Minggu, 08 Mei 2016

Makalah Penemuan Hukum




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Penemuan Hukum
Penemuan hukum adalah salah satu wadah yang dapat digunakan oleh hakim untuk mengisi kekosongan hukum,atau menafsirkan suatu kaidah praturan perundang unmdangan yang tidak atau kurang jelas.Semakin dinamisnya kehidupan masyarakat yang menyebabkan kaidah hukum selalu tertinggal, sehingga hakim hakim dituntut menghidupkan seiring dengan perubahan dan rasa keadilan masyarakat,

1.      Pengertian dalam Arti Sempit
Pengertian penemuan hukum dalam arti sempit, adalah “jika peraturan sudah ada dan sudah jelas, dimana hakimtinggal menerapkan saja” (Achmad Ali,19888:81) dalam penerapannya hakim, tetap dianggap melakukan penemuan, yaitu menemukan kecocokan antara maksud atau bunyi peraturan undang undang dengan kualifikasi peristiwa atau kasus konkretnya.
Sadikno Mertokusumo (1993;5) memberiakan gambaran tentang penemuan hukum dalam arti sempit sebagai “suatu penemuan hukum terutama dilakukan oleh hakim dalm memeriksa dan memetus suatau perkara” penemuan hukum olehhakim hakim ini dianggap yang mempunyai wibawa. Ilmuan hukum pun mengadakan penemuan hukum. Hanya saja kalau hasil penemuan hukum itu adalah hukum maka hasil penemuan hukum oleh ilmuan hukum bukanlah hukum, melainkan ilmu atau doktrin.
Pandangan Sudikno diatas ditunjuknya, bahwa kendati yang dihasilkan oleh ilmuan hukum itu bukanlah hukum karna ia hanyalah doktrin, tetapi tetap dianggap sebagai penemuan hukum dalam arti sempit. Doktrin yang dijadikan pertimbangan atau diikuti oleh hakim dalam putusannya, menjadi hukum, kendati doktrin itu sendiri hanya merupakan sumber hukum. Bahkan seorang yang menyatakan bahwa suatu ketentuan undang-undang itu sebenarnya sudah lengkap, tetapi menurut Achmad Ali (1996;157) mereka itu sebenarnya telah menafsirkan undang undang.
Penafsiran atau interpretasi itu sendiri merupakan salah satu metode dalam penemuan hukum. Penemuan hukum dalah arti sempit,dibedakan pula atas penemuan hukum perkara pendata, dalam perkara tata usaha negara, dengan menggunakan metode sumbsumptie.
Proses penerapan metode sumbsumptie, pertama tama melihat terlebih dahulu gejala-gejala penyakitnya, kemudian mendiagnotis penyakit apa yang diderita pasien berdasarkan gejala-gejala tadi, selanjutnya menentukan jenis obatnya.

2.      Pengertian dalam Ilmu Luas
Penemuan hukum adalah arti luas ,posisi hakim bukan lagi sekedar menerapkan peraturan peraturan hukum yang sudah jelas dengan menyocokannya pada kasus yang ditangani, melainkan sudah lebih lias. Hakim dalam membuat keputusan, sudah memperluas makna suatu ketentuan undang-undang yang dibagi atas kontruksi hukum dan interpretasi.
                                Untuk lebih memahami apa yang dimaksud dengan penemuan hukum dalam arti luas, penulis kutip dua pendapat pakar hukum yang darinya dapat memberikan gambaran makna dari penemuan hukum (Sudikno Mertokusumo,1993;4), sebagai berikut.

a.       Van Eikema Hommes menyatakan bahwa menemukan hukum lazimnya diartikan sebagai proses pembentukan hukum oleh hakim atau petugasa-petugas hukum ainnya yang diberi tugas melaksanakan hukum terhadap peristiwa konkret. Ini merupakan proses konkretisasi dan individualisasi peraturan hukum yang bersifat umum dengan mengingat peristiwa konkret
b.      Paul Scholten  menyatakan bahwa menemukan hukum adalah suatu yang lain dari pada hanya menerapkan peraturan-peraturan pada peristiwanya. Kadang kadang, dan bahkan sangat sering terjadi bahwa peraturannya harus ditemukan, baik dengan jalan interpretasi maupun dengan jalan interpretasi maupun dengan jalan analogi ataupun rechtsvervijining.

Penemuan hukum merupakan kegiatan atas berprosesnya hukum dipengadilan dan hakim sebagai aktornya. Undang-undang sebagaimana manusia, sehingga ia harus diketahui oleh warga masyarakat untuk memenuhi asas “setiap orang tahu akan hukum” menjelaskan hukum positif dapat berlaku dan diterima baik oleh masyrakat.
Demikian pula menafsirkan undang-undang untukmenemukan hukumnya, sebetulnya bukan hanya dilakukan oleh ilmuan hukum, melainkan juga justisiable yang mempunyai kepentingan dengan peristiwa yang diperkarakan dipengadilan sebagai pusat berprosesnya hukum seperti polisi, jaksa, dan pengacara yang juga melakukan interpretasi.

B.     Penafsiran Hukum
a.      Macam-Macam Cara Penafsiran
Penafsiran atau interpretasi peraturan undang-undang ialah mencari dan menetapkan pengertian atas dalil-dalil yang tercantum dalam undang-undang sesuai dengan yang dikehendaki serta yang dimaksud oleh pembuat undang-undang.
1.      Cara Penafsiran :
a.       Dalam pengertian subyektif dan obyektif.
Dalam pengertian subyektif, apabila ditafsirkan seperti yang dikehendaki oleh pembuat undang-undang.
Dalam pengertian obyektif, apabila penafsirannya lepas dari pada pendapat pembuat undang-undang dan sesuai dengan adat bahasa sehari-hari.

b.      Dalam pengertian sempit dan luas.
Dalam pengertian sempit (restriktif), yakni apa bila dalil yang ditafsirkan diberi pengertian yang sangat dibatasi misalnya mata uang (pasal 1756 KHU Perdata) pengertiannya hanya uang logam saja dan barang diartikan benda yang dapat dilihat dan diraba saja.
Dalam pengertian secara luas (ekstentif), ialah apabila dalil yang ditafsirkan diberi pengertian seluas-luasnya.
2.      Metode Penafsiran
Di dalam Ilmu Hukum metode penafsiran adalah penafsiran menurut :
1.      Tata bahasa dan arti kata-kata/istilah (grammaticaleinterpretatie, taalkundigeinterpretatie).
2.      Sejarah (historischeinterpretatie) yang meliputi penafsiran sejarah hukum (rechtshistorischeinterpretatie) dan penafsiran sejarah pembuatan undang-undang (wetshistorischeinterpretatie).
3.      Sistem dari peraturan/undang-undang yang bersangkutan (sistematische, dogmatische, dananalogischeinterpretatie).
4.      Keadaan masyarakat (sosiologische,atauteleologischeinterpretatie).
5.      Otentik (penafsiranresmi, authentiekeinterpretatie, officieeleinterpretatie).
6.      Perbandingan.

3.      Penjelasan Tentang Berbagai Macam Metode Penafsiran
1.      Penafsiran Gramatikal (Tata Bahasa)
Penafsiran gramatikal atau taalkundig adalah penafsiran menurut tata bahasaatau kata-kata.
Kata-kata dan bahasa merupakan alat bagi pembuat undang-undang untuk menyatakan maksud dan kehendaknya. Kata-kata itu harus singkat,jelas, dan tepat. Untuk mempergunakan kata-kata itu tidak mudah. Oleh sebab itu apabila hakim ingin mengetahui apa yang dimaksud oleh undang-undang  atau apa yang dikehendaki oleh pembuat undang-undang, hakim harus menafsirkan kata-kata di dalam undang-undang yang bersangkutan.
Ia harus mencari arti kata-kata itu dalam kamus atau minta penjelasan-penjelasan dari para ahli bahasa. Ini pun sering tidak cukup dan hakim harus mencari jalan lain. Di samping arti kata-kata itu sendiri dalam penafsiran kata-kata itu harus dihubungkan pula dengan susunan kalimat-kalimat dan dengan peraturan-peraturan lain. Pada hakikatnya penafsiran mengenai arti kata hanya merupakan penafsiran  yang pertama saja dan harus dilanjutkan dengan cara penafsiran yang lain.
2.      Penafsiran Historis atau Sejarah.
Penafsiran cara ini adalah meneliti sejarah dari pada undang-undang yang bersangkutan. Tiap ketentuan perundang-undangan tentu mempunyai sejarah dan dari sejarah perundang-undangan ini hakim mengetahui maksud dari pembuatnya.
            Penafsiran historis di bagi dua yaitu :
a.       Fockema Andre, membagi penafsiran ini dalam dua bentuk :
·         Penafsiran asal-usul, ialah asal-usul sampai timbulnya undang-undang yang baru.
·         Penafsiran menuurut sejarah pembuatan suatu undang-undang.
b.      Van Bemmelen, membedakan pengertian ini dengan dua macam istilah :
·         Historischeinterpretatieuntukpenafsiranasal-usul.
·         Penafsiran legislative untuk wetshistorischeinterpretatie.
Yang lazim penafsiran historis dibagi dua :
1.      Penafsiran menurut sejarah pembuatan undang-undang (wetshistorischeinterpretatie).

2.      Penafsiran menurut sejarah hukum (rechtshistorischeinterpretatie).
Ø  Penafsiranwetshistorischini juga dinamakan penafsiran sempit dan hanya menyelidiki “apakah maksud pembuat undang-undang dalam mentepakan peraturan perundang-undangan itu atau siapa yang membuat rancangan untuk undang-undang, apa dasar-dasarnya, apa yang diperdebatkan dalam siding-sidang DPR dans ebagianya sehingga undang-undan gitu dapat ditetapkan secara resmi”.
Apabila penelitian tersebut telah menunjukan bahwa peraturan perundang-undangan itu mengambil asa-asa dari sitem hukum terdahulu atau dari sistem hukum lain, maka hakim menafsirkan menurut sejarah terbentuknya undang-undang terlebih dahulu dan kemudian  baru diadakan penelitian menurut sejarah hukum.
Bagi hakim penafsiran Historis adalah untuk kepentingan praktik, maka penafsiran menurut sejarah hukum (rechtshistorisch) dan penafsiran menurut sejarah penetapan peraturan pembentukan undang-undang (wetshistorisch) tidak ada perbedaan. Selanjutnya Scholten menyatakan bahwa mengetahui maksud dan kehendak pembuat undang-undang belum cukup bagi hakim, sebab hakim harus menerapkan peraturan-peraturan itu sesuai dengan asa keadilan masyarakats ekarang. Hukum itu dinamis, selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan masyarakat. Dengan demikian arti peraturan perundang-undangan belum tentu cocok dengan kenyataan.
Ø  Penafsiran menurut sejarah hukum (rechtshistorischeinterpretatie).
Penafsiran ini dinamakan penafsiran yang luas, karena penafsiran wetshistorisch termasuk didalamnya. Penafsiran menurut sejarah hukum ini menyelidiki apakah asal-usul peraturan itu dari suatu sistem hukum yang dulu pernah berlaku atau dari sistem hukum yang lain.
3.      Penafsiran sistematis.
Yang dimaksud penafsiran sistematis, ialah suatu penafsiran yang menghubungkan pasal yang satu dengan pasal-pasal yang lain dalam satu perundang-undangan yang bersangkutan atau pada perundang-undangan hukum lainnya.

4.      Penafsiran sosiologis atau teleologis.
Penafsiran sosiologis ialah penafsiran yang disesuaikan dengan keadaan masyarakat. Selain itu, penafsiran sosiologis ialah waktu undang-undang gitu dibuat keadaan social masyarakat sudah lain dari pada sewaktu undang-undang diterapkan kemudian, karena hukum itu gejala social yang senantisa berubah mengikuti perkembangan masyarakat. Begitu pula kehendak pembuat undang-undang sewaktu undang-undang itu disusun, mungkin sekali sudah tidak sesuai dengan tujuan social sekarang.
    Penafsiran sosiologis itu sangat penting sekali bagi hakim, terutama kalau diingat banyak undang-undang yang dibuat jauh dari pada waktu dipergunakan.

5.      Penafsiran otentik
Penafsiran otentik atau penafsiran secara resmi ialah penafsiran yang dilakukan oleh pembuat undang-undang itu sendiri atau oleh instansi yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan tidak boleh oleh siapapun dan pihak manapun.
   Penafsiran ini bersifat subyektif. Penafsiran yang dilakukan oleh pembuat undang-undang sebagai lampiran dan tambahan lembaran negara di undang-undang yang bersangkutan.

6.      Penafsiran perbandingan.
Penafsiran perbandingan ialah suatu penafsiran dengan membandingkan antara hukum yang lama dengan hukum yang berlaku saat ini, antara hukum nasioanl dan hukum asing dan hukum colonial.
-          Hukum lama dengan hukum positf yang berlaku saat ini ,mungkin hukum lama cocok untuk diterapkan lagi pada masa sekarang ini. Umpamanya beberapa hukum dan asas hukum adat, yang menggambarkan unsur kekeluargaan, dapat diambil dan untuk dijadikan hukum nasional.
-          Hukum nasional sendiri dengan hukum asing. Pada hukum nasional terdapat kekurangan. Apabila ada keinginan untuk mengambil alih hukum asing/negara lain apakah hukum asing itu cocok dan sesua idengan kepentingan nasional. Umpamanya seperti hukum hak cipta.
-          Hukum colonial peninggalan penjajah, karena asas konkordansi oleh negara merdeka masih tetap dipergunakan. Dalam hal ini negara itu membandingkan hal-hal manakah yang sudah tidak sesuai dengan hukum kepribadian nasional negara itu.

C.    Metode Penemuan Hukum
1.      Metode Interpretasi Hukum
Metode interpretasi atau penafsiran hukum digunakan karena apabila suatu peristiwa konkret tidak secara jelas dan tegas dianut dalam suatu peraturan perundang-undangan. Jenis metode disiapkan dalam teori hukum, hakim bebas memilih, mana yang paling cocok dengan peristiwa yang sedang ditanganinya.
Jenis- jenis metode interpretasi hukum:
ü  Interpretasi subsumptif, yaitu hakim menerapkan teks atau kata-kata suatu ketentuan undang-undang terhadap kasus in-konkreto (fakta kasus) tanpa menggunakan penalaran sama sekali dan hanya sekedar menerapkan silogisme dari ketentuan tersebut. Disini hakim hanya menerapkan ketentuyan poasal undang-undang, yaitu mencocokkan fakta kasus dengan ketentuan undang-undang yang dilanggar.
ü  Interpretasi gramatikal, yaitu menafsirkan kata –kata yang ada dalam undang-undang sesuai dengan kaidah tata bahasa. Teks atau kata –kata dari suatu peraturan perundang-undangan dicari maknanya yang oleh pembentuk undang-undang dicari maknanya yang oleh pembentuk undang-undang digunakan sebagai simbol terhadap suatu peristiwa.
ü  Interpretasi ekstensif, yaitu memperluas makna dari ketentuan khusus menjadi ketentuan umum sesuai dengan kaidah tata bahasa, karena maksud dan tujuannya kurang jelas atau terlalu abstrak agar menjadi jelas dan konkret, perlu di perluas maknanya.
ü  Interpretasi sistematis, yaitu menafsirkan undang-undang sebagai baian dari keseluruhan sistem peraturan perundang-undangan.
ü  Interpretasi sosiologis atau teologis, yaitu menafsirkan makna atau substansi undang-undang untuk diselaraskan dengan kebutuhan atau kepentingan warga masyarakat.
ü  Interpretasi historis, dibagi menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut:
·         Penafsiran menurut sejarah undang-undang, mencari maksud dari pembuatan undang-undang saat diundangkannya sebagai ukuran dalam menafsirkan suatu peritiwa hukum, dan sumbernya dilijhat pada catatan pembahasannya di dewan perwakilan rakuyat (DPR)
·         Penafsiran menurut sejarah hukum, mencari makna yang terkandung dari sejarah perkembangan hukum, seperti apa tujuan hukum sehingga korupsi dilarang.
ü  Interpretasi komparatif, yaitu membandingkan anataraberbagai sistem hukum yang ada di dunia, sehingga hakim bisa mengambil putusan yang sesuai dengan perkara yang ditanganinya.
ü  Interpretasi restriktif, yaitu penafsiran yang sifatnya membatasi suatu ketentuan undang-undang terhadap peristiwa konkret. Disini hakim membatasi perluasan berlakunya suatu undang-undang terhadap peristiwa tertentu untuk melindungi kepentingan umum.
ü  Interpretasi futuristis, yaitu menjelaskan suatu undang-undang yang berlaku sekarang (ius constitutum) dengan berperdoman pada undang-undang yang akan di berlakukan (ius constituendum)

2.      Metode Konstruksi  Hukum
Penalaran logis untuk mengembangkan suatu ketentuan dalam undang-undang yang tidak lagi berpegang pada kata-kata, tetapi tetap harus memperhatikan hukum sebagai suatu sistem.
Jenis –jenis Metode konstruksi  hukum :
ü  Analogi atau argumentum peranalogian, yaitu penemuan hukum yang mencari esensi dari species ke genius, atau dari suatu peristiwa khusus ke peraturan yang bersifat umum.
ü  Argumentum a’contrario, yaitu penalaran terhadap suatu ketentuan undang-undang pada peristiwa hukum tertentu, sehingga secara a’contrario ketentuan tersebut tidak boleh diberlakukan pada hal-hal lain atau kebalikannya.
ü  Rechtsvervijnings (pengkonkretan hukum, tetapi ada juga yang mengartikannya penyempitan atau penghalusan hukum), yaitu mengkonkretkan suatu ketentuan dalam undang-undang yang abstrak atau terlalu luas cangkupannya sehingga perlu dikonkretkan oleh hakim.
ü  Fiksi hukum (fictie), yaitu penemuan hukum dengan menggambarkan suatu peristiwa kemudian menganggapnya ada, sehingga peristiwa tersebut menjadi suatu fakta baru. Bahwa fiksi sangat bermanfaat untuk memajukan hukum, yaitu untuk mengatasi benturan antara tuntutan-tuntutan baru dan sistem yang ada yang tetap diperlakukan sebagai bukan kenyataan. Akan tetapi, jika hasil penemuan hukum oleh hakim yang menggunakan metode fiksi hukum, maka putusan itu sudah tergolong hukum positif dan tidak boleh disebut lagi fiksi.

D.    Sejarah Singkat Pengantar Ilmu Hukum
1.      Istilah Pengantar Ilmu Hukum tidak tercipta begitu saja, tetapi mempunyai sejarahnya sendiri. Pengantar Ilmu Hukum berasal dari terjemahan bahasa Belanda. “Inleiding not rechhtswetenschap”. Istilah ini dipakai pada tahun 1920 yaitu dimasukkan dalam HogerOnderwijs Wet, atau Undang-undang Perguruan Tinggi di negeri Belanda.
2.      Inleiding tot de rechtswetenschapini adalah sebagai pengganti dari istilah “Encyclopaedie der rechtswetenschap” yaitu suatu istilah yang semula dipergunakan di negeri Belanda.
3.      Sebenarnya istilah Inleiding tot de rechtswetenschap itu sendiri merupakan terjemahan dari “Einfuhrung in die Rechtswissenschaft”suatu istilah yang dipergunakan di Jerman pada akhir abad ke 19 dan permulaan abad ke 20.
4.      Di Indonesia sendiri Inleiding tot de rechtswetenschap telah dikenal sejak tahun1924 dengan didirikannya RechtsHoge School (Sekolah Tinggi Hukum) di Batavia (Jakarta) di mana dimasukkan dalam kurikulumnya.
5.      Sedangkan istilah Pengantar Ilmu Hukum, dipergunakan untuk pertaman kalinya di Perguruan Tinggi/Universitas Gajah Mada yang berdiri pada tanggal 3 maret 1946. Tetapi sebenarnya jauh sebelum itu tepatnya pada tahun 1942, istilah Pengantar Ilmu Hukum sudah dipelajari berbagai terjemahan dari Inleiding tot de rechtswetenschap dan sampai sekarang dijadikan mata kuliah dasar di setiap Perguruan tinggi di seluruh Indonesia.

E.     Pengertian Hukum Adat

a.       Pengertian Hukum Adat
Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India, dan Tiongkok. Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuhdan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adatmemiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis. Keberadaan hukum adat tidak pernah akan mundur atau tergeser dari percaturan politik dalam membangun hukum nasional, hal terlihat dari terwujudnyakedalam hukum nasional yaitu dengan mengangkat hukum rakyat/hukum adatmenjadi hukum nasional terlihat pada naskah sumpah pemuda pada tahun 1928 bahwahukum adat layak diangkat menjadi hukum nasional yang modern. Pada era Orde Baru.
b.        Proses Terbentuknya Hukum
Hukum adat pada umumnya memang belum/ tidak tertulis. Oleh karena itu dilihat dari mata seorang ahli hukum memperdalam pengetahuan hukum adatnya dengan pikiran juga dengan perasaan pula. Jika dibuka dan dikaji lebih lanjut maka akan ditemukan peraturan-peraturan dalam hukum adat yang mempunyai sanksi dimana ada kaidah yang tidak boleh dilanggar dan apabila dilanggar maka akan dapat dituntut dan kemudian dihukum.
c.            Hukum Adat Tidak Statis
Hukum adat adalah suatu hukum yang hidup karena dia menjelmakan perasaan hukum yang nyata dari rakyat sesuai dengan fitrahnya sendiri, hukum adat terus menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri.
Van Vollen Hoven juga mengungkapkan dalam bukunya “Adatrecht” sebagai berikut :
Hukum adat pada waktu yang telah lampau agak beda isinya, “hukum adat menunjukkan perkembangan” selanjutnya dia menambahkan “Hukum adat berkembang dan maju terus, keputusan-keputusan adat menimbulkan hukum adat”
d.          Unsur-unsur dalam Hukum Adat
·         Unsur Kenyataan
Adat dalam keadaan yang sama selalu diindahkan oleh rakyat dan secara berulang-ulang serta berkesinambungan dan rakyat mentaati serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
·         Unsur Psikologis
Setelah hukum adat ini ajeg atau berulang-ulang yang dilakukan selanjutnya terdapat keyakinan pada masyarakat bahwa adat yang dimaksud mempunyai kekuatan hukum, dan menimbulkan kewajiban hukum (opinion yuris necessitatis)[10]
e.       Timbulnya Hukum Adat
Hukum adat lahir dan dipelihara oleh putusan-putusan para warga masyarakat hukum terutama keputusan kepala rakyat yang membantu pelaksanaan perbuatan hukum itu atau dalam hal bertentangan keperntingan dan keputusan para hakim mengadili sengketa sepanjang tidak bertentangan dengan keyakinan hukum rakyat, senafas, seirama, dengan kesadaran tersebut diterima atau ditoleransi. Ajaran ini dikemukakan oleh Ter Haar yang dikenal sebagai Teori Keputusan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar