme dalam hukum, terutama di abad 18 dan 19, yang mengarahkan pendangan orang tentang hukum yang terjadi saat itu saja, sebagaimana yang tertulis dalam undang-undang atau sebagaimana diperintahkan oleh penguasa. Sikap seperti ini juga tidak memandang penting fakta-fakta atau kaidah-kaidah hukum yang terjadi di masa lalu.
Sebagian orang menganggapnya sebagai bagian dari sejarah intelektual. Para sejarawan abad ke-20 telah memandang sejarah hukum dalam cara yang lebih kontekstual, lebih sejalan dengan pemikiran para sejarawan sosial. Mereka meninjau lembaga-lembaga hukum sebagai sistem aturan, pelaku dan lambang yang kompleks, dan melihat unsur-unsur ini berinteraksi dengan masyarakat untuk mengubah, mengadaptasi, menolak atau memperkenalkan aspek-aspek tertentu dari masyarakat sipil. Para sejarawan hukum seperti itu cenderung menganalisis sejarah kasus dari parameter penelitian ilmu sosial, dengan menggunakan metode-metode statistik, menganalisis perbedaan kelas antara pihak-pihak yang mengadukan kasusnya, mereka yang mengajukan permohonan, dan para pelaku lainnya dalam berbagai proses hukum. Dengan menganalisis hasil-hasil kasus, biaya transaksi, jumlah kasus-kasus yang diselesaikan, mereka telah memulai analisis terhadap lembaga-lembaga hukum, praktik-praktik, prosedur dan amaran-amarannya yang memberikan kita gambaran yang lebih kompleks tentang hukum dan masyarakat.
Selanjutnya, dalam sejarah terlihat bahwa kaidah-kaidah hukum dikembangkan oleh berbagai pihak yang dicatat oleh sejarah, tetapi umumnya tidak tercatat siapa pengembangnya. Para pengembang kaidah hukum yang kemudian menjadi sejarah hukum ialah sebagai berikut:
1.      Tuhan dan rasul yang melahirkan kaidah-kaidah hukum agama bagi yang percaya kepada agama.
2.      Orang-orang bijak dalam sejarah yang melahirkan berbagai hukum adat dan hukum kebiasaan, tetapi tidak pernah dicatat namanya oleh sejarah.
3.      Para pengomando pembuat undang-undang dan kondifikasi, seperti raja Hammurabi (dari Kerajaan Babilonia) yang melahirkan yang melahirkan undang-undang Hammurabi.
4.      Para pembuat undang-undang dan peraturan yang berlaku sehari-hari, umumnya mewakili lembaga tertentu.
5.      Para hakim yang melahirkan hukum yurisprudensi, yang umumnya tidak dikenal dalam sejarah hukum di negara-nega Eropa Kontinental, meskipun sering kali dikenal dalam sejarah hukum Anglo Saxon.
E.     Perbandingan Hukum
Perbandingan hukum telah didefinisikan sebagai cabang dari ilmu hukum di mana tujuannya yaitu untuk membentuk hubungan erat yang terusun secara sistematis antara lembaga-lembaga hukum dari berbagai negara.

1.      Metode Perbandingan Hukum
Rudolf D. Schlessinger:
·       Comparative Law merupakan metode penyelidikan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan yang lebih dalam tentang bahan hukum tertentu;
·       Comparative Law bukanlah perangkat peraturan dan asas-asas hukum, bukanlah suatu cabang hukum(is not a body of rules and principles);
·       Comparative Law adalah teknik atau suatu cara menggarap unsur hukuma sing yang aktual dalam suatu masalah hukum (is the technique of dealing with actual foreign law elements of a legal problem)

2.      Tujuan dan Kebutuhan Perbandingan Hukum

Menurut Randall tujuan perbandingan hukum  :
·         Usaha mengumpulkan berbagai informasi mengenai hukum asing.
·         Usaha mendalami pengalaman-pengalaman yang dibuat dalam studi hukum asing dalam rangka pembaruan hukum.

Fungsi Perbandingan Hukum secara berencana :
·         Fungsi perbandingan hukum bagi pengembangan ilmu hukum Indonesia
·         Fungsi perbandingan hukum bagi praktik dan pembinaan hukum.
·         Fungsi perbandingan hukum bagi perencanaan hukum (legal planning)
·         Fungsi perbandingan hukum bagi pendidikan FH

Fungsi perbandingan hukum bagi pengembangan ilmu hukum Indonesia
Soenarjati H (1986 : 27) mengatakan :
a.        Bahwa fungsi perbandingan hukum memberi  manfaat bagi dunia pengembangan ilmu hukum, karena metode ini menunjukkan :
·         Sistem hukum yang berbeda menunjukkan adanya kaidah-kaidah hukum, asas-asas hukum, serta pranata-pranata hukum yang berbeda
·         Tidak jarang terjadi sistem-sistem hukum yang sama sekali tidak ada hubungan atau pertemuan historis
b.       Fungsi Perbandingan hukum  bagi pendalaman dan perluasan pengetahuan dibidang filsafat hukum, sosiologi hukum, sejarah hukum.

Fungsi perbandingan hukum bagi Praktisi dan pembinaan hukum
Memberikan manfaat yang besar  bagi praktik khususnya dalam applied research dan pembentukan hukum baru. Dirasakan pula oleh praktisi hukum  seperti lembaga legislatif para hakim, dan arbiter dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.
·         Bagi Konsultan hukum dan Notaris dalam pembuatan kontrak-kontrak terutama suatu kontrak yang bersifat internasional
·         Bagi lembaga legislatif sangat bermanfaat dalam rangka penyusunan hukum.
·         Bagi para pengacara dan arbiter dalam pembelaan dan penyelesaian perkara.

Fungsi Perbandingan Hukum sebagai Perencanaan Hukum (legal planning)
Dalam perencanaan hukum Perbandingan Hukum mempunyai fungsi penting..Hanya Perbandingan Hukumlah yang dapat menyiapkannya, karena dengan Perbandingan Hukum.
Kebutuhan Teoritis
            Dihubungkan dengan kebutuhan ilmiah maka Perbandingan hukum :
·         Menunjukkan adanya titik-titik persamaan dengan titik-titik perbedaan daripada berbagai sistem  hukum yang diperbandingkan.
·         Terkadang masyarakat yang berbeda dan berjauhan letaknya dapat menyelesaikan kebutuhan yang sama dengan cara yang sama pula, walaupun antara anggota masyarakat tidak tampak adanya hubungan kebudayaan apapun
·         Terhadap masalah yang sama, dapat dicapai penyelesaian yang berbeda-beda

Adanya Kebutuhan Praktis
Bidang Nasional
            Membantu pembentukan hukum nasional dalam arti seluas-luasnya. Kita memerlukan hukum nasional yang ke dalam dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan bangsa yang merdeka dan dapat keluar dapat memenuhi kebutuhan hidup bangsa yang merdeka dan ke luar dapat memenuhi kebutuhan hidup dunia internasional tanpa mengorbankan kepribadian bangsa Indonesia. Yang dapat dipenuhi oleh Perbandingan Hukum, karena dengan Perbandingan Hukum kita dapat mengetahui hukum Negara-Negara lain, sehingga dapat terbentuk hukum nasional yang dapat memenuhi kebutuhan pergaulan.

Bidang internasional
·         Membantu pembuatan perjanjian-perjanjian internasioal dan perjanjian-perjanjian  di bidang HPI. Ex: IMF,GATT,ADB,ILO
·         Dapat menghindari persengketaan  & kesalahpahaman Internasional.Ex: Perjanjian kerjasama antara Malaysia dan Indonesia dalam pemberantasan penyelundupan.




Hukum Publik
Hukum publik mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur kekuasaan dan wewenang negara, serta mengatur hubungan hukum antara anggota masyarakat dan negara. Yang termasuk dalam hukum publik antara lain:
1)      Hukum Tata Negara
Hukum tata negara adalah hukum yang mengatur tentang negara, yaitu antara lain dasar pendirian, struktur kelembagaan, pembentukan lembaga-lembaga negara, hubungan hukum (hak dan kewajiban) antar lembaga negara, wilayah dan warga negara.
2)      Hukum Pidana
Hukum yang mengatur tentang pelanggaran dan kejahatan terhadap kepentingan umum serta perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan.

Hukum Privat
Hukum privat mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang hubungan antara individu dalam memenuhi keperluan hidupnya. Yang termasuk hukum privat antara lain:
1)      Hukum Perdata
Rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang lain dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.

2)      Hukum Dagang
Peraturan yang mengatur hukum yang terkait dengan perdagangan.
F.     Filsafat Hukum
Berbicara tentang filsafat hukum kita uraiankan secara perkata mulai kata filsafat dan hukum apa, bagaimana dan untuk apa filsafat hukum tersebut,

a.       Filsafat
Adakalanya orang mengatakan bahwa orang harus berfilsafat. Sehingga untuk dapat berfilsafat, terlebih dahulu orang harus mengetahui apa yang disebut dengan filsafat. Sesungguhnya, istilah “filsafat” merupakan suatu istilah dari bahasa Arab yang terkait dengan istilah dari bahasa Yunani, yaitu Philosophia.
Kata philosophia sendiri terbentuk kata jamak atau dari dua kata yaitu philo yang artinya Cinta, dalam artian luas yaitu ingin dan karena itu berusaha mengejar yang di inginkan itu. dan Sophia yang artinya kebijaksanaan, dengan demikian, philosophia atau filsafat secara etimologi, artinya cinta dalam artian menginginkan kebijaksanaan. Jadi, berdasarkankan kutipan itu dapat diketahui bahwa dari segi Bahasa filsafat adalah keinginan yang mendalam untuk menjadi bijak. Merujuk pada Kamus Besar Indonesia filsafat di definisikan pengentahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal dan hukumnya.
Dari sudut isinya, terdapat banyak perumusan yang dikemukakan para penulis filsafat. Filsafat dapat diartikan sebagai pandangan hidup manusia, yang tercermin dalam berbagai pepatah, slogan, lambang dan sebagainya. Filsafat dapat juga diartikan sebagai ilmu. Dikatakan sebagai ilmu karena filsafat adalah pengetahuan yang metodis, sistematis, dan koheren tentang seluruh kenyataan dengan kata lain filsafat memiliki objek, metode, dan sistematika tertentu, terlebih-lebih bersifat universal. Dalam kaitannya dengan salah satu unsur yang dipenuhi filsafat sebagai suatu ilmu, yaitu adanya objek tertentu yang dimiliki filsafat.
Jika ditelaah lebih mendalam, filsafat memiliki sedikitnya tiga sifat pokok, yaitu: menyeluruh, mendasar, dan spekulatif. Menyeluruh, artinya cara berfikir filsafat tidak sempit, dari sudut pandang ilmu itu sendiri (fragmentaris atau sektoral), senantiasa melihat persoalan dari tiap sudut yang ada. Mendasar, artinya bahwa untuk dapat menganalisa suatu persoalan bukanlah pekerjaan yang mudah, mengingat pertanyaan-pertanyaan yang dibahas berada di luar jangkauan “ilmu biasa”.
Untuk itu, ciri ketiga dari filsafat yang berperan, yaitu spekulatif. Langkah-langkah spekulatif yang dijalankan oleh filsafat tidak boleh sembarangan, tetapi harus memiliki dasar-dasar yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Di samping ketiga ciri filsafat tersebut di atas, ada ciri lain yang perlu ditambahkan, yaitu sifat refleksif kritis dari filsafat. Refleksi berarti pengendapan dari pemikiran yang dilakukan secara berulang-ulang dan mendalam (contemplation). Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan yang lebih jauh lagi dan dilakukan secara terus-menerus. Kritis berarti analisis yang dibuat filsafat tidak berhenti pada fakta saja, melainkan analisis nilai. Sebab, jika yang dianalisis hanya fakta saja, maka subjek (manusia) tersebut baru melakukan observasi, dan hasilnya ialah gejala-gejala semata. Lain halnya, jika yang dianalisis nilai, maka hasilnya bukan gejala-gejala melainkan hakikat.
b.      Hukum
Perihal hukum dalam pendefinisiannya sangat lah rumit apabila dijabarkan secara umum, secara singkatnya kita akan menemukan beberapa alliran yang mendefinisikan hukum diantaranya,
1.      Aliran Sosiologis Roscoe Pound:
a)      Hukum dalam arti sebagai tata hukum (hubungan antara manusia dengan individu lainnya, dan tingkah laku para individu yang mempengaruhi individu lainnya, atau tata sosial, atau tata ekonomi).
b)      Hukum : kumpulan dasar-dasar kewenangan dari putusan-putusan pengadilan dan tindakan administratif (harapan/tuntutan oleh manusia sebagai individu ataupun kelompok manusia yang mempengaruhi hubungan mereka atau menentukan tingkah laku mereka). “Realitas Sosial” dan negara didirikan demi kepentingan umum & hukum adalah sarana utamanya.
2.      Aliran Realis
a)      Holmes: apa yang diramalkan akan diputuskan oleh pengadilan, itulah yang artikan sebagai hukum.
b)      Llewellyn: apa yang diputuskan oleh seorang hakim tentang suatu persengketaan, adalah hukum itu sendiri
3.      Aliran Antropologi
a)      Schapera: (hukum adalah setiap aturan tingkah laku yang mungkin diselenggarakan oleh pengadilan).
b)      Gluckman: (hukum adalah keseluruhan gudang-aturan di atas mana para hakim mendasarkan putusannya).
c)      Bohannan: (hukum adalah merupakan himpunan kewajiban-kewajiban yang telah dilembagakan kembali dalam pranata hukum).

4.      Aliran Histori
Karl von Savigny: (Keseluruhan hukum sungguh-sungguh terbentuk melalui kebiasaan dan perasaan kerakyatan, yaitu melalui pengoperasian kekuasaan secara diam-diam. Hukum berakar pada sejarah manusia, dimana akarnya dihidupkan oleh kesadaran, keyakinan dan kebiasaan warga negara.
5.      Aliran Hukum Alam
a)      Aristoteles: Hukum adalah sesuatu yang berbeda daripada sekedar mengatur dan mengekspressikan bentuk dari konstitusi; hukum berfungsi untuk mengatur tingkah laku para hakim dan putusannya di pengadilan dan untuk menjatuhkan hukuman terhadap pelanggar.
b)      Thomas Aquinas: Hukum adalah suatu aturan atau ukuran dari tindakan-tindakan, dalam hal mana manusia dirangsang untuk bertindak atau dikekang untuk tidak bertindak.
6.      Aliran Positivis
a)      Jhon Austin: Hukum adalah seperangkat perintah, baik langsung ataupun tidak langsung, dari pihak yang berkuasa kepada warga masyarakatnya yang merupakan masyarakat politik yang independen, dimana otoritasnya merupakan otoritas tertinggi.
b)      Blackstone: Hukum adalah suatu aturan tindakan-tindakan yang ditentukan oleh orang-orang yang berkuasa bagi orang-orang yang dikuasi, untuk ditaati.
c.       Filsafat Hukum
Untuk mengupas pengertian filsafat hukum, terlebih dahulu kita harus mengetahui di mana letak filsafat hukum dalam filsafat. Sebagaimana telah diketahui bahwa hukum terkait dengan tingkah laku/perilaku manusia, terutama untuk mengatur perilaku manusia agar tidak terjadi kekacauan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa filsafat hukum adalah sub dari cabang filsafat manusia yang disebut dengan etika atau filsafat tingkah laku. Jadi, tepat dikatakan bahwa filsafat manusia berkedudukan sebagai genus, etika sebagai species dan filsafat hukum sebagai subspecies. Hal ini dapat dilihat dalam bagan di bawah ini:
                Umum
Ada                                   Ada Mutlak
               Ada Khusus                                  Alam
                                          Ada
                                         Tidak Mutlak                         Anthropologia
                                                                    Manusia      Etika      Filsafat Hukum
                                                                                    
                                                                                        Logika
Filsafat hukum sebagai sub dari cabang filsafat manusia, yaitu etika mempelajari hakikat hukum. Dengan kata lain, filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis. Rasionya, filsafat hukum adalah hukum dan objek tersebut dikaji secara mendalam sampai kepada inti atau dasarnya yang disebut hakikat. Hakikat dari hukum dapat dijelaskan dengan jalan memberikan definisi dari hukum. Definisi hukum sangat bervariasi tergantung dari sudut pandang para ahli hukum melihatnya seperti yang dikemukakan oleh beberapa sarjana dalam uraian di bawah ini.
J. van Kan mendefinisikan hukum sebagai keseluruhan ketentuan-ketentuan kehidupan yang bersifat memaksa, yang melindungi kepentingan-kepentingan orang dalam masyarakat. Pendapat ini senada dengan pendapat Rudolf von Jhering yang menyatakan bahwa hukum adalah keseluruhan norma-norma yang memaksa yang berlaku dalam suatu negara. Sementara itu Hans Kelsen menyatakan hukum terdiri dari norma-norma bagaimana orang harus berperilaku. Pendapat tersebut didukung oleh salah seorang ahli hukum Indonesia Wirjono Prodjodikoro yang menyatakan hukum adalah serangkaian peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota suatu masyarakat, sedangkan satu-satunya tujuan dari hukum ialah menjamin keselamatan, kebahagiaan, dan tata tertib dalam masyarakat. Definisi-definisi hukum tersebut menunjukkan betapa luasnya hukum itu. Dengan mengetahui definisi hukum yang luas tersebut kita dapat menguraikan definisi dari filsafat hukum.
Uraian tentang definisi filsafat hukum dikemukakan oleh Rudolf Stammler yang menyatakan bahwa definisi filsafat hukum adalah ilmu dan ajaran tentang hukum yang adil. Sementara itu, J.J. Von Schid menyatakan filsafat hukum merupakan suatu perenungan metodis mengenai hakekat dari hukum (Metodische bebezinning over het wezen van he recht). Sedangkan D.H.M. Meuwissen berpendapat bahwa filsafat hukum adalah pemikiran s
istematis tentang masalah-masalah fundamental dan perbatasan yang berhubungan dengan fenomena hukum, dan/atau hakekat kenyataan hukum sebagai realisasi dari cita hukum (het systematisch nadenken over alle fundamentele kwesties en grensproblemen het verschijnsel recht samenhangen; over de werkelijkheid van het recht als de realisatie van de rechtsidee).
Uraian lainnya tentang definisi dari filsafat hukum dikemukakan oleh Kusumadi Pudjosewojo yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mendasar tentang hukum yang tidak bisa dijawab oleh ilmu hukum mengenai pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: Apakah tujuan dari hukum itu? Apakah semua syarat keadilan? Apakah keadilan itu? Bagaimanakah hubungannya antara hukum dan keadilan? Dengan adanya pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya mendasar, dengan sendirinya orang melewati batas-batas jangkauan ilmu hukum, dan pada saat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, orang sudah menginjakkan kakinya ke lapangan filsafat hukum. Dengan kata lain, filsafat hukum berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh ilmu hukum.

G.    Politik Hukum
1.      Pengertian politik hukum
Menurut Satjipto Rahardjo, ia mengartikan bahwa politik hukum merupakan suatu bidang studi hukum yang kegiatannya memilih atau menentukan hukum mana yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai oleh masyarakat. Sementara menurut Mahfuf M.D ialah bahwa hukum merupakan produk politik, sehingga karakter setiap produk hukum akan sangat ditentukan atau diwarnai oleh imbangan kekuatan atau konfigurasi politik yang melahirkannya.
Dengan segenap cakrawala atas pengertian politik hukum itu, dapat disimpulkan bahwa politik hukum itu merupakan suatu sistem ajaran hukum khusus yang memanfaatkan sistem ajaran hukum umum (ilmu hukum dan filsafat hukum) dalam rangka menyediakan instrumen/alat-alat ataupun sarana yang dapat digunakan sebagai landasan akademik bagi teknologi hukum yang berupa penelitian hukum, pembentukan hukum, penemuan hukum, pelaksanaan/penegakkan hukum dan landasan akademik untuk pemberlakuan tata hukum dalam upaya mencapai tujuan hukum yang dikehendaki oleh suatu masyarakat hukum.
2.      Ruang Lingkup politik hukum
     Ruang lingkup atau wilayah kajian (domain) disiplin politik hukum  adalah meliputi aspek lembaga kenegaraan pembuat politik hukum, letak politik hukum dan faktor (internal dan eksternal) yang mempengaruhi pembentukan politik hukum suatu negara. Tiga permasalahan itu baru sebatas membahas proses pembentukan politik hukum, belum berbicara pada tataran aplikasi dalam bentuk pelaksanaan produk hukum yang merupakan konsekwensi politis dari sebuah politik hukum.
Merujuk pada pengertian politik hukum, maka pilitik hukum adalah suatu ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberi pedoman, tidak hanya kepada pembuat undang – undang, tetapi juga kepada pengadilan yang menetapkan undang – undang dan juga kepada para penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan.
Politik hukum dalam perspektif akademis tidak hanya berbicara sebatas pengertian an sich tetapi mengkritisi juga produk – produk hukum yang telah dibentuk. Dengan demikian, politik hukum menganut prinsip double movement, yaitu selain sebagai kerangka pikir merumuskan kebijakan dalam bidang hukum (legal policy) oleh lembaga – lembaga negara yang berwenang, ia juga dipakai untuk mengkritisi produk – produk hukum yang telah diundangkan berdasarkan legal policy. Berdasarkan uraian tersebut, dapat ditetapkan ruang lingkup atau wilayah kajian politik hukum, sebagai berikut:
a)      Proses penggalian nilai – nilai dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat oleh penyelenggara negara yang berwenang merumuskan politik hukum;
b)      Proses  perdebatan dan perumusan nilai – nilai dan aspirasi tersebut kedalam bentuk sebuah rancangan peraturan perundang – undangan oleh penyelenggara negara yang berwenang merumuskan politik hukum;
c)      Penyelenggara negara yang berwenang merumuskan dan menetapkan politik hukum;
d)     Peraturan perundang – undangan yang memuat politik hukum;
e)      Faktor – faktor yang mempengaruhi dan menentukan suatu politik hukum, baik yang akan, sedang, dan telah ditetapkan;
f)       Pelaksanaan dari peraturan perundang – undangan yang merupakan implementasi dari politik hukum suatu negara;
Lembaga kenegaraan yang berwenang menentukan politik hukum atau meminjam istilah Teuku Mohammad Radhie, legal framework, yaitu sebuah kerangka umum yang memberikan bentuk dan isi dari hukum suatu negara, bukan lembaga yang genuine dari berbagai kepentingan. Di dalam lembaga – lembaga negara itu berkumpul berbagai kelompok kepentingan yang terkadang lebih mementingkan aspirasi kelompoknya daripada aspirasi masyarakat secara umum.
Dalam khazanah ilmu hukum, suatu peraturan perundang – undangan dapat diakui eksistensinya bila ia mempunyai keabsahan dari sisi landasan filosofis, yuridis dan sosiologis. 1) Keabsahan secara yuridis (juritische geltung) adalah apabila ada kesesuaian bentuk atau jenis peraturan perundang – undangan dengan materi yang diatur terutama kalau diperintahkan oleh peraturan perundang – undangan yang tingkatnya lebih tinggi. 2) Keabsahan sosiologis (seziologische geltung) adalah apabila berlakunya tidak hanya karena paksaan penguasa tetapi juga karena diterima masyarakat. 3) Keabsahan filosofis (filosofische geltung) adalah apabila kaidah hukum mencerminkan nilai – nilai yang hidup dalam masyarakat yang dalam UUD 1945 nilai – nilai tersebut tercermin dalam apa yang disebut dengan Cita Hukum (rechtsidee).  
Hukum harus dipandang sebagai hasil dari suatu proses politik (law as a product of political process). Ditambah lagi, subsistem politik dianggap lebih powerful dibandingkan subsistem hukum. Artinya, subsistem politik memiliki konsentrasi energi yang lebih besar daripada subsistem hukum. Hal ini mengakibatkan apabila hukum berhadapan dengan politik, maka ia berada pada kedudukan yang lebih lemah. Subsistem politik mempunyai tingkat determinasi yang lebih tinggi daripada subsistem hukum, karena hukum merupakan hasil atau kristalisasi dari kehendak – kehendak politik yang saling berinteraksi dan saling bersaing.
Hukum tidak boleh diterima begitu saja secara apa adanya (taken for granted) tanpa mempertimbangkan latar belakang yang bersifat non hukum yang kemudian sangat determinan dalam mempengaruhi bentuk dan isi suatu produk hukum tertentu.
Penghierarkian peraturan perundang – undangan mengingatkan pada gagasan pertingkatan hukum Kelsen. Kelsen mengatakan, hukum yang lebih rendah harus berdasar, bersumber dan tidak boleh bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi.
3.      Tujuan Politik Hukum
a)      Politik hukum adalah  Politik dari Hukum, yaitu  suatu Kajian hukum yang mencoba untuk memberikan  gambaran yang  lebih  luas eksistensi sistem hukum.
b)      Melalui pendekatan politik hukum diharapkan hukum  Berfungsi  secara efektif,dipatuhi dan diterapkan dalam  tindakan aktual sehari-hari.
c)      Politik hukum merespons cita hukum dan meng-upayakan  hukum dapat diwujudkan  sebagai  kenyataan sehingga  hukum benar-benar memiliki sifat yang  lebih adil.
d)     Berbagai kritik yang diajukan kepada sistem hukum  Konvensional  ”Ajaran Imperative dari Mazhab  Hukum Positif” dapat di carikan pemecahannya  lewat  pendekatan politik hukum.
e)       Politik hukum melihat faktor-faktor yang  mempengaruhi  realisasi 
f)         “Law in the books “ menjadi “ Law in the actions”.
4.      Cakupan Politik Hukum
1)      Tujuan negara atau masyarakat Indonesia
2)      Sistem hukum yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu
3)      Perencanaan dan kerangka pikir dalam perumusan kebijakan hukum
4)      Isi hukum nasional dan faktor yg mempengaruhinya.

















BAB III
PENUTUPAN
A.    Kesimpulan
 Ilmu hukum adalah suatu pengetahuan yang objeknya adalah hukum dan khususnya mengajarkan perihal hukum dalam segala bentuk dan manifestasinya, ilmu hukum sebagai kaidah, ilmu hukum sebagi ilmu pengertian dan ilmu hukum sabagai ilmu kenyataan. Ilmu hukum itu sendiri adalah peraturan-peraturan yang berlaku di masyarakat, bersifat mengatur dan memaksa.
Ilmu hukum sendiri dibagi lagi menjadi beberapa bidang ilmu hukum, yaitu:
1.      Sosiologi Hukum
2.      Antropologi Hukum
3.      Psikologi Hukum
4.      Sejarah Hukum
5.      Perbandingan Hukum
6.      Filsafat Hukum
7.      Politik Hukum
B.     Saran
Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan bagi pembaca semuanya.Serta diharapkan, dengan diselesaikannya makalah ini, baik pembaca maupun penyusun dapat memahami lebih dalam tentang bidang-bidang ilmu hukum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar